Peraturan Menteri Perdagangan nomor 53 tahun 2020 dituding menghambat penyediaan barang murah di wilayah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan. Sementara pihak operator pelayaran swasta merasa tol laut membunuh bisnisnya. Menko Luhut berjanji menyelesaikan.
"Saya ini kalau ke Surabaya rasanya pengen beli semua barang, karena murah di sana," kata Dewi, seorang pengusaha kayu olahan batang kelapa di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara. Sebagai pendatang asal Kediri, Jawa Timur, ia sangat merasakan ketimpangan harga barang di kampung halamannya dibandingkan dengan Morotai.
Jangankan dibandingkan dengan harga di Pulau Jawa, saat dikomparasi dengan daerah lain di Provinsi Maluku Utara saja masih lebih mahal di Morotai. "Gula di Morotai harganya Rp16.000-Rp18.000, di Tobelo (Kabupaten Halmahera Utara) hanya Rp12.000-Rp13.000 per kilo. Itu baru sembako. Belum kalau mau beli motor buat kerja, mahal juga belinya dari Ternate," katanya.
Kabupaten Pulau Morotai terletak di ujung paling utara Provinsi Maluku Utara, berbatasan dengan Samudra Pasifik. Luas wilayahnya 4.301 kilometer persegi. Aksesibiltas ke sana sulit, pertumbuhan pembangunan pun masih minim. Daerah ini masuk kategori daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP).
Di masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo memberikan perhatian pada tempat yang masuk daerah 3TP. Salah satunya, lewat program tol laut yang pertama kali dirilis pada 2015. Kapal-kapal tol laut bertugas mendistribusikan barang-barang kebutuhan pokok ke daerah 3TP. Tarifnya disubsidi dengan anggaran dari APBN. Targetnya, menjamin ketersediaan barang dan memangkas disparitas harga antara wilayah 3TP dengan lainnya.
Pulau Morotai kerap menjadi patokan keberhasilan program tol laut. Sejak pertama kali masuk Morotai pada 2017, muatan balik kapal dari daerah ini ke Surabaya terus tumbuh. Bahkan kini, Morotai dilayani dua kapal tol laut milik PT Pelayaran Nasional Indonesia atau PT Pelni (Persero), yaitu KM Logistik Nusantara 3 dan KM Logistik Nusantara 6.
"Mulai September 2020 kemarin, pemerintah setempat meminta satu tambahan kapal tol laut karena muatan balik yang tidak terangkut hanya dengan satu kapal," kata Direktur Usaha Angkutan Barang PT Pelni, Masrul Khalimi.
Meski dianggap sukses, pemerintah daerah Morotai menilai tol laut kurang optimal mendorong pembangunan daerah. Ganjalannya adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penetapan Jenis Barang yang Diangkut dalam Program Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah 3TP.
Jadi, Permendag ini mengatur barang jenis apa saja yang boleh diangkut kapal tol laut. Ada 32 item yang dibolehkan dalam muatan berangkat. Beleid ini merevisi Permendag Nomor 38 Tahun 2018 yang hanya memuat 25 item pada muatan berangkat.
Bupati Pulau Morotai, Benny Laos, menuding aturan ini menghambat akselerasi pembangunan 3TP. Kebutuhan daerahnya tak sebatas sembako, melainkan juga bahan penting lainnya untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
"Yang menghalangi tol laut saat ini adalah Menteri Perdagangan. Saya sudah dua tahun ribut, akhirnya berubah jadi Permendag 53/2020, tapi hanya menambah beberapa item," ujarnya kepada Gatra.
Menurutnya, Morotai miskin bukan karena kekurangan bahan pangan pokok, tetapi karena daerahnya tidak pernah dibangun. Untuk bahan konsumsi, mereka bisa mengandalkan komoditas perikanan. Sumber karbohidrat lokal pun tersedia seperti singkong, pisang dan beras lokal. Yang dibutuhkan adalah bahan-bahan penunjang pembangunan. Masalahnya, tak ada pelayaran komersial yang singgah di pulau terdepan ini.
