Home Politik Pilkada, Epidemolog: Parpol Kurang Peduli Cegah Covid-19

Pilkada, Epidemolog: Parpol Kurang Peduli Cegah Covid-19

Jakarta, gatra.net - Epidemolog dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, menilai partai politik (Parpol) tidak peduli untuk mengatasi pandemi Covid-19 terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020.

"Dari partainya sendiri tidak ada kepedulian untuk membantu menangani pandemi, seakan-akan itu tanggung jawab eksekutif," kata Pandu dalam diskusi virtual bertajuk "Meninjau Kesiapan Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah 2020 di Tengah Pandemi Covid-19" akhir pekan ini.

Lebih lanjut Pandu mengungkapkan, kurang pedulinya parpol terhadap protokol kesehatan (Prokes) dalam pencegahan Covid-19, di antaranya banyak pasangan calon kepala daerah yang ?diusung Parpol melanggarnya.

"Jadi kita bisa lihat, banyak calon-calon atau pendukungnya tidak memahami sehingga tidak mendukung protokol kesehatan yang sudah diatur peraturan-peraturan. Jadi tanggung jawabnya kurang," ujarnya.

Kalau mereka bertanggung jawab, lanjut Pandu dalam diskusi gelaran ILUNI UI ini, mereka akan melakukan edukasi dan memberikan contoh kepada masyarakat. Bahkan, para kandidat yang diusung parpol pun akan memasukkan program pengendalian pandemi Covid-19 dalam kampanyenya.

"Apa yang bisa ditawarkan oleh seorang pemimpin untuk mengendalikan pandemi di wilayahnya. Atau apa yang ditawarkan agar pandemi di wilayahnya bisa diselesaikan lebih cepat," ujarnya.

Menurut Pandu, harusnya kandidat itu arahnya ke sana sehingga masyarakat ?bisa melihat apa yang ditawarkan. "Ini harus menjadi program, karena pandeminya akan lama, bisa 5 tahun," ujarnya.

Pandu berpendapat, penyelenggaraan Pilkada serentak ini berpotensi menambah jumlah kasus positif Covid-19. Menurtnya, ini berpotensi terjadi karena masih lemahnya edukasi kepada masyarakat untuk mencegah persebaran virus corona jenis baru, SARS CoV-2 ini.

"Tapi rupanya tidak mengedukasi masyarakat karena para pemimpin juga enggak ngerti masaahnya. Ini masalah besar di Republik ini, dari tingkat pusat dan daerah itu belum semuanya paham bagaimana menangani pandemi, sifatnya masih saling lempar tanggung jawab," ujarnya.

Selain masih lemahnya edukasi kepada masyarakat, lanjut Pandu, testing untuk mendeteksi kasus juga sangat minim, khususnya di daerah-daerah yang akan menggelar Pilkada serentak tahun ini cenderung lebih rendah.

"Ini sangat membahayakan karena akan banyak orang yang tidak terdeteksi terus diisolasi masih jarang, ini risiko yang harus diwaspadai. Narasinya itu vaksin jangka pendek, padahal itu jangka panjang. Itu kelihatannya ada deal-deal bisnis, tapi enggak tahu lah," ucapnya.

Karena itu, Pandu berpendapat pasti akan terjadi peningkatan kasus Covid-19 terkait Pilkada ini, karena akan menghimpun orang. Walau menerapkan Prokes, tapi kemudian untuk mencitrakan paslon banyak pendukung.

"Dia kemudian lupa pada kerumunan itu kita tidak tahu siapa yang positif dan tidak karena testingnya rendah," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yaqut Cholil Qoumas, menyampaikan bahwa DPR dan Pemerintah telah sepakat memutuskan menggelar Pilkada pada 9 Desember tahun ini yang masih dalam masa pandemi Covid-19.

"Kami telah melakukan rapat mengenai pilkada, menyilang pendapat argumentasi banyak berkembang di sana. Tidak tahu pandemi Covid-19 kapan terselesaikannya, tapi pilkada akan tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020," ujarnya.

Menurutnya, pihak yang menolak Pilkada serentak digelar tahun ini karena berpendapat bahwa pemerintah masih mencari cara untuk mengendalikan pandemi ini. Pemerintah dan penyelenggaraan pemilu harus memiliki roadmap yang jelas.

Menurut Yaqut, semua pihak harus menaati protokol kesehatan dalam seluruh kegiatan Pilkada, di antaranya memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, hindari kerumunan dilarang membawa anak kecil, dan datang ke TPS sesuai jadwalnya.

Reporter: ANS

348