Home Politik Kisah Kuli Bangunan dan Puntung Rokok

Kisah Kuli Bangunan dan Puntung Rokok

Polisi menyatakan tidak ada unsur kesengajaan dalam kejadian kebakaran Gedung Kejaksaan Agung. Delapan orang dinyatakan sebagai tersangka akibat kelalaian. Kesimpulan penyidik diragukan.


Hasil pantauan citra satelit dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang biasa digunakan untuk memantau kebakaran lahan itu menunjukkan titik api berasal dari lantai enam. Tepatnya di Aula Biro Kepegawaian. Lantai tersebut diisi oleh lima orang kuli bangunan. Di kawasan yang seharusnya bebas asap rokok tersebut, mereka asyik saja merokok. Nahas, aktivitas ini dilakukan di dekat bahan kimia yang mudah terbakar. Alhasil terjadilah kebakaran besar yang meluluhlantakkan Gedung Kejaksaan Agung, dua bulan yang lalu.

Kesimpulan tersebut muncul pasca tim gabungan dari Bareskrim Polri, Polda Metro Jaya, dan Polres Jakarta Selatan menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus kebakaran tersebut. Polisi memastikan kebakaran itu terjadi atas faktor kelalaian, yakni karena ada puntung rokok yang terkena bahan-bahan mudah terbakar.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Polisi Ferdy Sambo, menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan dan analisis para ahli menyebut, rokok memang bisa menjadi penyebab open flame atau nyala api terbuka. Para ahli juga disebut sudah melakukan percobaan dan mendapatkan temuan bahwa kandungan dari polybag yang ada di lantai enam itu bisa menyulut api.

Sambo menambahkan, sampel yang diperiksa penyidik dan ahli di dalam polybag warna hitam itu berisi lap thinner, bekas kayu, dan puntung rokok. Masalahnya, kata Sambo, di dekat polybag itu juga ada thinner dan lem Aibon.

Atas dasar itu, polisi menetapkan empat tukang bangunan dan satu tukang pasang wallpaper beserta mandornya sebagai tersangka. Saat kejadian, sebenarnya mandor tak ada di lokasi dan digantikan tukang yang lain yang ditunjuk oleh Staf Biro Kejagung. Namun, polisi memutuskan mandor turut bertanggung jawab atas kesalahan para tukang, terlebih sudah ada peringatan untuk tidak merokok di ruangan tersebut.

"Mandornya pada saat hari itu tidak ada di lokasi. Sehingga mungkin menyebabkan terjadinya kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai yang seharusnya dilakukan, tapi tidak dilakukan," kata Sambo dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu, seperti dilaporkan Erlina Fury Santika dari Gatra.

Selain soal rokok, Sambo menyebut Gedung Kejagung juga menggunakan alat pembersih yang tidak sesuai ketentuan. Di pembersih tersebut terdapat kandungan minyak lobi yang digunakan oleh cleaning service untuk melakukan pembersihan ruangan. Setelah dicek, tim mendapatkan adanya fraksi solar dan thinner di setiap lantai. "[Yang] mempercepat api adalah penggunaan minyak lobi atau alat pembersih lantai bermerek Top Cleaner. Ini enggak ada izin edarnya," Sambo menambahkan.

Top Cleaner merupakan produk buatan dari CV Arkan Putra Mandiri (APM) yang dipimpin oleh tersangka berinisial R. Sambo menyebut, ada hal yang tidak sesuai dalam penandatanganan kerja sama antara perusahaan itu dan pejabat PPK Kejagung, sehingga keduanya ditetapkan sebagai tersangka.

"Harusnya dia tidak menggunakan alat pembersih lantai itu menggunakan kandungan fraksi solar. Dari ahli Kemenkes kita mintakan [datanya], apakah boleh, kemudian alat pembersih ini menggunakan alat-alat yang mudah terbakar. Tidak boleh, ada ketentuannya. Ketentuan dilanggar karena dia tidak mengetahui sehingga kita kenakan kealpaan," dia memaparkan.

Sambo mengklaim pihaknya telah maksimal memeriksa kebakaran itu dan menunjukkan tidak ada unsur kesengajaan dari para tersangka untuk melakukan pembakaran. Kebakaran yang terjadi pada 22-23 Agustus 2020 lalu, sejak pukul 18.25 WIB hingga berhasil padam pukul 06.00 WIB, dipastikan karena kelalaian merokok di sembarang tempat dan terkena bahan yang mudah terbakar.

