
Jakarta, gatra.net - Beberapa penambang batu bara ilegal diketahui ikut mendistribusikan hasil produksinya ke pembangkit listrik milik pemerintah. Celakanya, hasil tambang yang dikirim ternyata berkualitas rendah.
Kualitas rendahan itu ternyata berdampak pada kesehatan masyarakat. Beberapa penyakit mulai menjangkiti warga, seperti yang terjadi di wilayah Sumatera Selatan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan, ada sejumlah tambang penghasil batu bara berkualitas rendah diduga dikirim ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel I, yang berada di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Akibatnya banyak masyarakat sekitar terkena ISPA (infeksi saluran pernapasan akut).
"Asap PLTU memang mematikan. Ia mengandung sejumlah senyawa beracun yang dapat menimbulkan penyakit. Penyakit asma, infeksi pernapasan akut, dan kanker paru-paru adalah sejumlah di antaranya, senyawa itu mengancam nyawa warga," tulis ICW dalam laporannya beberapa waktu lalu.
Selain udara yang tercemar, sumber pencaharian masyarakat juga terusik dengan keberadaan PLTU. Lahan pertanian yang subur dan laut yang bersih tak lagi mereka temukan. "Ini di antaranya dikarenakan lahan telah beralih menjadi lokasi PLTU dan tumpahan batu bara mencemari air laut. Akibatnya bertani atau memanen ikan tak lagi menjadi pilihan hidup mereka," tulis ICW.
Menanggapi permasalahan tersebut, Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar meminta agar aparat penegak hukum mulai dari Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Kejaksaan Agung, turun tangan. "Semua penegak hukum perlu dikerahkan dan oknum aparat penegak hukum juga harus diproses di peradilan," kata Fickar kepada wartawan, Jumat (29/4).
Menurutnya, semua kejahatan termasuk mafia tambang selain melanggar hukum juga merugikan perekonomian negara. "Karena mereka mengambil hasil tambang tanpa mau membayar pajak dan retribusinya pada negara atau pemerintah," katanya.
Terkait dengan temuan ICW, Fickar menilai setiap hal yang merugikan perekonomian negara harus dibenahi. "Setiap faktor yang menyebabkan kerugian perekonomian nagara, termasuk mafia tambang harus dibenahi dan ditertibkan, sehingga tidak mengganggu terhadap iklim investasi di negara ini," ujarnya.
Sementara Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai jika kasus mafia tambang ini memang secara tradisi sudah terjadi sekian lama di Indonesia.
"Praktik-praktiknya memang banyak mengindikasikan atau seringkali diwarnai dengan pengaruh dari shadow government, kemudian ada praktik-praktik ilegal yang sering kali merugikan bagi masyarakat sekitar dan juga bagi lingkungan," kata dia.
Parahnya, kata Faisal, praktik tersebut seringkali tak hanya melibatkan oknum penegak hukum atau aparat hukum, tetapi juga sampai kepada oknum daripada pemerintah, oknum penguasa yang bekerjasama dengan pemilik modal.
"Shadow government berada di luar pemerintahan, tetapi memiliki pengaruh dari sisi kemampuan modal capital mereka, yaitu menguasai tambang-tambang, terutama yang di daerah-daerah," katanya.
Untuk itu, Faisal pun setuju jika KPK dan Polri harus turun sampai ke praktik mafia tambang. Pasalnya, ia meyakini, banyak dari para mafia tambang yang turut menjadi pemodal agenda politik, bahkan hingga ke tingkat Pemilihan Presiden, sehingga pada akhirnya memiliki pengaruh terhadap kekuasaan.
"Praktik-praktik tersebut sudah secara konsisten harus diberantas di Indonesia," tutup Faisal.