Untuk mengerek pertumbuhan ekonomi, pemda mendorong munculnya industri pengolahan dan manufaktur. Kata Benny, untuk mencapai target tersebut dibutuhkan bahan baku tambahan lainnya. Saat ini, mulai bermunculan produsen minyak kelapa (VCO) di Morotai karena memang bahan baku kelapa melimpah. Namun, botol dan kardusnya harus dibeli dari Surabaya.
Nah, produk kemasan ini tak boleh diangkut kapal yang khusus beroperasi di tol laut. Kemasannya memakai kapal komersil yang pelayarannya pun tidak langsung ke Morotai. Barang lama sampai, lalu ongkos logistik juga tinggi.
Alhasil, produk VCO Morotai tak kompetitif. "Akhirnya nilai produknya masih tetap mahal. Problemnya di situ, padahal UMKM itu modalnya kecil," ia memaparkan.
Benny juga mencontohkan kebutuhan genset untuk energi listrik. Permendag 53/2020 membolehkan genset diangkut kapal tol laut, tetapi peralatan penunjang lainnya seperti kabel, tak boleh diangkut di kapal yang sama, padahal sepaket. Kabelnya pun harus dikirim ke Ternate dulu, baru ke Morotai.
Ia menghitung, rute Surabaya-Ternate-Morotai membutuhkan waktu 10 hari. Padahal kalau menggunakan kapal tola laut langsung Surabaya-Morotai hanya tujuh hari dengan ongkos logistik yang lebih murah, sekitar Rp14 juta per kontainer.
Ini ongkos total, termasuk biaya ekspedisi dan buruh. "Ketika dikirim melalui Ternate, bisa menghabiskan dana Rp50 juta per kontainer," katanya.
Jika direvisi, Benny mengusulkan aturan baru itu nantinya membolehkan semua jenis barang, kecuali yang dilarang undang-undang. Tak masalah jika pihak 3TP harus membayar tarif non-subsidi asalkan bahan-bahan kebutuhan mereka bisa cepat sampai ke Morotai, dengan biaya logistik yang lebih efisien pula.
"Seperti narkoba atau senjata api dan lainnya ya jangan dikirim. Tetapi selama itu kebutuhan manusia maka biarkanlah. Diatur saja mana muatan yang subsidi dan tidak," ujarnya.
Tak cuma dari Pemda Morotai, Pelni kerap menerima protes soal pembatasan jenis barang dari pelaku usaha ataupun pemda 3TP lainnya. Keluhannya terkait barang yang sangat dibutuhkan daerah, ternyata dilarang diangkut akibat adanya peraturan menteri itu.
Namun, tugas Pelni hanya sebagai operator kapal dan tak berwenang mengurus isi muatan. "Sebagai operator, [penetapan jenis muatan] itu di luar kami tapi kami mendengar user mengeluh soal pembatasan muatan yang bisa diangkut tol laut. Kemendag mengeluarkan aturan itu pasti dengan justifikasi,” kata Direktur Usaha Angkutan Barang PT Pelni, Masrul Khalimi.
***
Tak cuma dari Pemda 3TP, organsasi pengusaha pelayaran swasta juga berharap Permendag 53/2020 direvisi. Namun, kalau pemda 3TP maunya jenis barang dibebaskan saja, pebisnis pelayaran justru menginginkan adanya pengurangan item.
Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) menilai regulasi anyar membuat operator kapal swasta megap-megap. Ketua Umum DPP INSA, Carmelita Hartoto, menyebut Permendag 53/2020 menyebabkan ada persaingan tak sehat antara pelaku pelayaran swasta dan pemerintah. Pasalnya, barang yang diangkut kapal tol laut bukan lagi barang pokok dan penting, melainkan juga memuat barang komersial atau kelontong.
