Menteri Koordinator Perekonomian
Airlangga Hartarto
Selain mempermudah orang bekerja dan menciptakan pekerjaan UU Ciptaker diniatkan untuk mendorong orang berwiraswasta. Aturan turunan disiapkan berdasarkan skala prioritas dan kesiapan kementerian/lembaga.
Tak hanya menimbulkan pro dan kontra, penetapan UU Cipta Kerja juga menimbulkan banyak perdebatan di dunia maya hingga memicu demonstrasi besar-besaran di jalanan. Banyak pihak menuding bahwa UU baru tersebut terlalu berpihak pada pengusaha dan cenderung mengeksploitasi hak-hak pekerja.
“Saya tanya eksploitasinya di mana? Apa memang ada pasal yang mengatakan demikian?” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, ketika ditemui di kantornya di bilangan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu lalu
Airlangga sebagai orang Presiden Joko WIdodo, pencetus beleid ini, belakangan memang giat menepis anggapan bila aturan yang sering disebut aturan sapu jagat ini hanya menghamba kepada pihak pemilik modal. Ia juga meyakinkan, bila hak-hak pekerja tidak akan direduksi karena lahirnya undang-undang sapu jagat alias omnibus law.
Kepada wartawan Gatra Flora Libra Yanti dan M. Guruh Nuary serta pewarta foto Adi Wijaya, Airlangga meluruskan berbagai hal yang terlanjur dianggap publik bisa merugikan pekerja, lingkungan, dan hanya berpihak kepada investor. Petikannya:
UU Ciptaker disebut titipan pengusaha, tanggapan Anda?
UU ini disiapkan pada Desember sampai Januari lalu, pandemi Covid-19 belum masuk ke Indonesia. Setelah pandemi pada Maret, justru semakin penting lagi UU ini karena jumlah mereka yang terkena PHK selama pandemi ada 2,1 juta orang, ditambah yang dirumahkan ada 1,4 juta orang, jadi total ada 3,5 juta orang. Maka jumlah keseluruhan mereka yang membutuhkan lapangan pekerjaan ada 13,3 juta orang.
UU ini menjadi penting untuk mendorong terciptanya lapangan pekerjaan. Di samping itu juga mempermudah orang untuk berwiraswasta. Jadi ada dua yang disediakan untuk mereka yang akan masuk lapangan kerja: kerja di perusahaan dan menjadi wiraswasta. UU ini mempermudah mereka yang mau berwiraswasta. Hanya butuh pendaftaran, jadi tidak perlu perizinan yang berbelit-belit.
Benarkah penyusunannya tidak melibatkan unsur pekerja/buruh sejak awal?
Kita bicara soal task force dan sosialisasi. Sosialisasi tentu harus melibatkan dunia usaha. Kita tahu bahwa dari paket (16 Paket Kebijakan Ekonomi era Jokowi periode pertama --Red.) sebelumnya itu kan ada beberapa yang tidak operasional. Formulasi itu tidak optimal karena tidak melibatkan pelaku usaha.
Nah, Ciptaker ini tujuannya operasionalisasi. Jadi [penyusunannya] harus melibatkan stakeholder, apakah dia pengusaha, UMKM, akademisi, termasuk tenaga kerja profesional, dan termasuk tenaga kerja lainnya.
Apakah pemerintah kurang sosialisasi soal omnibus law, sehingga banyak hoaks muncul?
UU ini sudah disosialisasikan sejak baru dibuat. Khusus klaster Ketenagakerjaan, sebetulnya sudah ada pembahasan terkait UU Ketenagakerjaan sebelumnya, dan itu sudah melibatkan serikat pekerja. Jadi ini bukan persoalan yang belum pernah dilakukan sama sekali.
Terkait dengan isi UU, sudah dibahas lebih dari 60 kali di DPR. Baik itu dalam fraksi dengan mengundang SP ataukah sering kita sebut RDPU (rapat dengar pendapat umum) yang berproses di DPR. Kemudian juga mulai sidang-sidang, sampai ke Panja, kemudian peran Panja ke raker di tingkat I, itu seluruhnya diliput oleh media. Rapat-rapat itu terbuka dan bisa diakses melalui YouTube.
