
Depok, gatra.net - Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendais) Kementerian Agama (Kemenag), Kamaruddin Amin, menyatakan bahwa materi khilafah tidak akan dihapus dalam buku pendidikan agama karena ini merupakan fakta sejarah.
"Terkait khilafah dan perang. Tentang khilafah itu akan masih ada dalum buku kita, tetap dalam sejarah. Jadi khilfah itu fakta sejarah yang ada dalam Islam," kata Kamaruddin di Depok, Jawa Barat, Senin (2/12).
Hanya saja, lanjut Kamaruddin, materi dalam buku pelajaran agama Islam yang sedang direvisi tersebut akan diberikan perspektif yang lebih produktif dan sistem khilafah ini tidak cocok dengan konteks Indonesia saat ini.
"Akan diberikan perspektif yang lebih produktif. Memang pernah terjadi pada Khulafaur Rasyidin sampai runtuhnya Turki Usmani itu khilafah, tetapi tidak lagi cocok dengan zaman dan konteksnya," ujar Kamaruddin.
Untuk konteks Indonesia, khilafah itu tidak realistis karena Indonesia sebagai negara dan bangsa sudah mempunyai konstitusi hasil kesepakatan para pendiri bangsa.
"Atas nama agama, kita wajib membela konstitusi itu. Akan disampaikan ayat-ayatnya, hadist-hadistnya mengapa kita harus menghormati konstitusi. Nabi dulu di Madinah, bangun intensitas politik kemudian lahir Piagam Madinah. Nabi sangat hargai konstitusi ini," katanya.
Begitupun soal perang. Nabi Muhamad SAW menerapkan aturan yang ketat dan sangat menghargai hak asasi manusia (HAM) hingga alam. Aturan tersebut di antaranya tidak boleh membunuh anak-anak dan perempuan serta larangan menebang pohon.
"Kita berharap buku agama ini bisa melahirkan kompetensi yang damai, humanis, dan seterusnya," kata Kamaruddin.
Ia menjelaskan, Ditjen Pendais Kemenag saat ini sedang mervisi 155 buku pelajaran agama berbagai tingkat pendidikan. Menurutnya, revisi dari 155 buku ini tidak semuanya soal pencegahan radikalisme atau deradikalisme.
"Ini karena isu yang menggelinding itu soal radikalisme seakan-akan penulisan buku agama yang 155 ini semuanya terkait radikalisme. Jadi seakan-akan 155 yang ditulis untuk deradikalisasi. Padahal tidak semuanya begitu," katanya.
Kamaruddin menjelaskan, anggapan tersebut muncul karena saat ini tengah menggelinding isu soal radikalisme. Padahal, revisi sebanyak 155 buku agama ini sudah dilakukan sebelum isu ini muncul.
"Penulisan buku agama ini kita sudah merencanakan beberapa waktu yang lalu. Tujuannya tentu buku agama ini merespons perkembangan zaman. Buku agama ini ingin membangun sumber daya manusia yang kompetitif dan kritis," ujarnya.
Pendidikan agama itu tidak hanya untuk mencetak anak-anak bangsa religius tapi juga nasionalis. Pelajaran agama di sekolah untuk melahirkan kompetensi perilaku keagamaan yang moderat.
"Dengan belajar agama, anak-anak lebih moderat, humanis, menghargai perbedaan, dan juga cinta Tanah Air," ujar Kamaruddin.
Adapun orientasi buku pelajaran agama Islam yang bakal disusun kali ini, berbeda dari buku-buku sebelumnya yang lebih menekankan pada kognitif, hapalan, dan pengetahuan. Buku-buku mendatang menekankan pada pengamalan dari pembelajaran agama.
"Jadi bukan agama menjadikan tahu agamanya, tapi pada praktik anak-anak memberlakukan nilai-nilai menjadi religius untuk membentuk karakter regilius dan nasionalis. Jadi konten bukunya harus mengarah ke situ," katanya.