
Gaza, gatra.net - Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahia diserang tentara Israel. Sedikitnya 12 orang tewas dalam serangan terhadap fasilitas kesehatan itu sejak awal pekan ini.
Sebelumnya Israel menyerang RS Al-Shifa setelah pengepungan dan pengeboman berhari-hari. Tudingan Israel bahwa RS terbesar di Gaza itu menjadi markas besar Hamas sejauh ini belum terbukti. Padahal RS itu sudah dikosongkan paksa. Dokter dan pasien diusir dengan todongan senjata untuk meninggalkan fasiltias itu.
Selama enam minggu perang di Gaza, serangan Israel benar-benar tidak pandang bulu. Bukan hanya rumah sakit, tapi juga kamp pengungsi, sekolah-sekolah, masjid hinggga gereja-gereja. Sedikitnya 21 dari 35 fasilitas kesehatan di Gaza termasuk rumah sakit kanker benar-benar lumpuh dan tidak berfungsi. Sisanya dalam kondisi rusak parah dan nyaris kehabisan stok obat-obatan. Dan seperti RS Al-Shifa, rumah-sakit di Gaza menjadi tempat perlindungan ribuan orang Palestina yang terusir dari rumahnya akibat serangan Israel. Rumah sakit juga masih harus merawat pasien-pasien yang setiap hari seperti air bah masuk untuk dirawat ditengah-tengah embargo air, listrik dan obat-obatan yang diterapkan Israel.
Jumat pekan lalu, militer Israel memperluas serangannya terhadap rumah sakit. Bukan di Gaza, tapi di Tepi Barat. Kendaraan lapis baja mengepung empat rumah sakit. Rumah sakit Ibn Sina, salah satu yang terbesar di Tepi Barat sudah diserbu. Sebelumnya di awal November, militer Israel menyerbu dan menahan pasien serta penunggunya di RS Jerusalem Timur.
Jadi kenapa Israel mengincar rumah sakit-rumah sakit Palestina? Tindakan yang justru melahirkan kritik keras dari organisasi-organisasi HAM dunia sebagai kejahatan perang.
Baca juga: RS Indonesia di Gaza Diserang Israel: Staf MER-C Tewas, Pemerintah Diminta Bertindak
Secara resmi alasan Israel menyerang rumah sakit menarget fasilitas kesehatan karena menjadi tempat perlindungan pejuang Hamas atau infrastrukturnya. Tudingan yang selalu dibantah manajemen rumah sakit dan Hamas.
Omar Rahman pengamat dari Middle East on Global Affairs yang berbasis di Doha, serangan terhadap rumah sakit menjadi bagian perang psikologis. "Serangan terhadap rumah sakit memberi pesan kepada rakyat Palestina bahwa tidak ada tempat aman buat mereka," katanya sambil mengatakan tindakan israel dengan 'impunitas total'.
Tahanai Mustafa analis senior di International Crisis Group mengatakan bahwa tindakan membuat orang-orang Palestina merasa tidak aman di semua fasilitas dai jaluar Gaza semata-mata untuk meredam aneka bentuk perlawanan.
"Ini bagian dari pola pelecehan terhadap staf medis dan layanan medis, di mana Israel menunjukkan kepada orang Palestina bahwa tidak ada yang aman dan tidak ada ruang yang aman," kata Mustafa kepada Al Jazeera.
"Ini adalah upaya sistematis untuk mengintimidasi populasi lokal dan menggoyahkan tekad mereka untuk melawan," tambahnya.
Sepanjang perang, militer Israel menargetkan sejumlah ambulan dan fasilitas medis di Tepi Barat dan Gaza dengan alasan para pejuang Hamas menggunakan fasilitas itu untuk berlindung dan beroperasi. Namun sejauh ini Israel tidak bisa memberikan bukti tuduhan itu. Israel menyerang rumah sakit karena bisa melenggang tanpa hukuman, kata Trita Parsi, wakil presiden eksekutif di Quincy Institute for Responsible Statecraft yang berbasis di Washington.
Baca juga: RS Indonesia di Gaza Jadi Sasaran Bom, MER-C Sebut Anggarkan Logistik Sekitar 10 Milliar
“Satu-satunya pengawasan dan batasan yang penting adalah yang datang dari Amerika Serikat,” kata Parsi kepada Al Jazeera.
“Perhitungan Israel adalah bahwa kemarahan internasional tidak menjadi masalah selama Amerika Serikat menolak membatasi tindakan Israel,” tambahnya.
Tanpa tekanan dari Amerika Serikat, ditambah pemerintahan sayap kanan yang paling eksrim -bahkan dalam sejarah Israel- negara itu mengambil kesempatan untuk melakukan banyak hal yang tidak dapat mereka lakukan," terang Parsi.
Namun, seiring dengan berlanjutnya perang, AS mungkin terpaksa mendesak sekutunya untuk mengurangi keganasan serangannya, seiring dengan menurunnya citra AS di seluruh dunia.
“Kedudukan dan kredibilitas AS di dunia anjlok akibat lampu hijau bagi tindakan Israel semacam ini,” kata Parsi.
“Mungkin saja hal ini tidak akan berlanjut lebih lama lagi, karena kerugian yang ditimbulkan oleh hal ini terhadap Amerika Serikat tidak dapat ditoleransi.”