.jpg)
Jakarta, gatra.net – Banyak anggapan yang mengungkapkan bahwa panel surya yang digunakan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hanya berfungsi pada siang hari. Sementara pada malam hari, ketika matahari tenggelam, alat itu tak berfungsi lagi.
Peneliti dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Pamela Simamora, mengungkapkan bahwa hal itu benar adanya. “Well, itu benar,” tegas Pamela dalam webinar Net Zero Indonesia by 2045: Roadmap for Clean, Affordable, and Clean Energy pada Selasa, (24/8).
“Oleh karena itu, semakin banyak bermunculan proyek-proyek di seluruh dunia bagaimana penggunaan PLTS itu dikombinasi dengan penggunaan batere. Itu yang kita sebut solar + storage,” lanjut Pamela.
Di Indonesia sendiri, Pamela mencontohkan satu proyek PLTS di Provinsi Lampung dengan kapasitas sebesar 100 Mega Watt (MW). Untuk saat ini, harga jual listriknya masih sekitar US$ 9 sen/kWh.
“Which is masih mahal memang di-compare dengan PLTS biasa, tapi kalau kita terus menggunakan atau membuat proyek-proyek serupa, I think harganya akan terus menurun,” ujar Pamela.
Prediksi tersebut bukan tanpa dasar. Pamela memaparkan contoh yang terjadi di Amerika Serikat. Di negeri Paman Sam tersebut, harga jual listrik solar + storage mengalami penurunan dari waktu ke waktu.
Pada tahun 2018, harga jual listrik solar + storage di AS berkisar di angka US$6,9 sen/kWh. Sementara tiga tahun kemudian, di tahun 2021, harganya turun menjadi berkisar US$2-3 sen/kWh.
“Jadi, ada penurunan harga yang cukup signifikan. Bukan tidak mungkin tren yang sama juga akan datang ke Indonesia,” jelas Pamela.