Home Kesehatan Pendidikan dalam Bahaya, 25 Anak SMA Nikah karena Wabah

Pendidikan dalam Bahaya, 25 Anak SMA Nikah karena Wabah

Palembang, gatra.net - Dunia pendidikan khususnya di Sumsel sangat terdampak akibat pandemi COVID-19. Beragam cerita miris pun terjadi di Sumsel akibat terhentinya pembelajaran secara tatap muka sejak April 2020 lalu.

Ahli Mikrobiologi Sumsel, Prof Yuwono menceritakan, sejak pandemi terjadi pembelajaran secara tatap muka pun terpaksa dihentikan hingga saat ini, tentunya membuat dampak negatif bagi para siswa baik Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Dari informasi yang diterimanya, sebanyak 25 siswa di SMA Negeri Sumsel menikah selama pandemi. Kemudian, banyak siswa SMP Negeri di Sumsel lebih memilih untuk tidak melanjutkan sekolah mereka karena keenakan tidak belajar. "Banyak lagi cerita miris yang saya terima. Ini membuat wali murid mereka stress," katanya saat dihubungi, Selasa (5/1).

Menurutnya, hal ini terjadi karena salahnya pemahaman orangtua dan keputusan yang diambil untuk menghentikan pembelajaran secara tatap muka juga salah. Meskipun begitu, keputusan ini masih wajar, mengingat merebaknya COVID-19 pada tahun 2020. Namun, keputusan tersebut sudah hampir satu tahun. Jika tetap dipertahankan maka itu sebuah keegoisan yang tidak beralasan.

Dia pun menjelaskan, COVID-19 memang dapat menular kepada anak-anak, hanya saja tidak fatal karena virus ini menyerang reseptor utama di protein AC2. Protein ini mengendalikan tensi darah dan biasanya gangguan tensi darah bukan terjadi pada anak-anak melainkan orang dewasa. "Itulah alasan kenapa anak-anak yang terjangkit COVID-19 tidak terlalu berat dan umumnya tidak bergejala," terangnya.

Selain itu, kemungkinan menular dan menularkan juga kecil. Karena itu, orangtua jangan terlalu khawatir mengingat sekolah bukan sebuah tempat penularan. Justru di rumah resiko kluster lebih besar.

Meskipun begitu, yang perlu diperhatikan yakni pastikan anak yang masuk sekolah sehat. Seleksinya yakni dites suhu sebelum masuk ke sekolah. Jika, suhu normal maka anak diperbolehkan untuk masuk sekolah. Namun, jika suhu di atas 37,3 Celsius maka harus dipulangkan. "Pengecekan suhu ini dilakukan sebelum cuci tangan. Karena jika sudah menyentuh air maka dikhawatirkan suhu akan berubah dan tidak terdeteksi di termogun," ujarnya.

Kemudian, muatan setiap kelas harus dikurangi maksimal 10 orang dan pelajaran harus disetting tidak membosankan. Seperti contoh, satu jam secara indoor dan satu jam outdoor. Intinya yakni setiap siswa harus dikenakan matahari dan angin karena efektif mematikan virus.

Dia juga menyarankan agar setiap siswa membawa baju ganti dan bekal makanan sendiri. "Jadi jangan takut. Karena, jika tidak sekolah maka yang paling fatal kehilangan afektif dan psikomotorik pada anak yang tentunya dibutuhkan untuk kehidupan mendatang," tutupnya.

431

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR