
Beragam strategi muncul dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 yang digelar di masa pandemi Covid-19. Salah satu yang muncul adalah mengedarkan kotak suara secara keliling kepada para pemilih. Perlu cara yang lebih elegan dan menjaga marwah demokrasi.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggagas agar pelaksanaan Pilkada serentak 2020 menggunakan metode Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan kotak suara keliling. Metode ini bisa diterapkan dalam rangka mencegah terjadinya penularan Covid-19.
Versi KPU, cara itu menjadi alternatif untuk menjemput pemilih yang takut ke TPS, atau pemilih yang positif Covid-19 maupun sedang isolasi mandiri. Beragam tanggapan muncul atas inisiatif ini.
Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Solo FX Hadi Rudyatmo ikut memberikan tanggapan. Wali kota Sol ini menilai hal itu tidak pas. Jika solusi tersebut yang dipilih, akan mengurangi roh demokrasi. “Kok seperti jualan martabak keliling. Mengurangi roh demokrasinya,” ucap Rudy.
Menurut Rudy harusnya KPU menggunakan strategi yang dipakai untuk pembagian Bantuan Sosial Tunai (BST) di Kota Solo. Undangan yang diberikan terjadwal jamnya dengan protokol kesehatan yang dilaksanakan.
Selain itu perlu ada sterilisasi tempat pemungutan suara (TPS) dan petugas yang dijamin negatif Covid-19. Selain itu pemilih yang datang diwajibkan menggunakan sarung tangan yang baru. ”Tapi semua itu tergantung KPU yang punya kewenangan,” ucapnya. Soal adanya wacana penundaan Pilkada, Rudy menyerahkan hal tersebut kepada KPU dan pemerintah pusat.
Sementara itu, wacana penundaan Pilkada dianggap menjadi hal yang menguntungkan bagi bakal pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa. Pasalnya dengan pelaksanaan Pilkada ditunda, waktu untuk berkampanye akan lebih panjang.
Ketua Tim Pemenangan Gibran-Teguh, Putut Gunawan mengatakan, wacana penundaan Pilkada ini memang menjadi kewenangan dari pemerintah dan KPU. ”Tapi kalau Pilkada diundur, kami pasti diuntungkan. Sebab waktu kampanye akan lebih panjang,” ucap Putut.
Keputusan apakah ditunda atau tidak tergantung pada pemerintah pusat dan KPU RI. ”Saat ini kami masih menjalankan agenda sesuai dengan jadwal,” katanya.
Meskipun saat ada penundaan, banyak permasalahan yang akan muncul. Sebab nantinya semua pihak akan terkena imbasnya. Dampak yang paling mudah dirasakan yakni apatisme dari para calon dan pemilih. ”Kalaupun Pilkada tetap berlangsung 9 Desember, dijadwalkan pada 30 Desember akan dilaksanakan pelantikan. Mereka hanya akan menjabat selama empat tahun saja. Kalau lebih lama diundur, maka semakin pendek pula waktunya menjabat,” sebutnya.
Sebab pada 2024 mendatang dijadwalkan terlaksana Pemilihan Umum (Pemilu) serentak yang merupakan amanat dari undang-undang. ”Ya masak partai politik harus mempersiapkan Pilkada tiga tahun sekali. Ya pasti melelahkan dan tidak produktif. Kecuali jika undang-undangnya diubah,” tukasnya. Muh Slamet