
Jakarta, gatra.net – Pasar Modal digadang-gadang akan menjadi suatu parameter perekonomian negara, namun dalam pelaksanaannya perlu dukungan dan kerja sama dari elektabilitas masyarakat.
Selain itu Pasar Modal juga perlu diawasi untuk menjaga integritas pasar di mata investor dan dunia global dengan memastikan pasar terselenggara secara teratur, wajar, efisien.
Untuk menunjang hal tersebut, OJK (Orientasi Jasa Keuangan) hadir guna menjadi amanat dalam melindungi investor di pasar modal, hal itu tercantum di di pasal 4 UU No. 21 Tahun 2011 yaitu OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di SJK terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntablel.
“OJK mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabl serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat” ujar Gustaf Rajagukguk, selaku Deputi Direktur Pengembangan Sistem Informasi Pasar Modal – OJK dalam sesi Journalist Class yang dilaksanakan di Wisma Mulia 2, Jakarta Selatan, Rabu (31/8).
Gustaf menambahkan selain pasal 4, ada juga peraturan pasal lainnya yakni pasal 4 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang didalamnya terdiri dari pembinaan, pengaturan dan pengawasan dilaksanakan Bapepam (OJK) dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien serta selalu melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.
“Per Juli 2022, jumlah investor sendiri berdasarkan pendidikan, SMA menjadi yang paling tinggi dengan 61,79% namun dengan aset 197,47T sedangkan untuk S1 terdiri dari 28,51% dengan aset 628,98T, sedangkan untuk berdasarkan pekerjaan Ibu Rumah Tangga 6,23% Aset: Rp 72,78 T, Pelajar 27,71% Aset: Rp 23,95 T, Pengusaha 14,02% Aset: Rp 354,53 T, Pegawai (Swasta,Negeri, Guru) 32,59% Aset: Rp348,52 T serta Lainnya 19,45% Aset: Rp285,93 T,” katanya.
Sedangkan dari segi gender, lanjut Gustaf masih dimenangkan investor laki-laki dengan 62,91% Rp 833,61 T, sedangkan perempuan 37,09% Rp 263,69 T.
Selain itu, jumlah investor Pasar Modal diketahui hanya sekitar 3,48% dari jumlah penduduk Indonesia dan hanya 4,96% dari jumlah penduduk usia produktif.
“Hal ini dikarenakan sebaran investor masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan belum merata di seluruh Indonesia,” tambah Gustaf.
Ada pula faktor penyebab lainnya seperti rendahnya tingkat literasi dan inklusi investor Pasar Modal yang posisinya jauh di bawah tingkat literasi perbankan. (SNLIK 2019, Tingkat Literasi Perbankan – 36,12% sedangkan Pasar Modal – 4,92%) serta terbatasnya channeling distribution di daerah, dimana saat ini jumlah kantor cabang Perusahaan Efek lebih banyak berada di pulau Jawa, dan belum optimalnya infrastruktur jaringan pemasaran dalam menambah jumlah basis investor domestik.
“Hal ini lah yang akhirnya membuat OJK dalam meningkatkan investor di seluruh Indonesia melakukan beberapa cara seperti melakukan kegiatan sosialisasi, literasi dan edukasi tujuannya agar masyarakat terhindar dari investasi bodong,” kata Gustaf.
“Kita melakukan literasi masif, Mei kemarin kita di Surabaya mengadakan literasi kepada calon investor dan terakhir bulan ini di Manado. Kita juga hadir di kampus guna memberikan edukasi kepada mahasiswa,” tambahnya.
Pihaknya turut hadir di kelompok masyarakat tertentu, seperti ibu-ibu Bhayangkari, Darmawanita dan lainnya dalam memperkenalkankan produk investasi yang legal dan diawasi oleh OJK.