Home Gaya Hidup Pakar Komunikasi UNRI: Teknologi AI Membantu, Tapi Bisa Pula Jadi Sumber Malapetaka

Pakar Komunikasi UNRI: Teknologi AI Membantu, Tapi Bisa Pula Jadi Sumber Malapetaka

Jakarta, gatra.net - Pakar komunikasi pembangunan Universitas Riau, Ridar Hendri, mewanti-wanti para jurnalis siber untuk hati-hati memakai teknologi kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI) saat menjalankan tugas-tugas jurnalistik.

Sebab di satu sisi, teknologi AI memudahakan pekerjaan jurnalis, tapi di sisi lain, bisa pula menjadi sumber malapetaka.

"Teknologi AI memang bisa membantu wartawan dalam hal otomatisasi penulisan berita, analisis data, prediksi, pemantauan media sosial, pencaharian informasi dan fakta. Tapi apapun itu, kemampuan teknologi ini juga terbatas. Dia hanya mampu meredefinisi sesuatu berdasarkan jutaan data yang tersimpan di big data. Di sinilah potensi malapetaka itu," katanya saat menjadi pembicara dalam dialog nasional bertajuk "Transformasi Jurnalis di Era Digitalisasi", dua hari lalu.

Helat yang digelar di Jakarta dalam rangka HUT ke-2 organisasi Pro Jurnalismedia Siber itu, juga dihadiri oleh Prof Dr Widodo Muktiyo, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

"Sebab kalau kemudian data yang dijadikan dasar oleh sistem AI tadi ternyata salah, maka karya jurnalistik yang dibuat wartawan, tentu akan salah juga," kata doktor komunikasi pembangunan lulusan Universiti Selangor Malaysia itu.

Saat ini kata Ridar, telah muncul kekhawatirkan di dunia jurnalistik terkait arti sebuah kebenaran. "Sebab kita berada pada era post-truth (pasca kebenaran), dunia dimana masyarakat sulit membedakan mana yang benar, mana yang salah," wajah lelaki ini nampak serius memandangi orang-orang di depannya.

Di era ini, informasi-informasi hoaks yang banyak bersileweran di sistem online, secara otomatis akan tersimpan dalam big data.

"Nah, kalau suatu saat seorang jurnalis memakai AI untuk memperoleh suatu data dan ternyata data yang diberikan big data adalah data yang salah tadi, malapetaka lah yang ada. Bahaya," ujar Staf Khusus Bidang Komunikasi Rektor/Warek Universitas Riau ini.

Yang membikin miris kata Ridar, ekosistem media sekarang lebih menghargai berita sederhana namun populer, ketimbang berita serius/investigasi tapi tidak viral.

Lantaran itulah Ridar berharap, pengelola media musti punya strategi dalam menyiapkan para jurnalisnya. Diantaranya melalui program pendidikan dan pelatihan, kolaborasi dan adaptasi jurnalis dengan mesin (robot) AI itu sendiri.

"Ini harus dilakukan. Meskipun cerdas, robot AI tetap saja tidak punya jiwa dan tak mengerti etika. Hanya jurnalis lah yang bisa menjaga prinsip-prinsip etika itu dalam tugas-tugas jurnalistiknya" lelaki ini mengingatkan.

Bagi Prof Widodo, media siber adalah bagian penting dalam perkembangan dunia pers. Sebab media semacam ini mampu menghadirkan informasi terbaru, cepat dan punya cakupan luas.

"Seorang wartawan harus mampu bertransformasi dari sistem jurnalistik konvensional ke digital. Harus bisa memanfaatkan peluang, menjawab berbagai tantangan, mampu menghasilkan produk jurnalistik yang kreatif dan inovatif," dia berharap.


Abdul Aziz

78