Home Laporan Khusus Dari Barak ke Hutan

Dari Barak ke Hutan

Bob Hasan menjadi pengusaha sukses setelah belajar bisnis dari Eropa hingga kalangan militer. Ia pernah mengakuisisi perusahaan asing tanpa uang. 


Mohammad "Bob" Hasan alias The Kian Seng, memahami ilmu bisnis dan ekonomi sejak berusia 19 tahun. Pada 1950-an, Ia mengikuti program Developing Industry for Underdeveloped Countries di Belanda dan Inggris. Namun, Hasan baru benar-benar terjun menjadi pengusaha dua tahun setelahnya.

Pada 1958, bersama Jenderal Sudjono Humardani, Bob Hasan membangun perusahaan bernama Pangeran Line. Perusahaan ini bergerak di transportasi laut dan mengangkut gula ke luar negeri untuk didagangkan.

Tahun 1960, Pangeran Line berubah nama menjadi PT Wasesa Line. Di usia 26 tahun, Hasan telah menjadi pengekspor dan penyumbang devisa hasil ekspor bagi negara. "Sudjono bersama Bob Hasan, bekerja dengan skema bisnis yang beragam," tulis Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam buku terbitan Singapura, Liem Sioe Liong’s Salim Group: The Business Pillar of Suharto’s Indonesia (2014).

Makin kerasan jadi pengusaha, Hasan ingin membangun bisnis sendiri. Tentu butuh modal yang cukup agar bisnis bisa jalan dan berkembang. Untungnya, ia memiliki jaringan yang kuat sejak muda. Hasan lantas mendirikan perusahaan kayu PT Kalimanis Plywood pada 1967.

Dua tahun kemudian, Hasan bersama Georgia Pacific Internasional, mendirikan perusahaan patungan bernama PT Georgia Pacific Indonesia (GPI). Georgia Pacific Internasional merupakan perusahaan kertas dan industri kayu terbesar di Amerika, serta perusahaan kehutanan terbesar kelima di dunia. Langkah berikutnya, Hasan mengakuisisi GPI.

Dalam buku Founding Fathers dan Aku (Gatra Pustaka, 2020), Hasan menceritakan bagaimana ia menjadi pemilik GPI. Perjalanan dari Jakarta menuju Balikpapan pada 1967 menjadi awal kisah. Ia tak menyangka akan satu pesawat dengan Prof. Mohammad Sadli, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang dahulu bernama Komite Teknis untuk Investasi.

Bangku Hasan persis di belakang Sadli. Ketika itu, salah seorang direksi Georgia Pacific Internasional, Grey Evans, juga berada di pesawat yang sama. Hasan menyaksikan, Evans mengeluh ke Sadli karena bisnisnya di Kalimantan Timur sedang tersendat.

Rekanan bisnis Georgia Pacific tidak memberikan dukungan optimal bagi kelangsungan usaha. Akibatnya, operasi Georgia Pacific di Indonesia merugi sekitar satu juta dolar AS setiap tahun. Ketika itu Sadli baru menjadi Kepala BKPM, sehingga perlu menampung persoalan investasi di Indonesia. Sadli mendapat tugas menciptakan negara ramah investasi untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Evans meminta dicarikan orang yang bisa mengawasi operasi pengelolaan hutan dengan baik. Hasan kaget, karena Sadli langsung menunjuk dirinya untuk mengatasi persoalan Georgia Pacific. Padahal, ketika itu bisa dibilang Hasan masih pemain baru di industri kehutanan.

"Kalau memerlukan orang yang bisa memecahkan persoalan, tanya dia tuh yang ada di belakang. Tanya saja Bob Hasan, dia pasti tahu bagaimana menangani permasalahan," kata Sadli kepada Evans.

***

Akhirnya Bob Hasan dan Evans pun berkenalan di pesawat. Setelah itu, mereka mengadakan pertemuan lanjutan setelah tiba di Balikpapan. Grey memaparkan bisnis dan persoalan yang dihadapi Georgia Pacific di Kalimantan Timur. Singkatnya, Hasan mengatakan, dirinya mampu menyelesaikan persoalan Georgia Pacific.

