
Jakarta, gatra.net - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memastikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bisa digunakan sebagai solusi kurangnya buku-buku yang ada di perpustakaan sekolah. Bahkan, Kemendikbud menganjurkan agar sekolah tak ragu untuk membeli buku bacaan untuk mendukung kegiatan literasi para guru dan siswa.
Hal ini disampaikan guna merespon fakta di lapangan bahwa di beberapa perpustakaan baik daerah maupun perpustakaan satuan pendidikan, masih banyak tidak tersedianya buku-buku dengan topik yang beragam. Padahal, akses buku yang luas merupakan ujung tombak peningkatan literasi di tanah air.
"Sesuai Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 dan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang petunjuk teknis BOS, pada 2020 dan 2021 alokasi untuk pembelian buku teks dan bacaan lainnya dihilangkan. Tidak ada lagi ketentuan alokasi maksimum," kata Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan Kemendikbud, Totok Suprayitno dalam diskusi di Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan 2021 secara daring, Senin (22/3).
Reformasi kebijakan itu pun ditujukan agar pemenuhan kebutuhan buku guru dan siswa bisa dilakukan dalam mendukung kegiatan literasi. Hal ini menjadi penting karena berdasarkan, Hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik 2019, disebutjan hanya sekitar 13,02% penduduk usia lima tahun ke atas yang datang ke perpustakaan.
Bahkan, sambung Totok, dominasi bacaan yang dibaca mereka ketika mengunjungi perpustakaan adalah buku pelajaran (80,83%), selain kitab suci (73,65%). Selain angka kunjungan ke perpustakaan yang rendah, kurangnya ragam bahan bacaan yang dibaca siswa juga berdampak pada rendahnya aktivitas literasi membaca secara nasional.
"Padahal, berkaca pada hasil PISA, siswa yang menghabiskan lebih banyak dalam seminggu untuk membaca sebagai hiburan di waktu luang, memiliki skor lebih tinggi dibanding dengan yang tidak atau kurang senang membaca," tegasnya
Selain itu, Totok juga menyoroti rendahnya kunjungan penduduk usia 5 tahun ke atas terekam dalam survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik 2019. Tercatat, hanya 13,02 persen penduduk usia lima tahun ke atas yang datang ke perpustakaan. Survey itu memotret juga rendahnya kunjungan siswa ke perpustakaan sekolah.
Bukannya jadi gudang ilmu, Totok sedih ketika justru banyak perpustakaan sekolah yang seolah menjadi gudang buku. Tumpukan buku yang kebanyakan buku teks, nyatanya hanya dibaca siswa saat mendapat tugas dari guru. Banyak sekali sekolah yang tidak punya koleksi buku bacaan lain yang memperkaya wawasan dan imajinasi siswa.
"Sejatinya banyak juga sekolah yang perpustakaannya sudah bagus. Tapi yang jarang sekali didatangi jauh lebih banyak. Akibatnya banyak perpustakaan sekolah yang seperti gudang buku. Ini yang harus diubah," pungkansya.