Home Politik Bursa Caketum Partai Ka'bah 

Bursa Caketum Partai Ka'bah 

Mutakmar PPP akan diramaikan sejumlah kandidat ketua umum. Dari Plt, kader muda, hingga Sandiaga Uno. Partai Ka"bah  perlu penyegaran dan muhasabah.


Kota Makassar dipilih Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk menjadi tuan rumah Muktamar IX. Beberapa kandidat mulai ramai digunjingkan. Suharso Monoarfa, yang kini menjabat sebagai Menteri Perencanaan dan Pembangunan Negara, disebut-sebut sebagai calon kuat. Begitu juga dengan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin, yang siap meramaikan bursa calon ketua umum.

Meski masih diramaikan dengan kandidat yang organik, nama seperti Sandiaga Uno, Saifullah Yusuf, dan Khofifah Indar Parawansa juga tetap digadang-gadang, tapi belakangan beberapa nama sudah mengonfirmasi tidak akan maju dalam muktamar.

PPP, sebagai lazimnya partai tua, memiliki basis suprastruktur dan infrastruktur politik yang mengakar. Tapi, sejak dibentuk tahun 1973, tak sekali pun partai ini bisa memenangkan pemilu. Pada era Orde Baru, PPP harus rida untuk selalu finis di posisi kedua.

Di awal reformasi hingga Pemilu 2019 lalu, suara PPP banyak tergerus oleh partai berplatform sama seperti PKB, PAN dan PKS. Bahkan, dari perebutan 575 anggota DPR RI, PPP hanya mampu mengisi 19 kursi di parlemen. Terkurasnya kekuatan politik PPP tentu disebabkan banyak hal, friksi internal antara Romahurmuziy melawan Djan Faridz hingga ketika dua kali ketua umumnya, Suryadharma Ali dan Romahurmuziy, dicokok KPK dan masuk bui.

Sekretaris Jenderal PPP, Arsul Sani, menyebut PPP perlu mengubah manajemen partai. Dan tentunya introspeksi mendalam tentang salah urus kebijakan di waktu lalu. Belum lagi urusan jaringan politik dengan pemilih tradisional PPP yang cukup terbengkalai. "Dan pada saat yang bersamaan juga mengembangkan networking PPP di segmen-segmen pemilih baru, terutama kelompok milenial," ujarnya kepada Muhammad Almer Sidqi dari Gatra pada Minggu, 8 November lalu.

Arsul mafhum bahwa Ketua Umum PPP sudah dua kali terjebak di masalah yang sama: korupsi. Maka, Arsul menekankan pentingnya sikap shiddiq, amanah, fatanah, dan tablig bagi seluruh jajaran DPP PPP nanti, apa lagi sang ketua umum.

Dalam tata tertib muktamar, PPP merancang anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) untuk tidak lagi sebagai partai kader. Maka, ada kemungkinan yang cukup lebar bagi siapa pun untuk berkontestasi.

"Tentu kalau berbicara kritetia ideal, maka sosok Ketum nanti adalah dia yang punya waktu untuk membangun PPP kembali, mampu menciptakan teamwork dan mengembangkan networking PPP, dan melaksanakan fundraising secara benar dan halal," ia menjelaskan.

Meski PPP membutuhkan semangat baru dari sosok-sosok muda, Arsul menekankan perlunya kaderisasi yang matang. Karena itu, dalam kontestasi di muktamar mendatang, Ardul berharap tidak ada orang luar yang ujug-ujug mencalonkan diri menjadi ketum.

"Mereka bisa menjadi apa saja, tetapi tidak langsung menjadi Ketum PPP, karena kalau orang luar langsung menjadi ketum maka sifat PPP sebagai partai kader akan hilang," ujarnya.

Sebagai partai tua, PPP ternyata harus cukup puas dengan capaian satu menteri, satu wamen, satu wantimpres dan dua duta besar. Hal ini, kata Arsul, proposional dengan raihan elektoral pada pemilu. Di parlemen, dengan 19 kursi, PPP memiliki satu Wakil Ketua MPR dan empat wakil ketua komisi/badan di DPR.

"Jadi justru dengan capaian yang turun di pemilu 2019, positioning PPP di DPR dan pemerintahan saat ini meningkat. Insyaallah PPP masih dan akan terus mampu berkompetisi dengan parpol lain sepanjang manajemen perubahan di atas itu dijalankan," ucapnya.

Nama Arsul sebagai orang kedua di posisi puncak PPP juga disebut pantas memimpin. Tapi, dia memutuskan untuk membuang kesempatan ini. Pada posisi sekjen, Arsul ingin memfasilitasi semua kandidat dengan porsi yang adil.

"Kalau semua petinggi kunci maju jadi caketum maka, kemungkinan, muktamarnya akan kurang sehat. Beberapa DPW dan banyak DPC PPP memang meminta saya maju, tetapi tanpa bermaksud mengecewakan mereka, saya telah menyatakan biar tokoh-tokoh lain saja yang maju," kata Asrul.

Selain nama Arsul, ada juga Akhmad Muqowam yang berniat mendeklarasikan diri sebagai calon ketua umum. Ketika dihubungi, Muqowam masih malu-malu untuk menunjukkan keseriusannya. Tapi, ada satu kritik Muqowam pasca-Romahurmuziy masuk bui.

Muqowam berpendapat, pemilihan Suharso Monoarfa sebagai pelaksana tugas ketua umum sebenarnya bermasalah karena sudah lebih dari satu tahun. "Itu sudah menyalahi AD/ART. Posisi saya adalah masih mempertanyakan Plt. (Suharso Monoarfa). Jadi saya kira jangan bicara muktamar dulu," kata Muqowam kepada M. Guruh Nuary dari Gatra.

