Home Hukum Muhammadiyah Duga Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK untuk Jegal Satu Capres

Muhammadiyah Duga Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK untuk Jegal Satu Capres

Yogyakarta, gatra.net – Meski belum menyimpulkan secara resmi, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menduga munculnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK sebagai upaya menjegal salah satu capres.

PP Muhammadiyah menyatakan, putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 seharusnya berlaku untuk pimpinan KPK terpilih berikutnya, bukan pimpinan periode saat ini yang sudah dibatasi empat tahun sejak 2019.

Dugaan adanya muatan politis dalam keputusan itu disampaikan Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo dalam jumpa pers, Selasa (13/6) sore, di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam kajiannya, Trisna menyebut munculnya keputusan MK sebelum berakhirnya masa jabatan pimpinan KPK pada Oktober tahun ini dan di tengah terbentuknya panitia seleksi (pansel) patut dipertanyakan.

“Ada apa? Kita tahu ini menjelang tahun politik dan ada kontestasi pilpres yang semakin memanas,” ucapnya.

Trisna memaparkan keputusan ini dinilai sebagai upaya untuk masuk ke wilayah-wilayah hukum yang dihadapi oleh salah satu bakal capres. Perpanjangan masa jabatan KPK diduga kuat akan menjadi alat untuk menghentikan satu nama capres.

“Kasus Formula E yang sedang dicari alat buktinya oleh KPK apakah berkaitan dengan itu apa tidak? Kita masih meraba-raba dan bisa saja kemungkinan itu akan terjadi,” tegasnya.

Terlebih lagi, pendaftaran bakal capres-cawapres untuk Pilpres 2024 ke KPU berlangsung pada Oktober 2023. Ini bertepatan dengan berakhirnya masa kepemimpinan KPK di bawah Ketua Firli Bahuri.

Apalagi dengan kehadiran pansel, calon pimpinan KPK akan disibukkan dengan proses seleksi, sehingga tidak berkonsentrasi pada persoalan hukum yang menjerat capres.

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Wakil Ketua III Majelis Hukum dan HAM Rahmat Muhajir Nugroho, PP Muhammadiyah meminta Majelis Kehormatan MK menyidangkan pelanggaran etik karena sebagian besar hakim konstitusi telah melanggar prinsip integritas hakim dengan mengubah cara berpikir hukum untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.

“Kami meminta kepada Majelis Kehormatan MK untuk terus mengawasi MK sebab peradilan konstitusional merupakan tempat perlindungan hak konstitusional warga negara, bukan untuk segelintir orang,” ucapnya.

Apabila presiden tidak melaksanakan proses seleksi pimpinan KPK maka terbuka ruang perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK ini digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Totok Dwi Diantoro menyatakan alasan perpanjangan pimpinan KPK yang disamakan dengan pimpinan lembaga negara lain sebagai alasan yang tidak masuk akal.

“Apakah harus disamakan dengan dengan pimpinan OJK atau KY, itu tidak sesuai. Ada lembaga negara seperti KPI yang masa jabatannya saja hanya tiga tahun. Pukat menegaskan putusan MK tidak bisa dijadikan landasan periode perpanjangan,” ucapnya.

105