"Hal ini membuat kapal perintis dan kapal swasta nasional yang melayani daerah-daerah terpencil kesulitan mendapatkan muatan. Akibatnya, mereka kesulitan bertahan," ujarnya kepada Gatra.
Sayangnya, ia tak merinci seberapa besar dampak kerugian para operator swasta akibat penambahan muatan kapal tol laut. Namun, INSA berharap permendag yang baru nantinya merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 106 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang di Laut.
"Kembali merujuk pada Perpres Nomor 106 Tahun 2015, tol laut hanya angkut barang pokok dan penting saja," ujarnya.
Pasal 2 Perpres ini mengatur, barang yang boleh diangkut kapal tol laut meliputi barang kebutuhan pokok dan barang penting. Namun tak diuraikan apa saja item-nya.
Tentang barang kebutuhan pokok dan barang penting sebetulnya lebih rinci diatur dalam Perpres 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Pasal 2 ayat (6) menjelaskan kategori kebutuhan pokok adalah hasil pertanian, kebutuhan pokok hasil industri, serta kebutuhan pokok hasil peternakan dan perikanan. Adapun barang penting mencakup benih, pupuk, gas elpiji 3 kilogram, tripleks, semen, besi baja, baja ringan.
Namun, perpres ini membuka peluang perubahan jenis barang pokok dan penting yang dimaksud pada ayat (6) berdasarkan usulan Menteri Perdagangan, setelah berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga nonkementerian terkait.
Tak cuma di Perpres Nomor 71 Tahun 2015, peluang serupa juga jelas dimuat dalam Permendag 53 Tahun 2020. dalam menetapkan isi muatan. Jenis barang dapat diubah Menteri Perdagangan dengan memperhatikan masukan dari Kementerian Perhubungan dan Pemda yang disinggahi kapal tol laut.
Sayangnya, Menteri Perdangan Agus Suparmanto tak bersedia menjawab alasan pembatasan jenis muatan dan bagaimana perumusan penetapan muatan barang. Hingga berita diturunkan, pihak Kemendag tidak merespon permohonan wawancara Gatra.
Bupati Morotai, Benny Laos, menilai Menteri Agus sebetulnya cukup responsif menerima masukan Pemda. Salah satunya merevisi Permendag 38 Tahun 2018 menjadi Permendag 53 Tahun 2020. Tak puas, Benny beberapa kali mengirim surat untuk membahas hal ini dan ditanggapi. Pihak Kementerian juga sempat menjelaskan alasan adanya pembatasan.
"Ada beberapa pejabat yang mengatakan takut pengusaha untung. Bingung saya, padahal tugas pemerintah membuat untung pengusaha biar membayar pajak. Setiap rapat saya jelaskan semua kendala, dan mereka beralasan mengikuti Perpres padahal Perpres mengizinkan itu," Benny memaparkan.
***
Kementerian Perhubungan menetapkan ada 26 trayek tol laut dan 100 pelabuhan singgah pada 2020. Selama lima tahun berjalan, memang ada peningkatan dari segi infrastruktur, trayek atau lintasan, armada, jumlah muatan, maupun kapasitas angkut.
Meskipun begitu, jumlah kapal tol laut sangat sedikit sekali dibandingkan dengan jumlah total kapal di Indonesia. Kemenhub mempertanyakan klaim kerugian yang dialami pebisnis kapal swasta.
"Kapal tol laut hanya ada 15, dengan perintis hanya 157. Itu hanya 0,48 dari total. Bagaimana bisa menggerus keuntungan?" kata Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Antoni Arif Priadi, saat dihubungi Gatra.
Ia juga menjelaskan kapal tol laut melayari daerah-daerah yang tidak disinggahi kapal-kapal milik swasta. Pelabuhan di daerah 3TP rata-rata kecil dan alurnya dangkal sehingga tidak memungkinkan untuk menampung kapal swasta yang rata-rata kapasitas muatannya besar, 200-300 kontainer.
