.jpg)
Jakarta, gatra.net – Tingkat literasi Indonesia tak pernah luput dari perhatian setiap elemen masyarakat dari waktu ke waktu karena berkaitan langsung dengan kemajuan ilmu pengetahuan bangsa. Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI menjadi salah satu pihak yang memberi perhatian penuh mengenai hal ini dalam peringatan ulang tahunnya yang ke-41 pada tanggal 17 Mei 2021 kemarin.
Dalam webinar bertajuk “Manfaat Layanan Digital Perpustakaan Nasional” yang digelar Selasa, (18/5), Kepala Perpusnas RI, Syarif Bando, memaparkan perbedaan signifikan soal tingkat literasi Indonesia sesaat setelah merdeka pada 17 Agustus 1945 dan masa kini.
Syarif memaparkan bahwa di zaman kemerdekaan, hanya 2% populasi Indonesia bisa membaca. Sementara 98% sisanya dinyatakan buta huruf. Anggaran negara yang dialokasikan untuk memberantas buta aksara pun diklaim minim.
“Bahkan seorang presiden [Soekarno] berjalan kaki untuk mengajari orang membaca dalam rangka pemberantasan buta huruf,” ujar Syarif dalam sambutannya pada webinar tersebut.
Pada zaman tersebut, tingkat literasi dinilai dari berbagai indikator, yaitu kemampuan mengenal huruf, kata, kalimat, serta kemampuan menyatakan pendapat dan hubungan sebab akibat.
Di masa kini, keadaan berbanding jauh terbalik. Syarif menyatakan bahwa 96% rakyat Indonesia sudah bebas dari buta huruf. Sisanya sebanyak 4% masih mengalami buta aksara. Penumpasan buta huruf ini juga didukung oleh anggaran sebesar 20% dari APBN.
Indikator tingkat literasi saat ini pun mengalami perubahan. Terdapat empat tingkat literasi Indonesia masa kini menurut Perpusnas RI. Yang pertama adalah kemampuan seseorang mengakses ilmu pengetahuan melalui buku, baik buku cetak maupun digital, untuk mendapatkan sumber-sumber informasi lengkap dan terpercaya. Informasi tersebut nantinya bisa digunakan dalam upaya pemecahan masalah sosial, ekonomi, hukum, kesehatan, dan lain-lain
Tingkat selanjutnya adalah kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat. Kemudian yang ketiga adalah kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan baru, kreativitas dan inovasi, serta kemampuan menganalisis informasi dan menulis buku. Yang terakhir adalah kemampuan menciptakan barang atau jasa yang bermutu yang bisa dipakai dalam kompetisi global.