
Jakarta, gatra.net - Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa 2 orang saksi untuk tersangka PT OSO Management Investasi (MI) terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada Asuransi Jiwasraya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono, di Jakarta, Kamis (10/9), menyampaikan, kedua orang saksinya yakni Fund Manager Valbury Asia Sekurities, Aditya Nugraha dan Theodorus Andre Santoso.
Selain itu, lanjut Hari, tim penyidik juga memeriksa 14 orang saksi untuk sejumlah tersangka korporasi atau perusahaan dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi pada Asuransi Jiwasraya ini.
Belasan orang itu, 1 di antaranya saksi untuk tersangka korporasi PT Treasure Fund Investama, yakni Direktur PT Treasure Fund Investama 6 Februari 2008-Oktober 2018, Dwi Tjahjo Purnomo. Satu orang saksi untuk tersangka korporasi PT Corfina Capital, yakni Fund Manager PT Corfina Capital tahun 2016-2018, Didit Ali Perdana.
Selanjutnya, saksi untuk tersangka korporasi PT Milenium Capital Management, yaitu Head of Compliance PT KGI Sekuritas Indonesia, Ralli Dibyaguna; dan Head of Compliance PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Ary Parindra.
Kemudian, saksi untuk tersangka korporasi PT May Bank Asset Managament, yaitu Agen Lepas PT Mirae Asse Sekuritas, Rosita. Dua orang saksi u?ntuk tersangka korporasi PT Pan Arcadia Capital, yaitu Kepala Seksi Pasar Modal di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Juli 2017-Januari 2019?, Iwa Kustiwan; dan Institutional Equity Sales PT Trimegah Sekuritas Indonesia, Meitawati Enianingsih.
Adapun saksi untuk tersangka korporasi PT Jasa Capital Management yaitu Komisaris Utama (Komut) PT Jasa Capital Asset Management, Nurachman. Sedangkan untuk tersangka korporasi PT Pool Advista Aset Managemen, yaitu Direktur Sales PT Ciptadana Sekuritas, John Tedja.
Selanjutnya, saksi untuk tersangka korporasi PT GAP Capital yaitu Karyawan PT CIMB Sekuritas Indonesia, Andrianto Sambodo. Terakhir, 4 saksi untuk tersangka korporasi PT Pinnacle Persada Investama, di antaranya Kepala Bagiam Pendaftaran Produk Pengelolaan pada Direktorat Pengelolaan Investasi pada Departemen Pengendalian Investasi pada Departemen Pengendalian Investasi Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pudjo Damaryono.
Tiga orang lainnya yakni Kabag Pemantauan dan Analisa Laporan Pengelola Investasi pada OJK, Bimahyunaidi Umayah; Kabag Kepatuhan Pengelolaan Investasi Departemen Pengawasan IV OJK tahun 2016-sekarang, Indry Puspita Sari; dan Direktur PT Mirea Asset Sekuritas Indonesia, Arishandhi Indrodwisatio.
Menurut Hari, ke-16 orang saksi tersebut diperiksa penyidik karena mereka sebagai pengurus maupun sebagai karyawan perusahaan manager investasi serta karyawan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) keterangannya dianggap perlu untuk mengungkap sejauhmana perannya dalam menjalankan perusahaannya.
Selain itu, lanjut Hari, pemeriksaan mereka juga terkait dengan jual beli saham dari pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19," katanya.
Dalam kasus ini, pada tahap pertama, Kejagung menetapkan 6 tersangka, yakni Direktur Utama (Dirut) PT Hansos International Tbk, Benny Tjokrosaputro (Bentjok), dan mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Harry Prasetyo (HP).
Kemudian, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat (HH); mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim (HR); pensiunan PT Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan (SYM), Direktur PT Maxima Integra, Joko Haryono Tirto (JHT).
Setelah itu, Kejagung menetapkan tersangka klaster kedua atau jilid dua, terdiri 13 korporasi atau perusahaan dan seorang pejabat OJK. Ke-13 korporasi juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang dalam kasus ini.
"Ketigabelas korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka adalah perusahaan management investasi yang diduga terlibat dalam proses jual beli saham PT Asuransi Jiwasraya," kata Hari, Kamis (25/6).
Adapun 13 korporasi tersebut yakni PT Dhanawibawa Manajemen Investasi atau PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia atau PTMillenium Capital Management (MDI/MCM).
Selanjutnya, PT Prospera Asset Management (PAM), PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII), dan PT Sinarmas Asset Management (SAM).
Kejagung menerapkan sangkaan berlapis kepada ke-13 perusahaan atau korporasi tersebut. Sangkaan kesatu primair, yakni diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk subsidairnya, diduga melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sangkaan keduanya, pertama; diduga melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP atau kedua, Pasa 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Adapun pejabat OJK yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A periode Februari 2014 sampai dengan Februari 2017 yang kemudian diangkat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II periode Februari 2017 sampai dengan sekarang, Fakhri Hilmi (FH).
"Pasal yang disangkakan kepada tersangka FH adalah primair; Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP. Susidair, Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP," katanya.