Hasan diundang ke kantor pusat Georgia Pacific di Portland, Oregon, Amerika Serikat. Georgia Pacific sepakat membuat perusahaan patungan (PT GPI) dengan aset konsensi lahan hutan sekitar 350.000 hektare di Kalimantan Timur. Ia mengaku, saat itu tidak punya modal untuk membuat perusahaan patungan. Ia tak malu untuk meminjam modal terlebih dahulu kepada Georgia Pacific.

Nantinya, cicilan modal bisa dipotong dari dividen yang diperoleh PT GPI. Direksi Georgia Pacific menyetujui permintaan Hasan. "Mereka sepakat memberi saham 10 persen di Kalimantan Timur dengan pinjaman berbunga empat persen per tahun," katanya.

Awalnya, Bob Hasan tidak terlibat dalam operasional perusahaan di PT GPI. Georgia Pacific menyerahkan urusan operasional ke 370 manajer asal Filipina dan 50 eksekutif dari AS. Toh, bisnis Georgia Pacific tetap tersendat, bahkan makin anjlok. Pihak Georgia Pacific menyerahkan sepenuhnya operasional perusahaan ke Hasan.

Mendapat kepercayaan lebih, Hasan langsung merombak sumber daya manusia perusahaan. Ia memulangkan 340 dari 370 manajer asal Filipina. Itu yang tersisa, karena memiliki keterampilan khusus. Adapun eksekutif dari Amerika hanya tersisa lima orang saja.

Untuk mencari orang yang biasa bekerja di hutan dan memiliki daya juang tinggi, Hasan mempekerjakan pasukan Resimen Pasukan Khusus Angkatan Darat (RPKAD) yang sudah menjalani masa persiapan pensiun (MPP).

Untuk mencari prajurit MPP, Hasan terbang ke Karang Menjangan, Solo. "Ternyata mereka siap dan antusias untuk menjalankan tugas baru, bekerja di industri kehutanan," katanya.

***

Dengan terobosan Hasan, bisnis GPI makin cemerlang. Sepanjang 1970-an itu, kongsi dagang ini sudah mengekspor 2,2 juta meter kubik gelondongan. Diperkirakan, GPI meraup setidaknya US$156 juta. "Langkah kebijakan yang saya ambil mendapatkan apresiasi dari Kantor Pusat Georgia Pacific," ujarnya.

Ketika Georgia Pacific berencana mengakhiri operasinya di Indonesia, mereka meminta Hasan membeli seluruh saham Georgia Pacific di GPI. Persoalannya, ia tidak memiliki uang untuk membeli GPI. Ia pun mendatangi kantor pusat Georgia Pacific lagi untuk membicarakan rencana pengambilalihan seluruh saham.

Hasan menawarkan ke pimpinan Georgia Pacific, agar pembelian saham dengan cara berutang, lalu dibayar dengan hasil produksi. Pihak Georgia Pacific setuju atas tawarannya. "Saya pun menjadi pengusaha, tanpa harus mengeluarkan uang tunai," ujarnya.

Di tangan Bob Hasan, bisnis PT GPI makin menanjak. Hasan memperluas hak pengelolaan hutan hingga dua juta hektare. Atas kemampuannya yang gemilang di industri perkayuan, ia didapuk menjadi Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Ketua Umum Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo). Di kancah internasional, ia juga menjadi anggota Asosiasi Pengusaha Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan dan anggota kehormatan World Wildlife Fund (WWF).

Pengalaman Bob Hasan menjadi pengusaha telah menginspirasi sprinter nasional, Lalu Muhammad Zohri. Ia mengatakan, dirinya akan menjadi pengusaha sukses. "Menjadi pengusaha seperti Pak Bob Hasan," ucapnya sambil mengenang mendiang Bob Hasan.


Hendry Roris Sianturi