Home Hukum Robert Urai Kronologi Laporan 75 Pegawai KPK ke Ombudsman

Robert Urai Kronologi Laporan 75 Pegawai KPK ke Ombudsman

Jakarta, gatra.net  – Ikhwal adanya dugaan penyimpangan prosedur dalam proses peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Robert Na Endi Jaweng menguraikan kronologi laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat, dalam hal ini adalah 75 pegawai KPK kepada ORI.

Para pegawai lembaga antirasuah tersebut memberikan kuasanya kepada sejumlah pihak dan lembaga sebagai kuasa hukum yang menyebut dirinya adalah Tim Advokasi Selamatkan KPK.

"Pelapor itu sudah menyampaikan laporan atau pengaduan mereka dan sudah secara langsung juga datang ke Ombudsman, maupun juga mengirimkan dokumen-dokumen yang diperlukan," tuturnya, via Zoom dalam konferensi pers daring bertajuk "Ombudsman RI Sampaikan Hasil Pemeriksaan Aduan Pegawai KPK" pada Rabu (21/7).

Setelah itu, kata Robert, pengaduan atau laporan itu sudah disampaikan kepada para pihak terlapor. Dalam hal ini adalah Ketua KPK, Firli Bahuri, serta Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana.

"Intinya adalah bahwa ini tindaklanjut dari apa, pengaturan, di Undang-Undang 19 Tahun 2019 ya, ini Revisi atas Undang-Undang KPK sebelumnya, yang mengatur salah satu pasal penting di dalamnya adalah soal reposisi, sekali lagi, reposisi kedudukan KPK, yang tadinya merupakan lembaga independen, untuk kemudian menjadi lembaga negara yang berada di bawah rumpun kekuasaan eksekutif," terangnya.

Robert mengatakan, KPK berada di bawah rumpun kekuasaan eksekutif serta terkait dengan organisasi dan tata kelola. Sementara itu, fungsi-fungsi terkait pada proses-proses hukumnya itu tentu saja KPK itu independen.

"Tetapi dalam konteks keorganisasian tata kelola, dia menjadi bagian dan di bawah apa, rumpun kekuasaan eksekutif," sambungnya.

Lanjut Robert, karena KPK sudah menjadi bagian dari rumpun kekuasaan eksekutif, maka tentu personil yang bekerja di dalamnya itu adalah ASN. "Ini, logisnya memang seperti itu," katanya.

Ia menuturkan, setelah Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 dibuat, terjemahan lebih lanjutnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020. PP ini terkait dengan peralihan status, yang tadinya adalah pegawai tetap KPK menjadi pegawai ASN serta diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 itu.

"Dan ternyata dalam Peraturan Pemerintah ini, ini masih juga mendelegasikan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk peraturan KPK atau kita sebut Perkom [Peraturan Komisi]," tambah Robert.

Menurutnya, Perkom ini lah kronologi laporannya yang sudah mulai didiskusikan di internal KPK, dibahas dan sebagainya sejak Agustus tahun 2020. Hingga kemudian disahkan atau diundangkan pada tanggal 27 Januari 2021. 

"Ini kronologi ya dan kemudian setelah pengesahan perundangan Perkom ini, kemudian proses pelaksanaan dilakukan Tes Wawasan Kebangsaan [TWK] atau sebenarnya lebih umumnya adalah asesmen ya. Tidak mana kemudian instrumen yang dipakai adalah TWK dan kemudian penetapan hasil yang kita semua tahu, tanggal 1 Juni kemarin itu sudah apa, dilakukan pelantikan terhadap mereka yang berkategori memenuhi syarat," kata Robert.

Di samping itu, dengan adanya 75 pegawai KPK (pelapor) yang menyampaikan laporannya kepada Ombudsman, mereka berharap agar asesmen TWK dihapuskan sebagai proses alih status pegawai KPK. Serta Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 dapat dibatalkan.

209