Home Politik Tantangan Maksimal Bagi Calon Tunggal

Tantangan Maksimal Bagi Calon Tunggal

Enam daerah di Jawa Tengah memunculkan pasangan calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Kondisi ini turut menjadi pertaruhan bagi kandidat yang maju. Apalagi ada gerakan-gerakan edukasi mengenai kotak kosong.

Keenam daerah yang memunculkan kotak kosong, masing-masing Kota Semarang, Kabupaten Grobogan, Sragen, Boyolali, Wonosobo, dan Kebumen. Kecuali Wonosobo, lima daerah lain masih memunculkan para petahana sebagai kandidat.

Sejumlah elemen masyarakat pun turun tangan menggaungkan kotak kosong. Gerakan ini muncul sebagai bagian akumulasi kekecewaan proses dan manuver politik lokal yang hanya memunculkan satu pasangan calon.

Langkah konkret juga mereka lakukan. Mulai membagikan kaos-kaos kepada masyarakat, hingga memasang baliho mengenai keberadaan kotak kosong dalam Pilkada. Relawan gerakan coblos kotak kosong (KoKo) di Kabupaten Sragen salah satunya. Mereka menyasar kaum marginal dalam edukasinya di Pasar Bunder. Sambil menyampaikan hak konstitusi dalam Pilkada itu, mereka membagikan nasi kotak dan atribut lainnya. Pada Pilkada kali ini, hanya terdapat satu pasangan calon bupati-wakil bupati Sragen, yakni Kusdinar Untung Yuni Sokowati-Suroto.

Relawan KoKo Sragen, Jamaludin Hidayat mengatakan para sukarelawan usai mendeklarasikan gerakannya, langsung terjun ke masyarakat. Mereka menyasar kaum marginal di pasar tradisional yang selama ini kurang teredukasi dalam pilkada Sragen. "Jadilah pemilih cerdas. Memilih kolom kosong dibolehkan oleh UU dan konstitusi. Ini yang ingin kami sampaikan dalam edukasi ke masyarakat Sragen," katanya.

Relawan KoKo juga mengkritisi demokrasi di Sragen yang dianggap mati. Sebab, proses pencalonan selain petahana seakan ditutup kesempatannya. "Kami membentuk relawan KoKo atas matinya demokrasi di Sragen," sebutnya.

Sasaran edukasi ke kalangan marginal di Pasar Bunder seperti ke pengayuh becak dan kuli angkut. Bukan tanpa alasan KoKo menyasar mereka dalam sosialisasi coblos kotak kosong. "Abang becak menandai tak berubahnya nasib mereka. Dari awal sampai akhir tetap jadi penarik becak. Tidak naik status jadi kurir transportasi online, meski kepala daerah berganti," katanya.

Gerakannya ini bukan tanpa reaksi. Penolakan datang dari kubu yang kurang sepakat dengan efek gerakan ini. "Masih banyak yang kurang paham. Kalau calon tunggal tahunya yang bakal menang pasti mbak Yuni (Kusdinar Untung Yuni Sukowati). Padahal pemilih boleh memilih kolom kosong," katanya.

Gerakan untuk pemenangan kotak kosong juga muncul di Wonosobo. Aliansi Masyarakat Wonosobo Peduli Demokrasi (AMWPD) yang digawangi oleh Sopingi, seorang tokoh masyarakat Wonosobo, serta Barisan Pejuang Kotak Kosong (Baju Koko) yang digawangi oleh para tokoh ulama, diantaranya Khoirullah Al Mujtaba atau Gus Itab, pengasuh Pondok Pesantren Al-As ariyah, Kalibeber, muncul secara terang-terangan.

Mereka juga menyatakan diri muncul sebagai bentuk gerakan masyarakat atas kekecewaan keberadaan calon tunggal yang dinilai sebagai bentuk arogansi partai politik dalam proses demokrasi di Pilkada.

Penanggung Jawab Baju Koko Wonosobo, Gus Itab mengatakan, “Baju Koko” dibentuk untuk memenangkan kotak kosong sebagai bentuk kekecewaan pengebirian demokrasi di Pilkada Wonosobo. “Calon tunggal adalah bentuk monopoli dan hegemoni partai politik. Sebab rakyat dipaksa untuk memilih satu opsi saja sebagai pemimpinnya,” katanya.

Bila paslon menang, akan terjadi monopoli kekuasaan di Eksekutif dan Legislatif yang menurutnya akan mengarah ke potensi penyelewengan kekuasaan. Sebagai modal pemenangan kotak kosong, dia mengklaim gerakannya didukung dari kalangan santri. sebanyak 90 % dari 180 pesantren di Wonosobo sudah menyatakan dukungannya memenangkan kotak kosong. Muh Slamet

 

130