
Karanganyar, gatra.net - Upacara adat Mondosiyo dari Pancot, Tawangmangu diusulkan menjadi warisan budaya nasional kategori non benda. Dua obyek lainnya juga diusulkan ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi, yakni tradisi Dhukutan dan Batik Tulis Girilayu.
Ketiga obyek tersebut merupakan warisan nenek moyang dari lereng Gunung Lawu. Pada tradisi Mondosiyo, upacara adat yang bertujuan wujud syukur dan penolak pagebluk itu dihelat tiap tujuh bulan pada Selasa Kliwon. Selain menampilkan seni tradisi reog, warga dapat masuk ke arena perebutan ayam. Di sinilah letak penarik wisatawan yang ingin melihat lebih dekat tradisi Mondosiyo. Sedangkan tradisi Dhukutan di Nglurah Tawangmangu terkenal dengan melempar sesaji mirip tawuran. Sesaji itu berupa hasil bumi. Adapun batik tulis Girilayu di Kecamatan Matesih memiliki nilai seni tinggi. UKM di sekitarnya maju berkat penjualan kain berpola tersebut.
Kasi Cagar Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Karanganyar, Hastutiningdyah Wijayatmi menyampaikan, tradisi Dukutan dan Mondosiyo sudah masuk dalam tahap penilaian lanjutan. Sementara untuk batik Girilayu masih harus memenuhi data awal atau historisnya.
"Di Batik Girilayu itu kurang data tentang jenis batiknya. Sedang disusuk untuk kemudian dikirim ke kementrian," katanya, Jumat (15/10).
Hastuti menyampaikan, 3 warisan budaya yang didaftarkan untuk menjadi warisan budaya non benda memiliki kekhasan masing-masing. Tradisi Dukutan dan Mondosiyo selalu dilaksanakan secara turun temurun sejak jaman dulu hingga saat ini.
"Tradisi Mondosiyo itu menariknya di peserta yang beramai-ramai berusaha memegang ayam. Sedang tradisi Dukutan berisi tawur sedekah bumi. Kalau Batik Girilayu awalnya adalah batik pinggiran pada jaman Kraton Mangkunegaran yang sampai saat ini masih tetap lestari," kata Hastuti.
Hastuti menambahkan, pihaknya sudah mengajukan pendaftaran sejak akhir 2020 lalu dengan mengirimkan dokumentasi tertulis dan visual seperti foto dan video.