
Status Gunung Merapi meningkat, pada Kamis (5/11), menjadi level III, setelah sebelumnya pada status waspada atau level II. Sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi kawasan yang masuk kategori rawan dengan status tersebut. Langkah cepat dan tepat perlu diambil.
Sebelum naik ke siaga, Gunung Merapi telah berstatus waspada (level II) sejak 21 Mei 2018. Catatan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), pasca erupsi besar 2010, Gunung Merapi mengalami erupsi magmatis kembali pada 11 Agustus 2018 yang berlangsung hingga September 2019.
Seiring dengan berhentinya ekstrusi magma, Gunung Merapi kembali memasuki fase intrusi magma baru yang ditandai dengan peningkatan gempa vulkanik dalam (VA) dan rangkaian letusan eksplosif sampai dengan 21 Juni 2020. Sejak Oktober 2020 kegempaan terus meningkat, dan semakin intensif.
Status siaga pun akhirnya ditetapkan. Dengan status siaga maka potensi bahaya yang semula berada dalam radius 3 km dari puncak Gunung Merapi pada saat status waspada, kini ditingkatkan menjadi 5 km
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta warga masyarakat di sekitar lereng Gunung Merapi untuk meningkatkan kewaspadaan dan tidak panik, menyusul peningkatan status tersebut. Ganjar menyatakan, kewaspadaan perlu ditingkatkan warga masyarakat, untuk mengatisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Warga juga diminta untuk menyiapkan alat transpotasi dan barang berharga yang mudah dibawa, ketika terjadi erupsi.
"Saya kira masyarakat terdekat pasti sudah sangat paham soal ini, hanya kita tinggal bersama-sama saling mengingatkan dan saling memantau. Saya minta pemerintah dari tingkat RT/RT yang ada di sana untuk siaga," kata Ganjar.
Ganjar menambahkan, pihaknya sudah meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan tim kebencanaan lain untuk memantau perkembangan Merapi dan memberikan informasi secepatnya. Selain itu seluruh peralatan peringatan dini atau early warning system (EWS) yang ada harus diminta untuk dihidupkan dan dipantau semuanya. "Kita telah mengirimkan tim BPBD ke lokasi rawan bencana erupsi Merapi, khususnya di Klaten, Boyolali dan Magelang," ujarnya.
Tak hanya itu, pemerintah daerah disekitar lereng Merapi, seperti Magelang, Klaten dan Boyolali untuk terus melakukan koordinasi dengan BPBD, untuk menyiagakan tempat-tempat pengungsian dan memastikan ketersediaan logistik. "Pemerintah daerah dapat menata ulang tempat pengungsian yang ada, atau memanfaatkan gedung-gedung sekolah yang kini masih kosong. Semuanya harus ditata dan sesuai protokol kesehatan," imbuhnya.
Orang nomor satu di Jawa Tengah ini mengingatkan untuk seluruh aktivitas di puncak Merapi, seperti penambangan dan aktivitas wisata untuk dihentikan sampai kondisi Merapi kembali ke level aman.
Sementara itu, menyikapi status gunung Merapi yang masih berada di level siaga, Polda Jawa Tengah sudah membentuk tim terpadu bersama TNI dan BPBD. Tim yang dibentuk akan memantau dan mengamankan daerah-daerah yang ditinggal mengungsi oleh warga.
Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan, personel sudah disiagakan dan sewaktu-waktu siap untuk digerakan guna melakukan penjagaan serta membantu masyarakat ketika terjadi erupsi. Dalam melakukan pemantauan, Polda Jateng juga akan melibatkan masyarakat. "Kita juga telah melakukan pemetaan wilayah-wilayah yang dianggap rawan," katanya.
Kapolda menyebut, saat ini TNI/Polri bersama BPBD sudah menyiapkan sejumlah tempat sebagai lokasi pengunsian yang berada di sekitar Merapi. Lokasi pengungsian berada di aula-aula milik Polri. Selain itu, juga telah menyiapkan tenda bivak untuk mengantisipasi, terjadinya peningkatan jumlah pengungsi.
Satu tempat pengungsian lanjut Kapolda, bisa berisi 400 sampai 600 orang. Tentunya setiap lokasi pengungsian menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Muh Slamet