Home Gaya Hidup Nyala Api Yoes, Reproduksi Relief Candi dalam Gaya Kekinian

Nyala Api Yoes, Reproduksi Relief Candi dalam Gaya Kekinian

Bantul, gatra.net – Membawa misi mengenalkan kekayaan leluhur yang tertuang dalam berbagai relief yang terpahat di candi-candi kepada generasi muda, seniman Yoes Wibowo menghadirkan berbagai lukisan yang dibalut nuansa kekinian dalam pameran tunggalnya bertajuk ‘Nyala Api’.

Dibuka Jumat (9/6) sore, seniman asal Sidoarjo, Jawa Timur, ini memamerkan 16 lukisannya di Jiwa Gallery, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pameran akan berlangsung hingga 2 Juli.

“Ada pengalaman visual selama saya mensketsa berbagai relief candi-candi yang ada di Jawa Timur sejak 2013. Relief ini ternyata sebuah pesan masa lampau yang harus disampaikan berulang-ulang dari generasi ke generasi selanjutnya,” jelasnya.

Dari pengamatannya, relief yang terpahat pada dinding batu candi menyembunyikan cerita atau kisah yang diambil dari kitab-kitab suci dan karya sastra. Ini adalah kekayaan kebudayaan yang harus diketahui generasi muda dan dunia.

Mengambil tema ‘Nyala Api’, dalam 16 lukisan yang diproduksi enam bulan lalu, Yoes melakukan reaktualisasi nilai-nilai masa silam sesuai gaya kekinian.

Maka terciptalah karya seperti Surya Garbhagriha atau Garudeya #1, #2, dan #3, Samudramantana, Candrasengkala, Tat Twan Asi, Cakrangga, Durburdi, Viva Vighneswara, atau Sudamala Durga.

Bahkan sosok Ganesha digambarkan Yoes dengan warna ungu yang menghadirkan siluet berbagai simbol yang dipegang empat tangannya.

“Nyala Api tak sekadar mengobarkan lagi cahaya masa lampau yang lampus, tapi juga sekaligus merestorasi segala yang rumpang, yang remang, menjadi karya cemerlang,” tuturnya.

Lewat pameran ini, Yoes ingin menjadi pemantik bagi generasi muda untuk menengok masa silam. Bukan kembali menjadi mundur dalam pemikiran, tapi berupaya menggali lagi kearifan masa lampau yang dibawa oleh generasi sebelumnya melalui relief yang mereka tinggalkan.

“Saya membawa relief-relief itu ke masa kini untuk dituangkan lagi menjadi pemikiran, perilaku, tuntunan, atau kebijaksanaan yang mengawal perjalanan generasi ke masa depan dengan lebih baik. Semoga karya ini menjadi penghubung yang menarik secara visual agar generasi muda lebih bisa menerimanya,” katanya.

Sebagai pengulas karya Yoes, dosen arkeologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Andi Putranto, menilai seluruh lukisan di pameran ini menjadi media yang menempatkan berbagai informasi sebagai kekayaan arkeologi masa lalu.

“Berbagai cerita, simbol, sejarah maupun nilai-nilai kebudayan di masa lalu dikoneksikan dengan masa kekinian. Tranformasi ini sangat sulit, karena menempatkan karya seni pahat dalam lukisan di kanvas yang membutuhkan tingkat kedetilan yang berbeda,” jelasnya.

Menurutnya, dalam karya-karya ini, Yoes memadukan warna dari objek utama dan objek-objek lain dalam lukisan. Hal ini menimbulkan kesan menegaskan objek utama sehingga seakan hidup dan sesuai dengan tema besarnya.

”Menariknya, makna dari objek lukisan yang diambil dari relief-relief masih dapat dilihat dengan jelas. Bahkan lebih jelas sekalipun diwujudkan dalam media lukisan,” tegasnya.

87