Home Politik Terbakar atau Dibakar?

Terbakar atau Dibakar?

Gedung utama Kejaksaan Agung dilahap api ketika Korps Adhyaksa sedang intensif mengurus perkara kakap. Bareskrim  perlu mempercepat penyelidikan untuk memastikan penyebab kebakaran agar tidak menimbulkan dugaan liar di masyarakat.


Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin langsung bergegas dari rumah dinasnya di Jalan Denpasar Raya, Jakarta Selatan, menuju gedung Kejaksaaan Agung (Kejagung) di seputaran Blok M, setelah mendapat kabar kalau kantornya terbakar. Diketahui, kantor Korps Adhyaksa itu terbakar sekitar pukul 19.10 WIB, sabtu pekan lalu. Burhanudin mendapat informasi tersebut dari Satuan Pengamanan Dalam (Pamdal) Kejagung.

Mengenakan pakaian seadanya, jaket kain bermotif garis vertikal, Burhanuddin tiba di kawasan Blok M pada pukul sembilan kurang. Mantan Komisaris Utama PT Hutama Karya itu tak habis pikir, api begitu besar dan melahap semua gedung utama Kejagung. ″Panik lihat bangunan kebanggaan institusi dan bangunan yang turut membesarkan saya terbakar,″ kata Burhanuddin kepada wartawan Gatra Wahyu Wachid Anshory.

Selama berjam-jam, Burhanuddin menyaksikan api terus menghanguskan gedung utama Kejagung, termasuk ruang kerjanya yang terletak di lantai II. Hingga dini hari, Burhanuddin masih memantau jalannya proses pemadaman api dari M Bloc Space, yang terletak di seberang gedung Kejagung. Burhanuddin baru meninggalkan lokasi kebakaran, sekitar pukul 03.00 pagi.

Tak ada ruang kerja, sejak Senin lalu Burhanuddin berkantor di Badan Diklat Kejaksaan Kampus A, Ragunan, Jakarta Selatan. Burhanuddin menempati ruangan yang sebelumnya digunakan oleh Kepala Badan Diklat Kejaksaan, Tony Tribagus Spontana. Sementara itu, Tony pindah ke ruangan yang persis di samping ruangan Jaksa Agung tadi.

Selain Jaksa Agung, ruang kerja Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, bersama 900 pegawai bidang pembinaan dialihkan ke Ragunan. Sementara itu, kantor Jaksa Agung Muda Intelijen dan 250 lebih pegawainya dialihkan di Kampus B Diklat Kejaksaan di Ceger, Jakarta Timur. Lokasi ini disebut-sebut sebagai tempat alat-alat yang digunakan untuk proses intelijen.

Ruang kerja pegawai intelijen Kejagung yang terletak di lantai IV dan V turut dilahap si jago merah. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono, mengakui ada sejumlah berkas fisik dari operasi intelijen milik kejaksaan yang turut terbakar. "Mungkin iya terbakar, tapi backup data itu selalu ada. Era sekarang adalah era digital dan itu biasa kami lakukan," katanya.

Di Kejagung, peran Jamintel salah satunya mengkaji dan melakukan penyelidikan sebuah perkara. Itu artinya, untuk memperoleh informasi awal, Jamintel dapat memanggil seseorang untuk dimintai keterangannya. Setelah dikaji, Jamintel dapat menentukan apakah perkara tersebut masuk ke kamar pidana khusus yang akan dilimpahkan ke Jampidsus, atau pidana umum yang selanjutnya diteruskan ke Jampidum.

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, meyakini ada beberapa kasus kakap yang tengah didalami Jamintel sekarang ini. Di antaranya, kasus Asabri dan Boemiputra. Jika berkas-berkas ini terbakar, artinya jaksa akan mengulang proses pendalama kasus. Tak menutup kemungkinan kasusnya bisa berhenti ke penyidikan. ″Berkas-berkasnya pasti terbakar,″ katanya kepada Gatra.

Boyamin mendesak agar Bareskrim mengusut tentang adanya kelalaian dari Kejagung, sehingga dokumen-deokumen rahasia negara bisa hilang atau terbakar. ″Itu ada pasalnya. Bukan kehilangan, tapi karena lalai, sehingga dokumen negara dan rahasia terbakar,″ katanya.

Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II, Biro Perencanaan, Jaksa Agung Muda Pembinaan Pinangki Sirna Malasari, berkantor di gedung tersebut. Menurut Boyamin, kemungkinan besar CCTV yang memantau aktivitas Pinangki di gedung tersebut sudah rusak. “Jadi susah melihat siapa yang ketemu Pinangki, siapa tamunya,” katanya.

