
Jakarta, gatra.net - Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji mengatakan rencana kenaikan cukai rokok di tahun 2021 akan berdampak pada peredaran rokok ilegal jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) semakin marak.
Menurutnya, pemerintah berencana menetapkan tarif cukai SKM dalam kisaran 13% hingga 20%. Padahal, di tahun 2020 saat ini saja, dengan penetapan tarif cukai setinggi 23% telah berakibat pada minimnya penyerapan tembakau lokal.
“Bagi APTI, SKM adalah salah satu produk yang banyak menyerap tembakau lokal. SKM bisa dikatakan sebagai produk yang padat bahan baku nasional,” katanya di Jakarta, Rabu (26/11).
Seharusnya, lanjut Agus, Menteri Keuangan mengkaji ulang rencana kenaikan tarif cukai rokok tahun 2021. Pasalnya, situasi dan kondisi sentra tembakau di tahun 2019 dan 2020 cukup parah hingga menyebabkan penyerapan industri atas hasil perkebunan tembakau mengalami penurunan signifikan.
“Perekonomian sentra tembakau ambruk karena lemahnya penyerapan industri dan hancurnya harga pembelian oleh industri,” ujarnya.
Agus mengusulkan agar besaran kenaikan cukai produk SKM maksimal hanya berada di kisaran 5% saja. Sehingga, bisa menghindari maraknya peredaran rokok SKM ilegal di pasaran.
Di sisi lain, APTI menyambut positif rencana pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai produk sigaret kretek tangan (SKT). Faktanya, SKT merupakan produk industri padat karya yang melibatkan banyak pekerja. Tidak adanya kenaikan tarif cukai bagi SKT akan membantu produsen untuk mempertahankan tenaga kerja yang ada.
“APTI berharap tarif cukai untuk kedua produk tersebut, yang banyak bernuansa nasional, dipertimbangkan secara matang oleh Pemerintah. Harapan kami, Pemerintah mempertimbangkan kedua produk nasional tersebut agar kenaikan cukai ke depan tidak berdampak pada ambruknya ekonomi masyarakat pertembakauan dan ikutannya,” ungkapnya.