Home Laporan Khusus Ahok, Pertamina, dan Rekayasa

Ahok, Pertamina, dan Rekayasa

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menduga ada affair Pertamina dan Rekayasa Industri di proyek pengembangan kilang Balikpapan. Kemenangan Rekind di tender proyek pabrik produksi olefin, kilang TPPI juga dipersoalkan. Rencana Pertamina mengakuisisi Rekayasa, masih ditolak Ahok.


Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama atau kerap disapa Ahok, kembali menohok. Dalam diskusi virtual bertajuk, Dari Manggar ke Medan Merdeka: Satu (Setengah) Jam Bersama BTP, 8 September lalu, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) itu mengungkap banyak persoalan di tubuh Pertamina. Dari tumpukan utang, molornya pembangunan kilang pengolahan minyak, hingga aksi titip-menitip jabatan direksi dan komisaris Pertamina.

Tak kalah telak, di acara organisasi tim sukses Joko Widodo tersebut, Ahok juga menyinggung konstruski kilang Balikpapan. Ahok mengungkap, awalnya pimpinan kontraktor joint operation, yang membangun proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan adalah SK Engineering & Construction Co., Ltd. (SKEC), perusahaan asal Korea Selatan.

Belakangan, peran SKEC digantikan oleh PT Rekayasa Industri (Rekind). Ahok mempertanyakan kelayakan dan kemampuan Rekind memimpin pembangunan kilang Balikpapan. “Bagaimana Anda bisa, lelang yang menangnya Korea, SK (SKEC) yang bangun, diubah-ubah yang lead sekarang Rekind,” kata Ahok ke moderator acara.

Pihak Pertamina mengklaim, progres kilang Balikpapan hingga Agustus 2020, yaitu 19%. Penugasan pembangunan kilang sendiri, sudah diberikan sejak 2016 oleh Kementerian ESDM. “Bangun kilang itu kan ibarat Anda punya mobil Formula One (F-1), mana boleh pakai pengemudi gokar. Yang pengemudi F-2 saja enggak boleh bawa F-1 kok,” ujar Ahok.

Selain kilang Balikpapan, dugaan kejanggalan tender lainnya terjadi di proyek pengembangan kilang Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Di kilang ini, Pertamina memenangkan konsorsium Rekind dan Jo Hyundai Enginering untuk membangun fasilitas Olefin Complex Development Project (OCDP) atau pabrik produksi olefin.

Sementara itu, baik Rekind maupun Hyundai tidak memiliki pengalaman membangun pabrik olefin. Padahal di dokumen tender proyek disyaratkan, pemenang harus memiliki pengalaman membangun pabrik olefin cracker dengan kapasitas minimal 500 kilo ton per annum (KTA).

Mengutip tudingan Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), proses tender tersebut berpotensi melanggar Permen BUMN Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN.

Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, menilai telah terjadi potensi perbuatan melawan hukum. Karena panitia tender diduga telah menguntungkan salah satu peserta konsorsium dan merugikan konsorsium lainnya. "Yang ternyata mempunyai pengalaman dan kemampuan lebih baik dalam membangun kilang TPPI olefin untuk Pertamina," katanya kepada Gatra.

Menurut Yusri, Pertamina juga telah mengubah ketentuan Prakualifikasi dengan mengizinkan menambah anggota konsorsium. Anehnya perubahan ini dilakukan setelah pengumuman tahapan prakualifikasi.

Akibatnya, proses lelang tender proyek bernilai Rp50 triliun ini molor. "Pemasukan proposal mundur dari seharusnya tanggal 28 April 2020 menjadi 3 Agustus 2020," ujar Yusri.

Dituding ada main mata di tender proyek produksi olefin TPPI, VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, angkat bicara. Melalui ketarangan resmi yang disebar ke media, Fajriyah mengatakan seluruh proses tender tersebut dilakukan secara transparan dan sesuai prosedur.

Menurutnya, seluruh proses tender ini dijalankan dengan pendampingan dari Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) hingga berkonsultasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). "Sehingga governance-nya sangat terjaga dengan baik," katanya, pekan lalu.