Saat ini, Pinangki ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung karena terseret kasus korupsi Djoko Tjandra. Bahkan Pinangki disebut-sebut sosok penting dalam kasus ini. Ketika kebakaran berlangsung, Pinangki merupakan satu dari 25 tahanan Kejagung yang dievakuasi ke Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

″Semua sudah kembali [termasuk Pinangki]. Sudah ditinjau Direktur penuntutan kondisi tahanan seperti apa, ruangan enggak ada masalah maka tuntas dikembalikan lagi ke posisi semula,” kata Hari.

Burhanuddin memastikan, kebakaran tidak akan menghalangi pihaknya menggarap kasus-kasus yang ada saat ini. Malahan, menurutnya, Kejagung akan segera merilis kasus baru yang akan diungkap ke publik. ″Semua tidak akan memengaruhi tekad kami untuk penegakan hukum pemberantasan korupsi. Tunggulah langkah kami dalam waktu dekat ini,″ Burhanuddin menegaskan.

***

Tim gabungan Polri, yang terdiri Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, Pusat Laboratorium Forensik (Labfor), Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, telah menggelar olah tempat kejadian perkara (TKP) kebakaran di gedung Kejagung, Senin lalu. Dari hasil olah TKP itu, tim Puslabfor mengambil sampel abu dari reruntuhan gedung yang terbakar. Barang bukti ini akan diteliti untuk mengungkap penyebab kebakaran.

Tim gabungan juga telah mengambil sampel di 15 titik lokasi gedung tersebut. Olah TKP itu turut didampingi penyidik dan staf Kejagung. "Tentunya sampel ini akan dilakukan penelitian secara mendalam di Laboratorium Forensik," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono kepada wartawan Gatra, Erlina Fury Santika.

Awi melanjutkan, tim telah mengambil sejumlah CCTV di lokasi untuk dianalisis asal mula kobaran api. Namun, ia tak merinci lebih lanjut jumlah CCTV yang diambil tim Labfor. Meski demikian, ada beberapa CCTV yang dibawa, yang diduga sudah tidak bisa berfungsi.

Menurut Awi, tim sudah membawa sejumlah barang yang berpotensi menyebabkan kebakaran seperti saklar dan kabel listrik. "Sampel-sampel yang ada di [lokasi] kebakaran itu yang dicurigai sebagai titik asal api atau barang-barang yang sudah terbakar, ya itu objek pemeriksaan oleh Tim Labfor," ujarnya.

Kepala Pusat Laboratorium Forensik (Labfor) Mabes Polri, Brigjen Polisi Ahmad Haydar, menjelaskan bahwa pihaknya bersama Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) sudah melakukan pengecekan konstruksi bangunan terlebih dahulu. Ahmad Haydar mengaku tak ada kendala dalam proses pemeriksaan ini. Selain memboyong sejumlah barang bukti, pihaknya juga memeriksa 12 saksi. ″Semua kita periksa,″ ujarnya.

Gedung utama Kejagung sendiri, menurut Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata, tidak diasuransikan pemerintah. Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Universitas Indonesia sedang meneliti kekuatan struktur bangunan tersebut.

Dari hasil penelitian itu, Isa mengatakan, pemerintah dapat menentukan apakah gedung tersebut akan direnovasi atau dibangun ulang. Untuk anggaran, kata Isa, akan menggunakan APBN. ″Tapi paling cepat pakai APBN 2021, kalau bisa dimasukkan dalam proses penyusunan RAPBN 2021,″ ujar Isa dalam konferensi vrtual.

Pakar konstruksi Universitas Pelita Harapan, Prof. Manlian Ronald. A. Simanjuntak, mengatakan bahwa kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung merupakan kegagalan yang sangat fatal dalam sistem keselamatan bangunan gedung. Kebakaran yang terjadi, katanya, merupakan kegagalan sistem keselamatan kawasan dalam merespons bahaya kebakaran. ″Bangunan gedung pemerintah, dalam hal ini bangunan gedung Kejaksaan, seharusnya menjadi model yang optimal terhadap bahaya kebakaran,″ katanya.

Manlian mendesak pemerintah untuk memeriksa total seluruh sistem keselamatan kebakaran bangunan gedung yang berumur di atas 40 tahun. Khususnya bangunan gedung milik pemerintah. ″Bangunan gedung Kejaksaan Agung yang diresmikan tahun 1968 apakah memiliki dokumentasi administrasi proyek yang ter-update?″ ujarnya.

Dia juga menilai, kebakaran gedung Kejagung adalah kegagalan sistem proteksi pasif. Menurutnya, salah satu indikatornya karena jilatan api cepat menyebar dari atas ke bawah dan secara horizontal. Menurutnya, arsitektur bangunan gedung Kejaksaan Agung tidak mampu mengarahkan dan mematikan api. ″Sumber air tidak maksimal. Kondisi hidran gedung dan hidran halaman tidak berfungsi maksimal,″ katanya.

Hendry Roris Sianturi

 

-------------g --------------------