
Jakarta, gatra.net - PT RMK Energy Tbk (RMKE) mengungkapkan, saat ini perseroan tengah fokus menyelesaikan permasalahan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait dugaan pencemaran udara yang dilakukan oleh emiten penyedia jasa logistik batu bara itu.
Seperti diketahui, KLHK sekitar akhir September 2023 lalu, telah memberikan sanksi adminitrasi berupa menyetop kegiatan bongkar muat atau penyetokan batu bara di PT RMK Energy (RMKE) yang berlokasi di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Dengan demikian, Direktur Keuangan RMKE Vincent Saputra mengatakan, hal tersebut membuat membuat kegiatan operasional perseroan mengalami kendala. Hal itu sejalan dengan pendapatan perseroan yang turun sebesar 3,4% secara tahunan (yoy) menjadi Rp1,8 triliun pada kuartal III-2023, di mana pendapatan pada periode yang sama tahun 2022 sebesar Rp1,90 triliun.
“Tantangan utama kita bukan di normalisasi (harga batu bara) tetapi untuk menyelesikan sanksi adminitrasi sehingga operasional kami menjadi normal,” kata Vincent dalam konferensi pers public expose Q3-2023, Kamis (2/11).
Menurut Vincent, jumlah bongkaran kereta dan muatan tongkang RMKE hingga September 2023 masing-masing telah mencapai 9,2 juta MT dan 6,2 juta MT. Menurutnya, sekitar 150 ribu batu bara dari tambang RMKE saat ini tertahan di Pelabuhan akibat sanksi dari KLHK.
“Sehingga cukup banyak batu bara kami yang tertahan di pelabuhan. Begitu persyaratat sanksi adminitrasi ini bisa terselesaikan. Batu bara bisa keluar dan akan menjadi pemasukan di kami. Termasuk batu bara dari tambang kami sekitar 150 ribu di pelabuhan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Vincent menjelaskan, perseroan akan menyelesaikan perkara tersebut dalam waktu dekat. Setelah itu, pihaknya dapat fokus mengejar target pendapatan perseroan di 2023 yaitu sebesar Rp3,2 triliun.
“Begitu terleselaikan harapannya target kita Rp3,2 triliun itu bisa tercapai di tahun ini,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) Gakkum KLHK melakukan penghentian dan menyegel kegiatan PT RMK-E di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Penyegelan dan Penghentian kegiatan ini atas pelanggaran terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Direktur Jenderal Gakkum, KLHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan bahwa penghentian aktivitas PT RMK-E ini merupakan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat terkait dugaan pencemaran udara akibat kegiatan stockpile batubara. Langkah pengenaan sanksi administratif inidilakukan untuk melindungi hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. PT RMK- E merupakan perusahaan yang bergerak di bidang stockpile batu bara.
Berdasarkan hasil pengawasan lapangan dan hasil pengukuran kualitas udara, kegiatan PT RMK-E melebihi baku mutu udara ambien untuk parameter Total Suspended Particulate (TSP), PM10 dan PM 2.5. Serta ketidaksesuaian dan pelanggaran terhadap perizinan lingkungan. Hal ini tentu merugikan lingkungan hidup dan masyarakat di sekitar kegiatan.
“Oleh karenanya, untuk melindungi hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, kami menindak tegas dengan menghentikan sementara kegiatan perusahaan melalui Sanksi Administratif berupa Paksaan Pemerintah No. SK.9253/MENLHK- PHLHK/PPSALHK/GKM.0/9/2023. Perusahaan diwajibkan menghentikan sementara usaha dan/atau kegiatan dan memperbaiki upaya pengelolaan lingkungannya,” tulis Rasio dalam keterangan resmi pada (27/9).
Klarifikasi RMKE
Pada 11 Oktober 2023 lalu, Vincent, menjelaskan Perseroan telah menerima Salinan Keputusan KLHK tentang Penerapan Sanksi Administratif Kepada RMKE, berupa 17 rekomendasi yang perlu di laksanakan Perseroan.
Adapun rekomendasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan penerapan GCG dengan tujuan menjamin keberlangsungan usaha, Perseroan dengan itikad baik akan memenuhi semua rekomendasi tersebut.
“Perseroan telah memenuhi 16 rekomendasi dan dalam proses finalisasi pemenuhan rekomendasi terakhir untuk melengkapi semua rekomendasi dari KLHK,” jelasnya.