Fajriyah mengatakan, target penyelesaian proyek membutuhkan durasi tiga tahun. Sementara itu, skema tender yang digunakan yaitu strategi kontrak design build competition (DBC) dengan menetapkan dua peserta konsorsium terbaik.

Selanjutnya akan ditetapkan satu pemenang pelaksana pembangunan yang lebih kompetitif dari sisi biaya dan harga. "Tim tender KPI sudah memeriksa secara seksama seluruh dokumen dari peserta, termasuk memastikan pengalaman proyek yang sejenis dengan Proyek TPPI Olefin Complex," ujar Fajriyah.

Selain sering mendapat proyek dari Pertamina, Rekind juga dikabarkan akan dicaplok Pertamina. Di tengah kondisi keuangan yang merugi, ada usulan agar rencana Pertamina akuisisi Rekayasa masuk ke Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2021. Hanya saja, lagi-lagi Ahok menolak. Meskipun, rencana itu sudah direstui Kementerian BUMN.

Rencana Pertamina mengakuisisi Rekind sebenarnya sudah muncul satu dekade silam. Lalu di era kepemimpinan Dwi Soetjipto, wacana akuisisi menguat, meskipun akhirnya kandas. Padahal di era Dwi Soetjipto, Pertamina mampu efisien dan mencetak laba besar. Di era Dirut Pertamina Nicke Widyawati, rencana akuisisi muncul kembali. Hanya saja sekarang keuangan Pertamina sedang megap-megap.

Saat ini lebih dari 90% saham Rekind dikuasai PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC). Sisanya miliki PT Pupuk Kalimantan Timur dan 4,97% Pemerintah Republik Indonesia.

Gatra mencoba mengonfirmasi tentang rencana akuisisi Rekind ke Ahok dan Nicke. Tetapi keduanya kompak tak memberikan tanggapan. Setali tiga uang, pihak Kementerian BUMN juga bungkam.

Sementara itu, Dirut Rekind, Alex Dharma Balen, enggan berkomentar mengenai rencana akuisisi perusahaan yang dipimpinnya. “Tidak dalam kapasitasnya sebab ini aksi korporasi antara Pupuk Indonesia dan PT Pertamina,” kata pria yang pernah menjabat sebagai staf khusus Direktur Utama Pertamina itu kepada Gatra.

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, menilai akuisisi Rekind tidak selaras dengan upaya pendalaman usaha Pertamina yang diperintahkan oleh Kementerian BUMN. Sebaliknya, demi pendalaman usaha, Pertamina harus melepas beberapa anak usaha yang tidak sesuai dengan bisnis inti.

Misalnya, anak usaha yang bergerak di bisnis Rumah Sakit dan Hotel. “Akusisi Rekind mengindikasikan bahwa Pertamina tidak istikamah dengan upaya pendalaman usaha, yang sedang dilakukan,” katanya kepada Gatra.

Di sisi lain, kata Fahmy, kondisi keuangan Pertamina juga lagi seret, sehingga aksi korporasi tersebut tidak tepat dan malah blunder. Akusisi tersebut,  Fahmy menambahkan, memang bisa dibiayai dari sumber utang dan global bond. “Namun, penggunaan utang dalam kondisi merugi berpotensi memperbesar cost of capital yang berkontribusi terhadap peningkatan kerugian Pertamina,” ujarnya.

Hendry Roris Sianturi

 

Ahok Kembali Menohok

- Kementerian BUMN dibubarkan

- Tumpukan utang Pertamina US$16 miliar (setara Rp240 triliun)

- Mempertanyakan kemampuan Rekind bangun kilang

- Membentuk super holding, Indonesian in Corporation

- Banyak Komisaris dan Direksi titipan di Pertamina

- Tata kelola penggajian di Pertamina tidak sesuai kinerja

- Keanehan biaya jumbo Rp500 miliar proyek digitalisasi paperless antara Pertamina dan Peruri

- Progres pembangunan kilang minyak lambat

Sumber: Video diskusi Amerika Bersatu