Home Internasional Isi Pertemuan Pengungsi Afghanistan dan Amnesty International di Jakarta

Isi Pertemuan Pengungsi Afghanistan dan Amnesty International di Jakarta

Jakarta, gatra.net - Ratusan pengungsi Afghanistan dan etnis Hazara (keturunan Mongolia) melakukan aksi damai di Taman Monas, Jakarta Pusat, pada Rabu, (19/1/2022), sebelum menyambangi kantor Amnesty International Indonesia di Menteng untuk memohon bantuan kemanusiaan.

Sesampainya di kantor Amnesty, para pengungsi tersebut berkesempatan bertemu langsung dengan Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid. Permintaan paling utama yang dimohonkan oleh pihak pengungsi adalah pemukiman ulang di negara ketiga atau “resettlement”.

“Resettlement” berarti pengungsi ditempatkan di suatu negara ketiga tanpa dipulangkan ke negara asalnya—dalam hal ini Afghanistan—karena dikhawatirkan pengungsi tersebut berpotensi mengalami teror, tuntutan, dan ancaman lainnya dari dalam negerinya sendiri.

Negara-negara yang bisa menerima pengungsi untuk dimukimkan ulang adalah negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, hingga Kanada, yang sudah mengaksesi (menandatangani sekaligus meratifikasi) Konvensi Pengungsi 1951.

Indonesia sendiri tidak termasuk ke dalam golongan negara tersebut lantaran belum mengaksesi konvensi itu. Dalam mengurusi pengungsi dari negara asing, seperti pengungsi Rohingya di Aceh beberapa waktu lalu, Indonesia masih menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri.

Dalam pertemuan dengan Amnesty International, pengungsi Afghanistan menyadari bahwa terdapat tiga opsi yang bisa digunakan untuk menentukan nasib kehidupan mereka, yaitu kembali ke negara asal, integrasi dengan negara Indonesia, atau pemukiman ulang di negara ketiga.

“Kembali ke Afghanistan sudah sangat-sangat tidak mungkin. Integrasi tak bisa menjadi solusi bagi kami. Kami sudah menunggu sepuluh tahun di sini. Berapa lama lagi kami harus menunggu? Itu tak bisa menjadi opsi. Satu-satunya yang kami mau adalah pemukiman kembali di negara ketiga,” kata seorang pengungsi dalam pertemuan dengan Amnesty.

Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) adalah pihak yang paling berwenang untuk melakukan pembicaraan dengan negara-negara yang sudah mengaksesi Konvensi Pengungsi 1951 terkait pemukiman ulang di negara ketiga bagi para pengungsi ini.

Kedatangan pengungsi Afghanistan ke kantor Amnesty adalah untuk mendorong LSM yang berfokus di bidang HAM tersebut agar berkirim surat dan bernegosiasi dengan pihak UNHCR agar badan di bawah naungan PBB itu bisa memberikan pemukiman ulang di negara ketiga.

“Saya hanya ada satu pesan untuk Amnesty International. Take an action! Ada aksinya karena Amnesty International bertanggung jawab soal HAM. Anda bisa bernegosiasi dengan UNHCR,” kata pengungsi perempuan Afghanistan, Rahima.

Bagi pihak pengungsi, sejauh ini UNHCR masih minim aksi. Ketidakjelasan nasib mereka di Indonesia selama lebih dari satu dekade itu juga disebut sebagai akibat dari minimnya upaya UNHCR memberikan “resettlement” bagi para pengungsi itu.

“UNHCR berkewajiban untuk berkomunikasi dengan negara-negara yang bisa menerima pengungsi di seluruh dunia. Sayangnya, mereka belum melakukan pekerjaan mereka dengan baik sejak bertahun-tahun lalu,” keluh Muhammad Yasin Alimi, pengungsi Afghanistan lainnya kepada gatra.net di lokasi aksi damai di Monas.

Tak hanya itu, pihak pengungsi juga meminta Amnesty untuk membentuk sebuah tim khusus untuk melakukan penelitian mengenai dugaan pelanggaran-pelanggaran HAM yang mereka alami di Indonesia sebagai pengungsi sepuluh tahun ke belakang.

Menanggapi semua permohonan bantuan itu, Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan kesiapannya untuk memenuhinya, mulai dari pembentukan tim khusus, riset, hingga upaya bantuan dialog dengan UNHCR terkait pemukiman di negara ketiga.

“Kita akan melakukan penelusuran lebih jauh. Mereka meminta Amnesty untuk membentuk tim. Tadi saya memutuskan untuk membuat tim dan mereka berharap kita melakukan penelitian dan kami akan melakukan penelitian itu. Mereka meminta kami berkirim surat dengan UNHCR, kami akan lakukan itu juga,” tegas Usman ketika ditemui wartawan.

Usman juga berjanji bahwa Amnesty Indonesia akan bekerja sama dengan Amnesty Asia Selatan yang membawahi negara Afghanistan. Menurutnya, Indonesia tak bisa bekerja sendirian karena masih punya urusan serupa di dalam negeri.

Sebelum tiba di kantor Amnesty International di Menteng, kelompok pengungsi Afghanistan ini sempat tertahan selama beberapa jam di Taman Monas. Pasalnya, mereka sempat cekcok dengan pihak Polsek Gambir terkait kesimpangsiuran izin demonstrasi.

Agenda long march dari Taman Monas menuju kantor Amnesty terpaksa batal karena pihak kepolisian menilai bahwa agenda tersebut akan mengganggu ketertiban masyarakat di lalu lintas Jakarta.

Setelah adu mulut dan negosiasi yang alot dengan pihak kepolisian, akhirnya para pengungsi Afghanistan mengalah dan membatalkan long march. Mereka pun berangkat ke Menteng menggunakan sejumlah bus yang disediakan pihak kepolisian untuk menampung seluruh ratusan pengungsi sekaligus pendemo itu.


 

148