Sementara itu, kapasitas maksimal kapal tol laut 50-60 kontainer. "Kalau memang mau melayari daerah-daerah kecil itu, kita (tol laut) tidak masuk ke sana tidak apa-apa, tapi kan tidak ada yang mau ke sana," ujarnya.
Peluang swasta untuk masuk program tol laut pun cukup terbuka. Dari 26 trayek, ada tujuh trayek yang dijalankan swasta. Jumlahnya memang sedikit. Antoni mengatakan sesuai amanah Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2017, peran BUMN sektor pelayaran memang diutamakan. BUMN yang mendapat penugasan adalah Pelni, PT Djakarta Lloyd (Persero), serta PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Persero) atau PT ASDP Persero.
"Kalau misalkan Pelni dan lain-lain itu tidak cukup, bisa diberikan ke swasta. Mekanismenya bukan penugasan, tetapi lelang umum. Itu setiap akhir tahun akan dilakukan lelang tidak mengikat. Semua perusahaan boleh ikut," ia memaparkan.
Antoni tak mau berkomentar ketika disinggung tentang pembatasan muatan, karena itu otoritas Kemendag. Pihaknya memang beberapa kali diundang untuk memberi masukan, tetapi pembuat kebijakannya adalah Kemendag. Tugas Kemenhub adalah membangun konektivitas. "Kami sediakan kapal, rute, lalu tarifnya disubsidi," ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengakui implementasi program tol laut masih perlu dibenahi. Dalam waktu dekat, ia akan mengumpulkan seluruh pemangku kepentingan untuk membahas faktor apa saja yang membuat program ini tak optimal, termasuk Permendag 53/2020.
"Kita sedang evaluasi minggu ini dan minggu depan. Jadi minggu ini Kemenhub dan Kemendag diminta konsolidasi dulu di pihak dinasnya," kata Luhut kepada Gatra.
Putri Kartika Utami
-------------Kutipan: -----------
"Kapal Tol Laut hanya ada 15, dengan perintis hanya 157. Itu hanya 0,48 dari total. Bagaimana bisa menggerus keuntungan?"
Antoni Arif Priadi
"Selama itu kebutuhan manusia maka biarkanlah. Diatur saja mana muatan yang subsidi dan tidak."
Benny Laos
"Kembali merujuk pada Perpres Nomor 106 Tahun 2015, tol laut hanya angkut barang pokok dan penting saja."
Carmelita Hartoto
------------g -----------------
Highlight:
Kapal tol laut bertugas mendistribusikan barang kebutuhan pokok ke daerah 3TP. Tarifnya disubsidi dengan anggaran dari APBN. Targetnya, menjamin ketersediaan barang dan memangkas disparitas harga antara wilayah 3TP dengan lainnya.
INFOGRAFIS
Perubahan Jenis Muatan Berangkat
Permendag 38/2018
Permendag 53/2020
air mineral
bawang putih
garam
kacang hijau
kacang tanah
margarin
mie instan
minuman ringan
obat-obatan
sayuran
susu
the
kopi
ikan kemasan kaleng
biskuit
pakaian jadi
popok bayi dan dewasa
deterjen/sabun/pasta gigi
alat tulis/peralatan sekolah
gas elpiji 12 kg
pakan ternak atau pakan ikan
asbes/gypsum
paku
seng
aspal
air mineral
makanan ringan
makanan kaleng
margarin/mentega
mi
minuman ringan
bawang putih
sayuran
garam
kopi
susu
teh
pinang
sagu
obat-obatan
pakaian jadi
popok bayi dan dewasa
detergen
sabun mandi, pasta gigi, sikat gigi, sampo, losion
alat tulis
asbes
bata ringan
cat dan tiner
keramik
mebel
paku
pipa air dan aksesorinya
seng
gas elpiji selain 3kg
genset
aspal
pakan ternak atau pakan ikan
Sumber: Kementerian Perdagangan