
Jakarta, gatra.net – Tiga direktur dan satu mantan direktur utama (Dirut) dari 4 perusahaan, yakni dari PT Kemilau Bintang Timur, PT Prima Pangan Madani, Perum Perikanan Indonesia Periode 2016–2017 bersama 2 tersangka lainnya segera menjalani sidang perkara korupsi Pengelolaan Keuangan dan Usaha Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Tahun 2016–2019 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Lenoard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Kamis (17/2), menyampaikan, keenam tersangka tersebut segera menjalani sidang karena perkaranya sudah dilimpahkan ke tahap dua, yakni dari Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung kepada? Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara (Kejari Jakut).
“Setelah serah terima tanggung jawab dan barang bukti [tahap dua] di atas, Tim JPU akan segera mempersiapkan surat dakwaan untuk kelengkapan pelimpahan keenam berkas perkara tersebut di atas ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” katanya.
Leo menjelaskan, keenam tersangka tersebut, yakni:
1. IG selaku pihak swasta;
2. LS selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur;
3. NMB selaku Direktur PT. Prima Pangan Madani;
4. RU selaku Direktur Utama PT Global Prima Santosa;
5. SJ selaku Mantan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia Periode 2016–2017;
6. WP selaku Karyawan BUMN/mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan dan Pengelolaan Perum Perindo.
Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung melakukan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti (Tahap II) atas 6 tersangka kepada Tim JPU Kejari Jakut di Kantor Kejari Jakut pada Rabu kemarin (16/2).
Tim JPU Kejari Jakut kemudian melakukan penahanan terhadap keenam tersangka selama 20 hari terhitung sejak 16 Februari 2022–7 Maret 2022. IG, RU, dan WP ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung. Sedangkan LS, NMB, dan SJ di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
Adapun kasus posisi atau duduk perkara para tersangka dalam perkara ini, yakni bahwa Perum Perindo adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan pada tahun 2013 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia (Perindo).
Berdasarkan PP tersebut, Perum Perindo oleh Pemerintah melanjutkan penugasan yang meliputi kegiatan pelayanan jasa tambat labuh pascapenyelesaian administrasi (clearance) oleh instansi yang berwenang di Pelabuhan Perikanan, pelayanan jasa bongkar muat, dan pengelolaan sarana dan prasarana Perikanan.
Selanjutnya, kata Leo, dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan perusahaan, pada tahun 2017 ketika Dirut Perindo dijabat oleh SJ, Perum Perindo menerbitkan Surat Utang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan dana sebesar Rp200 miliar terdiri dari Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017–Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017–Seri B.
“MTN adalah salah satu cara mendapatkan dana dengan cara menjual prospek. Adapun prospek yang dijual Perum Perindo dalam hal penangkapan ikan, selanjutnya Perum Perindo mendapatkan dana MTN,” katanya.

MTN tersebut tujuannya digunakan untuk pembiayaan dibidang perikanan tangkap. Namun, faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B.
“MTN seri A dan seri B sebagaimana dimaksud sebagian besar digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh WP,” ujarnya.
Pada Desember 2017, Dirut Perindo berganti kepada RS. Dia sebelumnya yang merupakan Direktur Operasional Perum Perindo. RS selanjutnya mengadakan rapat dan pertemuan dengan Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan (P3) Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang diikuti juga oleh IP sebagai Advisor Divisi P3 untuk membahas pengembangan bisnis Perum Perindo menggunakan dana MTN seri A dan seri B, kredit Bank BTN Syariah, dan kredit Bank BNI.
Setelah itu, ada beberapa perusahaan dan perseorangan yang direkomendasikan IP kepada Perindo untuk dijalankan kerja sama perdagangan ikan, yaitu PT Global Prima Santosa (GPS), PT Kemilau Bintang Timur (KBT), S/TK, dan RP.
Selain beberapa pihak yang dibawa oleh IP, juga terdapat beberapa pihak lain yang kemudian menjalin kerja sama dengan Perindo untuk bisnis perdagangan ikan, antara lain PT Etmico Makmur Abadi, PT SIG Asia, Dewa Putu Djunaedi, CV Ken Jaya Perkara, CV Tuna Kieraha Utama, Law Aguan, Pramudji Candra, PT Prima Pangan Madani, PT Lestari Sukses Makmur, dan PT Tri Dharma Perkasa.
“Metode yang digunakan dalam bisnis perdagangan ikan tersebut adalah metode jual beli ikan putus. Dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan tersebut di atas, Perindo melalui Divisi P3/SBU FTP tidak ada melakukan analisa usaha, rencana keuangan, dan proyeksi pengembangan usaha,” katanya.
Selain dari itu, lanjut Leo, dalam melaksanakan bisnis perdagangan ikan tersebut beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan, dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo.
“Akibat lemahnya metode penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum Perindo, lemahnya verifikasi syarat pencairan dana bisnis perdagangan ikan, dan lemahnya kontrol lapangan dalam penyerahan ikan, timbul transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo,” katanya.
Transaksi-transaksi fiktif tersebut kemuidan menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp176.810.167.066,00 (Rp176,8 miliar) dan US$ 279,891.50.
Atas perbuatan itu, Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejagung menyangka mereka melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun Subsidairnya, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.