Banyak kritik menilai pasal-pasalnya cenderung mengeksploitasi buruh. Begitu pula terkait tawar-menawar kelipatan pesangon. Tanggapan Anda?
Saya tanya eksploitasinya di mana? Apa memang ada pasal yang mengatakan demikian?
Terkait dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), misalnya, itu justru untuk pertama kali di UU, jelas bahwa PKWT di perusahaan outsourcing harus jadi pegawai tetap. Dia juga mendapatkan jaminan-jaminan. Khusus untuk Ketenagakerjaan itu ada di Bab IV, pasalnya hanya ada empat pasal dari 80 sampai 84.
Soal pesangon, malah kita tambahkan [aturan] jaminan kehilangan pekerjaan. Di dalam [pasal] jaminan kehilangan pekerjaan itu ada [diberikan] pelatihan, ada pembayaran pesangon enam kali, yang sebetulnya sudah diujicobakan di Kartu Pra-Kerja.
Ada kritikan juga soal penghapusan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan).
AMDAL tetap ada. Jadi kalau ada yang bilang AMDAL tidak ada, itu hoaks. Basis AMDAL di UU ini adalah risiko K3L (Kesehatan, Keselamatan, Kecelakaan Kerja, dan Kerusakan Lingkungan). Kalau lingkungan rusak, bisa dikenai pasal perdata dan pidana.
Kalau ada yang meninggal akibat kecelakaan kerja bisa dijatuhi hukum yang maksimal. Sebelumnya AMDAL diberikan tergantung kepada konsultan, kini dipermudah basisnya.
Berapa target kenaikan jumlah penanaman modal asing (PMA) lewat adanya UU Ciptaker?
Biasanya, target PMA itu kan dari keseluruhan [target investasi] sebesar 48% dalam satu tahun. Tentu dalam situasi ini kan agak tertekan ke bawah. Kita ingin dengan diketemukannya vaksin atau kita bisa akses vaksin, konfiden dari para pengusaha ini bisa kembali. Kita berharap, UU ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di 4,5%-5%. Sebab dengan pertumbuhan tersebut, bisa tercipta 2,5 juta lapangan pekerjaan per tahun.
Ada pengakuan anggota Dewan bahwa mereka tidak mendapatkan drafnya saat pengesahan. Apakah ini berarti ada cacat prosedur di sini?
Tentu itu kan harusnya dari fraksi masing-masing. Kalau fraksi yang lain kan, sekarang kan semuanya model elektronik, jadi bisa mencetak [draft] masing-masing, bisa [pula] lihat di gadget masing-masing.
Berarti tidak ada salah atau cacat prosedur dari pemerintah?
Ini kan pembahasannya di DPR. Pemerintah baru menerima dokumen dari DPR kan hari ini.
Sejumlah pihak mewacanakan akan melakukan judicial review (JR) UU Ciptaker ke MK. Namun pemerintah dituduh menghalangi upaya JR. Tanggapan Anda?
Namanya proses hukum, ya semua berjalan sesuai dengan peraturan yang ada di prosedur hukum.
Presiden menyatakan aturan turunan diselesaikan dalam waktu tiga bulan sejak Ciptaker diundangkan. Bagaimana cara mewujudkan target ini?
Tentu nanti kita ada regulasi, baik PP maupun Perpres. Sejumlah 37 PP dan lima Perpres itu diharapkan diselesaikan secara bertahap sampai dengan tiga bulan. Jadi nanti akan dipilah-pilah, mana yang bisa diselesaikan duluan, mana yang bisa diselesaikan belakangan. Pertama, dengan pertimbangan skala prioritas. Kedua, melihat kesiapan kementerian dan lembaga.
Aturan turunan mana yang sudah dilakukan pembahasannya?
Beberapa sudah siap terkait dengan [aturan] pemerintah daerah. Tadi kita sosialisasi dengan Kemendagri, seluruh gubernur, dan Forkopimda. Konsep dari Kemendagri relatif siap. Ini akan dibahas dengan forum asosiasi, baik asosiasi gubernur, maupun asosiasi bupati dan wali kota.