Proses pemeriksaan berjalan selama 63 hari. Padahal, di hari ke-30 pemeriksaan polisi menaikkan kasus ini dari penyelidikan menjadi penyidikan lantaran ditemukan dugaan tindak pidana sengaja menimbulkan kebakaran (Pasal 187 KUHP) atau kelalaian (Pasal 188 KUHP). Namun, kata Sambo, para tersangka dikenai Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman lima tahun penjara.

Tersangka itu terdiri dari lima tukang bangunan dengan inisial T, H, S, K, dan IS, satu mandor berinisial UAM, Direktur Utama CV Arkan Putra Mandiri berinisial R, dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejaksaan Agung berinisial NH. Para tersangka didapatkan dari hasil pemeriksaan terhadap 131 orang, yang dikerucutkan menjadi 64 saksi.

***

Kesimpulan penyidik bahwa kebakaran hebat Gedung Kejaksaan Agung dikarenakan puntung rokok diragukan oleh banyak pihak. Setelah polisi mengumumkan penetapan tersangka, media sosial riuh oleh meme soal rokok sebagai penyebab kebakaran gedung. Sebelumnya, spekulasi soal penyebab kebakaran Gedung Kejaksaan Agung merebak dan dikaitkan dengan terbakarnya ruang kerja Pinangki Sirna Malasari, jaksa yang terseret kasus Djoko Tjandra.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, meminta Bareskrim Polri segera memberikan penjelasan lengkap atas kesimpulan puntung rokok sebagai penyebab utama kebakaran Gedung Kejaksaan Agung. Sebab, menurut Boyamin, kesimpulan itu sampai saat ini masih menjadi perdebatan di ranah publik. "Saya mohon kepada Bareskrim segera melakukan rekonstruksi di Gedung Kejaksaan Agung,” kata Boyamin, Sabtu pekan lalu.

Boyamin juga meminta agar penyidik bisa merinci setiap peristiwa yang terjadi pada hari kebakaran dalam proses rekonstruksi. Di proses itu harus tergambar dengan jelas bagaimana tukang bangunan sejak awal pertama kali masuk gedung hingga proses munculnya api dari puntung rokok. "Dan apakah memang betul mereka berusaha memadamkan? Kalau memang berusaha memadamkan, tentu kan bisa padam. Itu pertanyaan masyarakat ini segera dijawab oleh penyidik Bareskrim," kata Boyamin.

MAKI meminta rekonstruksi kasus kebakaran ini digelar terbuka dan dapat diliput oleh media massa. Bahkan akan lebih baik jika prosesnya disiarkan langsung. Dengan begitu, masyarakat bisa memberikan penilaian secara objektif.

Boyamin  mengimbau penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri profesional dalam mengungkap kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung. Dalam hal ini, jangan sampai ada kompromi dengan kejaksaan karena berkas perkaranya akan dilimpahkan ke jaksa penuntut umun. "Saya berharap betul teman-teman penyidik itu tidak ewuh-pakewuh dengan teman-teman Kejaksaan sehingga menjadi ada suatu dugaan kompromi," ujarnya.

Boyamin berharap penyidik tidak hanya fokus pasal kealpaan. Namun membuka opsi pasal lain untuk menjerat pihak yang diduga andil dalam kasus ini. "Tetap memberikan opsi semua kemungkinan-kemungkinan yang mungkin itu akan diduga terlibat atau terkait dalam penyidikan seterusnya," ujar Boyamin.

Sebelumnya, dalam beberapa kesempatan, Boyamin kerap menyebut jaksa Pinangki Sirna Malasari pernah berkantor di Gedung Utama Kejagung yang terbakar. Akibat kebakaran yang terjadi, CCTV di ruangan tersebut terhapus. Padahal, menurut dia, rekaman CCTV di ruang kerja jaksa Pinangki dapat menjadi bukti sekunder dalam pengungkapan kasus. Boyamin yakin, kebakaran di Kejaksaan Agung tersebut dapat menghambat proses penyidikan, meski memang yang terimbas hanya merupakan bukti sekunder dalam bentuk CCTV.

Hidayat Adhiningrat P.