
Kyiv, gatra.net - Dengan nasib Ukraina yang dibahas pada pembicaraan Amerika Serikat (AS)-Rusia minggu ini, warga mereka turun ke jalan selama akhir pekan untuk mempertahankan kemerdekaan mereka dan memperjuangkan alasan tambahan yaitu terkait protes di Kazakhstan.
Stasiun berita Al Jazeera melaporkan pada Senin, (10/1) para demonstran di Kyiv dan kota terbesar kedua di Ukraina, Kharkov, pada hari Minggu, (9/01), memegang spanduk bertuliskan "Katakan tidak pada Putin" dan mengibarkan bendera Kazakhstan bersama bendera Ukraina.
Bendera biru dan emas Kazakhstan juga muncul di langit musim dingin Ukraina pada hari Sabtu, (8/1) yang dikibarkan dari drone dalam aksi protes yang diselenggarakan oleh Dronarium, komunitas penggemar kendaraan udara tak berawak yang dikenal dengan pernyataan politiknya.
"Setiap negara memiliki hak untuk melindungi hak sosial ekonomi dan politik mereka melalui protes damai," kata operator pesawat tak berawak Vitaly Shevchuk.
Ia menambahkan bahwa mereka mengutuk kekerasan dalam bentuk apa pun, juga mereka menentang intervensi militer asing di Kazakhstan dengan kedok operasi penjaga perdamaian yang lebih seperti tindakan hukuman.
"Diktator [Putin] ingin membangun kembali Uni Soviet dengan paksa," kata Olga Angelova, yang termasuk di antara para pengunjuk rasa di Kyiv.
"Dia harus dihentikan. Kami orang Ukraina akan melawan penjajah. Kami menyerukan Barat untuk tidak menerima ultimatum Putin," katanya, mengacu pada pembicaraan minggu ini tentang kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina.
Di samping itu, seusai sepekan protes dengan kekerasan yang dimulai karena kenaikan harga bahan bakar dan dengan cepat menyebar ke seluruh negeri, menyebabkan setidaknya 164 orang tewas, 2.000 terluka, dan hampir 6.000 orang ditangkap. Serta, aliansi militer pimpinan Rusia kini telah mengembalikan kendali atas Kazakhstan kepada pemerintah.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan dalam pernyataannya, yakni Collective Security Treaty Organization (CSTO) atau Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif, aliansi beberapa negara bekas Soviet, mengerahkan sekitar 2.500 tentara ke Kazakhstan untuk membantu memadamkan protes. Termasuk pasukan terjun payung Rusia yang menjaga fasilitas vital dan infrastruktur sosial.
Sedangkan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pekan lalu berbicara tentang diplomasi dan de-eskalasi. Tetapi pada hari Minggu, (9/1) mereka mengecilkan harapan akan terobosan dalam pembicaraan. Dan Rusia mengatakan, tidak akan membuat konsesi di bawah tekanan AS.