
Surabaya, gatra.net - Fenomena K-Pop tidak terjadi begitu saja, tetapi dirancang oleh strategi tertentu yang didukung pemerintah. Oleh sebab itu, serbuan K-Pop yang melanda ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, tidak bisa dijelaskan sepenuhnya hanya dengan teori imperialisme budaya.
“Kita jangan cengeng dan merasa menjadi lahan garap budaya-budaya lain, sementara kita sendiri tidak pernah melakukan apa-apa terhadap budaya sendiri. Jadi, momentum ini harusnya menjadi kesadaran kita,” ujar Dr Restu Gunawan, M.Hum selaku Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan.
Simposium Nasional 2021 merupakan salah satu acara yang diadakan BEM Universitas Muhammadiyah Surabaya. Kegiatan Simposium Nasional 2021 yang biasa disingkat SIMNAS ini diadakan pertama kalinya oleh BEM UM Surabaya dengan mengangkat tema “K-Pop, Hiburan atau Imperialisme Budaya?” Simposium Nasional ini diselenggarakan pada 12 Desember 2021 dalam rangka memperingati hari nusantara yang jatuh pada 13 Desember 2021.
Acara tersebut dilaksanakan secara daring dan dihadiri oleh seluruh mahasiswa Indonesia dengan menampilkan Indah Rosidah selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan BEM UM Surabaya sebagai moderator dan menghadirkan narasumber ahli, yaitu Dr Restu Gunawan, M.Hum selaku Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan. Juga hadir Achmad Hidayatullah, S.PD., M.PD selaku mahasiswa Doctoral School of Education University of Szeged di Hongaria.
Acara Simposium Nasional 2021 diawali dengan pembukaan sambutan dari ketua pelaksana, Liona Amalia dan Presbem, Nadief Rahman H. Selanjutnya Dr. Restu Gunawan membagikan materi tentang isu-isu K-Pop yang masuk dan mengancam budaya Indonesia saat ini, perjalanan Indonesia dalam mempertahankan budaya masa lalu hingga saat ini, dan pudarnya kebudayaan Indonesia akibat imperialisme budaya dan masifnya teknologi 4.0.
“Apapun kebudayaan dari luar maupun dari dalam itu kita harus bersanding, kompetisi juga boleh. Tetapi, mau tidak mau, dalam situasi ini kita harus ada persandingan dan pertandingan. Untuk menjadi pertandingan yang menarik, maka kita harus memperkuat kebudayaan kita sendiri,” kata Restu.