
Tegal, gatra.net- Belasan ribu nelayan di Pantura Kota Tegal, Jawa Tengah terancam menganggur menyusul kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengkaji kembali aturan penggunaan alat tangkap cantrang dan menunda penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) kapal cantrang. Penundaan ini juga dinilai akan berdampak pada industri pengolahan perikanan.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Riswanto mengatakan, penundaan penerbitan SIPI dan SIUP akan berdampak pada 573 kapal cantrang yang SIPI dan SIUP-nya akan habis pada Februari dan Maret.
"Kalau SIPI dan SIUP-nya tidak terbit, 573 kapal cantrang tidak akan bisa melalut. Otomatis sekitar 14.500 nelayan yang menjadi anak buah kapal (ABK) di kapal cantrang menganggur. Mereka mau kerja apa," kata Riswanto, Senin (1/2).
Selain nelayan yang menggantungkan hidupnya pada kapal cantrang, penundaan SIPI dan SIUP tersebut menurut Riswanto juga akan berdampak pada industri pengolahan ikan. Pasokan ikan dipastikan berkurang karena banyak kapal cantrang yang tidak bisa melaut.
"Di Kota Tegal jumlah industri pengolahan ikan sekitar 49 industri. Selama ini pasokan ikan mereka dari nelayan cantrang," ujarnya.
Riswanto mengatakan, pasokan ikan dari nelayan cantrang mencapai 900 ton dalam sehari. Pasokan itu berasal dari sekitar 30 kapal cantrang yang membongkar tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari.
"Selain untuk menyuplai industri pengolahan ikan di Tegal, ikan tangkapan juga dikirim ke keluar kota bahkan luar pulau. Jadi pasokannya pasti ikut terganggu kalau kapal cantrang tidak melaut. Belum lagi dampak bagi sekitar 5.000 orang yang bekerja di industri pengolahan ikan," sebut Riswanto.
Tak hanya itu, banyaknya kapal cantrang yang menumpuk di pelabuhan karena menunggu terbitnya SIUP dan SIPI juga rawan menimbulkan permasalahan seperti kebakaran atau kerusakan kapal dan terganggunya arus lalu lintas kapal alat tangkap lain yang akan membongkar hasil tangkapan ikan.
"Sekarang ini juga kan sedang pandemi Covid-19, pemerintah inginnya tidak ada kerumunan. Tapi, kalau 14.500-an orang ini menganggur karena SIPI dan SIUP tidak terbit, dikhawatirkan akan menimbulkan kerumunan dan penularan Covid-19," ujar Riswanto.
Terkait anggapan alat tangkap cantrang tidak ramah lingkungan, Riswanto menegaskan sejumlah pihak seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng, DPRD Jateng serta akademisi dari Tim Agro Maritim sudah melakukan kajian terkait alat tangkap cantrang pada 2015 - 2017. Rekomendasi dari kajian itu yakni menyatakan alat cantrang milik nelayan pantura ramah lingkungan asal dibatasi jumlah alat tangkapnya dan diawasi penggunaannya.
Riswanto juga menyebut kekhawatiran nelayan Kepulauan Riau jika wilayah tangkapan mereka terganggu karena adanya kapal cantrang tidak akan terjadi. Sebab sudah ada aturan yang melarang kapal cantrang beraktivitas di 12 mil dari pantai.
Riswanto mengungkapkan, dalam pertemuan dengan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono di kantor KKP pada pertengahan Januari lalu, nelayan cantrang Tegal juga sudah menyepakati aturan operasional kapal cantrang, di antaranya tidak boleh ada kapal cantrang baru, mata jaring kantong harus selebar 2 inci serta berbentuk kotak, nelayan cantrang akan mencari ikan sesuai wilayah tangkapannya, ada pengawasan dari petugas KKP, serta pemberlakukan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP).
"Sekarang, dapat kabar bahwa mereka akan mengkaji kembali, apanya lagi yang mau dikaji padahal kami sudah sepakat dan tidak masalah kalau penggunaan alat tangkap cantrang diatur dan diawasi," tandasnya.