
Yogyakarta, gatra.net - Tim dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) memutuskan mundur dari penelitian uji klinis vaksin sel dendritik SARS-Cov-2 atau vaksin Nusantara, Senin (8/3).
Wakil Dekan FK-KMK UGM Bidang Penelitian dan Pengembangan, Yodi Mahendradhata, mengatakan tim UGM mengundurkan diri karena sejauh ini tidak dilibatkan dalam proses uji klinis, termasuk penyusunan protokol.
"Belum ada keterlibatan sama sekali. Kami baru tahu saat itu muncul di media massa bahwa itu dikembangkan di Semarang kemudian disebutkan dalam pengembangannya melibatkan tim dari UGM," ujar Yodi dalam pernyataan tertulis.
Menurut Yogi, sejumlah peneliti UGM menyatakan bersedia terlibat dalam riset vaksin setelah menerima komunikasi informal terkait rencana pengembangan vaksin di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan. "Setelah itu, tidak terdapat komunikasi lebih lanjut terkait penelitian vaksin tersebut," katanya.
Para peneliti, kata Yogi, tidak mengetahui bahwa Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor HK 01.07/MENKES/11176/2020 yang mencantumkan nama dan posisi mereka di tim tersebut.
"Waktu itu belum ada detail ini vaksinnya seperti apa. Namanya saja kita tidak tahu. Hanya waktu itu diminta untuk membantu, ya kami di UGM jika ada permintaan dari pemerintah seperti itu kami berinisiatif untuk membantu," katanya.
Namun, karena tidak dilibatkan sejak awal termasuk dalam pembahasan protokol uji klinis, para peneliti lantas merasa keberatan. Mereka pun tidak dapat memberi komentar soal vaksin itu beserta proses penelitiannya.
Selama pandemi Covid-19, Yodi menjelaskan, FK-KMK UGM terlibat di sejumlah penelitian, termasuk soal vaksin Merah Putih bersama beberapa kampus di bawah konsorsium yang diinisiasi Kementerian Riset dan Teknologi. FK-KMK UGM juga bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan mengawal dan memantau program vaksinasi.
Berdasarkan pengalaman sejumlah riset itu, Yodi menyatakan, penelitian bersama sejumlah pihak memerlukan komunikasi intens dan koordinasi yang baik sebelum dan selama penelitian.
"Dalam kerja sama penelitian lazimnya seluruh pihak yang terlibat terlebih dahulu mengadakan pertemuan dan koordinasi sebelum penelitian dimulai. Dalam hal ini Kementerian Kesehatan selaku koordinator penelitian diharapkan memberikan sosialisasi dan menjelaskan detail penelitian yang akan dikerjakan," tuturnya.
Menurut Yogi, sebelum riset, Kementerian Kesehatan tak pernah melakukan sosialisasi tahapan penelitian, terutama pada para peneliti yang namanya tercantum di Surat Keputusan Menkes.
"Kami belum pernah menerima surat resmi, protokol, atau apapun. Teman-teman agak keberatan. Kalau disebutkan sebagai tim pengembang kan harus tahu persis yang diteliti apa," imbuhnya.