
Jakarta, gatra.net - Pemerintah dikritik lantaran dinilai ngebut membeli vaksin yang belum melewati uji klinis tahap 3. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Dany Amrul Ichdan, membeberkan alasan pemerintah ingin secepatnya melakukan vaksinasi Covid-19. Pemberian vaksin ini merupakan amanat konstitusi untuk melindungi hajat hidup rakyat keseluruhan.
Karena amanat tersebut rupakan prioritas utama, Dany menyebut bukan hal aneh jika pemerintah melakukan berbagai macam skenario untuk menyelamatkan hajat hidup rakyat ini lewat pemberian vaksin.
"Kita sama-sama tahu bahwa [vaksin] Sinovac dan Bio Farma masih melakukan uji klinis tahap 3. Dan saat ini, masih dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala oleh Badan POM dan MUI. Nanti pun akan ada exposure terhadap hasilnya, yang akan menjadi rekomendasi WHO," kata Dany, Minggu (25/10).
Ia menjelaskan bentuk ikhtiar pemerintah tidak hanya lewat pengadaan vaksin dari luar negeri. Pemerintah juga mendorong pengembangan vaksin Merah Putih yang dilakukan Lembaga Biomolekuler Eijkman. Vaksin buatan dalam negeri ini direncanakan tersedia pada 2021 mendatang.
Pemerintah menargetkan pengadaan vaksin pada November dan Desember mendatang. Komitmen pembelian telah diteken. Dany menuturkan pernyataan komitmen ini perlu agar Indonesia memperoleh kuota.
"Karena kan 12 negara ini berebutan karena itu kita butuh komitmen tersebut," ia menjelaskan.
Meski begitu, Dany pun mengakui bahwa vaksin bukan sebuah solusi utama menangani pandemi. Kunci terpenting adalah penerapan kebiasaan baru. Dengan adanya evolusi virus yang tidak dapat ditebak, adaptasi kebiasaan baru adalah sesuatu yang tidak bisa lagi ditinggalkan.
"Vaksinasi ini kan bentuk ikhtiar pemerintah, ikhtiar kita sebagai manusia untuk melakukan prevention dalam rangka meningkatkan daya tahan tubuh. Tapi pada akhirnya, adapatasi kebiasaan baru adalah jawaban yang tidak bisa kita tinggalkan," pungkasnya.