Bagi Muqowam, posisi pelaksana tugas yang diemban Suharso berimplikasi luas pada PPP. "Dan berimplikasi luas pada keberadaan keputusan-keputusan yang ada di tim penjaringan dan kemarin itu," ujarnya.

Politisi PPP di Jakarta mungkin masih menunggu hitungan politik untuk maju PPP 1. Tapi di Semarang, Taj Yasin sudah selesai berkompromi dan siap maju menggantikan Suharso Monoarfa.

Wakil Gubernur Jawa Tengah yang akrab disapa Gus Yasin ini memang sudah mengumpulkan dukungan dari hampir semua DPC dan kalangan kiai di Jawa Tengah. "Sebagai kader, untuk menyelamatkan partai saya siap," katanya.

Meski meyatakan siap, putra mendiang Kiai Maimoen Zubaer ini mengaku masih perlu pendalaman dan galangan dukungan di luar Jawa Tengah. Dia mengaku, sudah melakukan komunikasi dengan beberapa DPC dan DPW PPP. Dari hasil komunikasi itu, kata Gus Yasin, PPP saat ini membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki basis masa kuat.

Secara terpisah, Wakil Ketua DPW PPP Jawa Tengah, Ngainur Richard, menegaskan bahwa hingga saat ini, pihaknya belum memutuskan untuk memberikan dukungan bagi semua kandidat. "Nama-nama memang sudah ada, tapi keputusan siapa yang akan kita dukung masih menunggu Muswil," ia menambahkan.

***

Dalam Muktamar PPP nanti, beberapa tokoh politik non kader seperti Sandiaga Uno, Khofifah Indar Parawansa hingga Saifullah Yusuf mulai disebut-sebut. Khofifah memang memenangkan Gubernur Jawa Timur dengan dukungan PPP, sementara Saifullah Yusuf lebih dulu bergabung di PDI Perjuangan dan PKB. Sementara Sandiaga dikenal sebagai dewan pembina Partai Gerindra.

Bagi peneliti LIPI Firman Noor, masuknya nama-nama non-kader sebagai kandidat Ketua Umum PPP dinilai sebagai gagalnya kaderisasi di partai itu. Dengan banyaknya kandidat non-kader, bisa dikatakan PPP ingin mencari jalan pintas ketika tidak ada nama kader yang cukup mampu muncul.

"[PPP] sudah semakin kedodoran dengan mesin partai yang ada saat ini, juga dengan kualitas sumber daya yang seperti ini, maka mungkin mereka berpikir salah satu cara yang ingin memperbaiki situasi dengan cara instan. Dengan menjual nama-nama besar di bursa ketumnya," ujar Firman saat dihubungi Ucha Jalistian Mone dari Gatra pada Kamis, 4 November lalu.

Banyaknya kandidat non-kader ini perlu menjadi evaluasi internal PPP. Kaderisasi partai berlogo Ka"bah ini perlu digenjot lebih keras. Hasilnya, PPP mampu memunculkan kader dengan karakter militan dan tidak hanya rajin ikut memboncengi kekuasaan. "Muncul kader yang kemudian mau paham apa yang menjadi keinginan para pemilihnya, dalam hal ini adalah pemilih Islam. Karena kan PPP selama ini selalu membawa slogan rumah besar umat Islam, tapi ternyata identitas itu kemudian sekarang ini menjadi tidak jelas," Firman menuturkan.

Jika PPP tetap kukuh hendak memajukan tokoh non-partai, ada kemungkinan berkurangnya motivasi kader partai. Karena, akan muncul tendensi bahwa PPP bisa dikompromikan.

Firman mengapresiasi jika masih ada nama-nama internal seperti Suharso Monoarfa, Arsul Sani, Zainut Tauhid, hingga Akhmad Muqowam yang akan meramaikan bursa. Meski PPP membutuhkan kader muda untuk meraup dukungan milenial. Ini penting agar mampu menghilangkan kesan PPP sebagai partai tua dan diisi kalangan tua.

"Tapi di sisi lain juga tokoh-tokoh muda segar berkarisma dan punya karakter ini belum muncul di dalam internal partai. Ini menjadi rumit, karena tokoh muda ini memang harus merepresentasikan karisma dan karakter partai. Kalau hanya dilihat dari muda saja, Romahurmuziy nyatanya justru malah membawa PPP menjadi sangat tidak jelas komitmennya," ia menjelaskan.

Ke depan, jika PPP ingin akselerasinya lebih maksimal, Firman menyarankan agar partai ini berhenti terbuai dengan massa pemilih tradisional. Kenyataannya, PPP dapat dengan muda disusul partai lain yang lebih fleksibel, baik di tubuh internal partai maupun dalam penjaringan basis pemilih. "PPP seolah terbuai dengan basis massa yang itu-itu saja, sehingga tidak ada keinginan melakukan terobosan. Apalagi jika dilihat dari kualitas keaktifan kadernya, utamanya di daerah yang seolah ada dan tiada," kata Firman.

Selain itu, Firman berharap PPP mampu melakukan rebranding. Artinya, PPP perlu terobosan dari kader mudanya untuk bisa lepas dari citra partai tua dan nirinovasi. Hanya saja, terobosan itu tidak bisa lepas dari karakter PPP. "Misalnya Romi. Demi mendapatkan dukungan, akhirnya menjadi sangat ngacau, dalam artian dia membawa partai menjadi sangat bebas. Artinya, terobosan yang dilakukannya itu tidak banyak sejalan dengan karakter partai dan pemilih. Ini yang menyebarkan akar PPP jadi goyah juga,” ujarnya.

Aditya Kirana dan Andik Sismanto (Semarang)