
Jakarta, gatra.net - Pemerintah tengah menggodok draft Rancangan Undang-Undang Perkoperasian untuk menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi yang dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Para pelaku koperasi pun menyampaikan berbagai aspirasi kepada pemerintah.
Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kopdit Esthi Manunggal, Alexander Daryanto mengatakan, UU Koperasi yang baru diharap bisa mengatasi urusan permodalan koperasi.
Menurut dia, 80 persen modal yang dimiliki KSP Kopdit Esthi Manunggal berasal dari luar lembaga, alias dari anggota koperasi. KSP Kopdit Esthi Manunggal sendiri telah berdiri sejak tahun 2001 dan memiliki anggota sekitar 3.500 orang.
"Saya berharap UU Perkoperasian yang baru mampu mengatur modal dari lembaga, sehingga koperasi semakin kuat. Jadi, kalau ada permasalahan modal, bisa mengatasi dengan baik," ujar Alexander dalam keterangannya, Kamis (1/9).
Baca juga: Koperasi Simpan Pinjam Paling Riskan, Aturannya di RUU Koperasi Didetailkan
Alexander mendorong agar besaran penyertaan modal lembaga koperasi dapat diatur secara jelas dalam Undang-undang Perkoperasian.
Selain itu, dia menyatakan UU Koperasi yang baru diharap juga bisa membenahi tata kelola koperasi yang lebih baik lagi. "Saya meyakini, dengan adanya payung hukum yang baru ini, langkah koperasi semakin mantap dalam perekonomian nasional," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Koperasi Trangsan Manunggal Jaya Suparji menjelaskan, koperasi yang dipimpinnya berdiri pada 2007 di Desa Trangsan, Gatak, Sukaharjo, Jawa Tengah, dan bergerak di sektor produksi dan pemasaran produk furnitur (rotan) orientasi ekspor sangat memerlukan payung hukum yang relevan untuk mendukung bisnis koperasinya.
Baca juga: Raih Penghargaan Lagi, Khofifah Dorong Kembangkan Digitalisasi Koperasi
Melalui UU Perkoperasian, kata Suparji, diharap dapat memudahkan anggota koperasi untuk melakukan ekspansi usaha yang lebih luas lagi. Salah satu yang terpenting adalah kemudahan pembiayaan bagi koperasi sektor riil.
"Agar koperasi dapat kesempatan lebih terkait pembiayaan. Terlebih lagi, produk furnitur kami kami sudah ekspor ke AS, Eropa, Australia, Korsel, Jepang, hingga Uni Emirat Arab. Memang, sudah ada lembaga pembiayaan khusus koperasi, yakni LPDB-KUMKM. Namun, saya merasa sulit mengaksesnya," ungkap Suparji.
Baca juga: Harkopnas, Koperasi Didorong Bermigrasi ke Layanan Berbasis Digital
Lebih lanjut, Suparji menegaskan bahwa koperasi sektor riil lebih memerlukan pembiayaan ringan untuk operasional. Karena itu, koperasi sektor riil, menurut Suparji, harus didukung pembiayaan yang kuat dan murah.
"Harusnya, LPDB-KUMKM datang dan melihat ke lapangan. Sehingga, bisa melihat potensi yang dimiliki koperasi sektor riil. Karena, memang butuh untuk investasi peralatan, produksi, dan lain-lain," sebut Suparji.
Sebagai informasi, saat ini draft Naskah Akademis serta RUU Perkoperasian tengah dalam proses pembahasan di DPR untuk melakukan finalisasi.