
Makkah, gatra.net- Jemaah petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) Kementerian Agama Republik Indonesia daerah kerja (daker) Madinah tiba di Makkah dan mendarat di Bandara King Abdul Azis, Jeddah, 08/5. Jemaah langsung berihram untuk melaksanakan umrah dengan miqat Bandara King Abdul Azis, Jeddah.
Sampai Masjidil Haram, nampak jamaah penuh sesak melaksanakan ibadah umrah. Masjidil Haram penuh karena telah memasuki bulan-bulan haji, Syawal, Zulkaidah, hingga Zulhijah. Haji ibadah kolosal terbesar di dunia yang berporos di Ka’bah ini telah berlangsung ribuan tahun. Bahkan sejak pra Islam. Sehingga mengundang iri para penguasa di Timur-Tengah.
Salah satunya Abrahah al Ashram, penguasa Yaman. Dia membangun rumah ibadah tandingan untuk menarik jemaah dari Makkah berupa sebuah katedral di San'aa, dinamai al-Qullays untuk menghormati Negus (Raja) dari Axum. Ia mendapatkan ketenaran yang luas, bahkan mendapat perhatian dari Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur).
Abrahah berusaha keras mengalihkan ziarah orang-orang Arab dari Ka'bah ke al-Qullays, yang secara efektif mengubah mereka menjadi Kristen. Ibnu Ishaq meriwayatkan Abrahah mengirim utusan bernama Muhammad ibn Khuza'i ke Makkah dan Tihamah (Jazirah Arabia yang terbentang di sepanjang pesisir Laut Merah) dengan pesan bahwa al-Qullays jauh lebih baik daripada rumah ibadah lainnya dan lebih suci, karena tidak dikotori berhala.
Ketika Muhammad ibn Khuza'i sampai ke tanah Kinanah (tempat anak panah), penduduk dataran rendah, mengetahui tujuan kedatangannya, mengirim seorang pria dari Bani Hudhayl bernama Urwa bin Hayyad al-Milasi, yang menembaknya dengan anak panah.
Saudaranya Qays yang bersamanya, melarikan diri ke Abrahah dan memberitahunya. Abrahah murka dan bersumpah akan menyerang suku Kinanah dan menghancurkan Ka'bah. Ibnu Ishaq lebih lanjut menyatakan bahwa salah satu pria suku Quraisy yang marah dengan hal ini, dan pergi ke Sana'a, memasuki gereja pada malam hari dan menajiskannya. Secara luas diasumsikan sebagai buang air besar di dalamnya.
Abrahah menggelar pasukan berbaris menuju Ka'bah dengan pasukan besar, termasuk melibatkan delapan gajah perang. Hanya satu niat, menghancurkan Ka’bah. Ketika berita kemajuan pasukannya datang, suku-suku Arab Quraisy, Kinanah, Khuza'ah, dan Hudhayl bersatu mempertahankan Ka'bah dan kota.
Seorang laki-laki dari Kerajaan Himyarit diutus Abrahah untuk menasihati mereka bahwa Abrahah hanya ingin menghancurkan Ka’bah dan jika mereka melawan maka mereka akan dihancurkan. Abdul Muthalib menyuruh penduduk Mekah untuk mencari perlindungan di perbukitan sementara dia dan beberapa anggota Quraisy tetap berada di dalam Ka'bah.
Abrahah mengundang Abdul-Muttalib untuk bernegosiasi. Ketika Abdul-Muttalib meninggalkan pertemuan, dia terdengar berkata: "Pemilik rumah ini adalah Pembelanya, dan saya yakin Dia akan menyelamatkannya dari serangan musuh dan tidak akan mencemarkan nama baik para pelayan rumahNya."
Abrahah akhirnya menyerang Makkah. Angin bertiup meliuk-liuk di Lembah Muhassir, Mina, 13 kilometer dari Makkah. Angin itu membawa debu-debu gurun memapar rombongan pasukan berkuda dan gajah menuju Makkah Al Mukaromah yang sudah kosong ditinggal penduduknya mengungsi ke gunung-gunung. Tujuan mereka hanya satu menghancurkan Ka'bah.
Cuaca bulan Februari sangat bersahabat. Suhu siang hari hanya berkisar 29 derajat Celsius. Sejuk untuk ukuran suhu di padang gurun yang biasanya tajam menikam. Namun, tiba-tiba gajah perang Afrika yang diberi nama Mahmud itu mogok tidak mau melanjutkan perjalan menuju Makkah yang sudah di depan mata. Aksi mogok itu diikuti 7 gajah lainnya.
Anehnya, jika mereka dihadapkan menjauhi Makkah, mereka mau berjalan. Dan kembali mogok saat dihela menuju Makkah. Ketika dipaksa, gajah-gajah perkasa itu tak bergeming. Gajah itu selalu mundur dan tampak ingin kembali ke arah Yaman. Raja Abrahah al Ashram, raja muda kerajaan Aksum yang memerintah Yaman dan sebagian besar wilayah Arab Saudi modern, dan pasukannya kebingungan.
Di tengah kepanikan mereka, tetiba terjadi hujan batu. Batu itu tidak sekedar dijatuhkan, namun telah memiliki kecepatan awal yang tinggi sebelum menghajar pasukan Abrahah. Hal itu dibuktikan dengan batu yang terbakar ketika membelah atmosfer. Kecepatan sijjil diduga kuat sama dengan dengan kecepatan meteor 25.000 – 40.000 kilometer per jam yang membuatnya terbakar seperti batu dari neraka.
Bandingkan dengan kecepatan peluru tercepat dengan 1,3 kilometer per detik atau 4.680 kilometer per jam. Jadi kecepatan sijjil 5 – 8 kecepatan peluru. Jadi siijil adalah batu yang ditembakkan, bukan sekedar dijatuhkan di mana kecepatannya hanya mengandalkan gerak jatuh bebas akibat tarikan gravitasi Bumi. Sebagai gambaran, kelapa dengan ketinggian 5 meter ketika jatuh kecepatan saat menyentuh tanah hanya 10 meter per detik atau 36 kilometer per jam.
Jika sijjil dijatuhkan dari ketinggian 500 meter kecepatan akhirnya hanya 100 m per detik atau 360 kilometer per jam. Daya hajarnya tidak terlalu parah. Sedangkan Alquran melukiskan pasukan Abrahah berantakan seperti daun dimakan ulat. Jadi kejadian pada Februari 570 M itu menunjukkan pasukan Abrahah telah ditembaki dengan batu membara ultra cepat hingga tercabik-cabik. Kejadian itu di lembah Al Muhassir, Mina, 13 kilometer dari Kota Makkah.