Home Laporan Khusus Waspada Siasat Jahat Kepentingan Sesaat

Waspada Siasat Jahat Kepentingan Sesaat

Kabar bohong ditengarai bakal banyak muncul dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Politik identitas juga berpeluang muncul dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Sayang kasusnya terus berulang, dan tak pernah berhenti.

Dua kerawanan tersebut sudah pasti akan melemahkan tatanan demokrasi di Indonesia. Atas dasar itu, perlu pengawasan, dan kontrol yang kuat sehingga berbagai tahapan yang dijalankan benar-benar memunculkan pemimpin daerah yang berkualitas. Bukan sebaliknya malah memicu perpecahan masyarakat bawah.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sukoharjo KH Abdulah Faishol mengatakan, penggunaan agama sering kali digunakan untuk kepentingan politik praktis. Sehingga tak heran memasuki kampanye pilkada ini, mulai bermunculan isu politik identitas yang sarat kepentingan sesaat untuk saling menjatuhkan.

"Yang perlu diwaspadai dalam pilkada adalah penggunaan agama untuk kepentingan politik. Ini kan sudah muncul, karena ada calon (kepala daerah) seorang perempuan. Sudah muncul istilah, perempuan haram jadi pemimpin," katanya.

Menurutnya, penggunaan agama sebagai alat untuk mencapai tujuan politik merupakan suatu hal yang tidak baik bagi keberlangsungan hubungan antar masyarakat. Tidak sejalan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

"Di dalam Islam sendiri, NU sebagai organisasi menyatakan boleh. Muhammadiyah, juga menyatakan boleh. Toh yang lain juga banyak kepala daerah, entah bupati atau gubernur perempuan. Namun isu ini sengaja dimunculkan lagi karena untuk menarik simpati," ucapnya.

Ia berharap kepada calon kepala daerah agar menekankan penyampaian program maupun visi, misi, bukan melempar isu soal agama. Agama dan negara harus menyatu dan saling bersinergi. Empat pilar kebangsaan harus diimplementasikan dalam kehidupan keagamaan.

"Tetapi kami percaya itu tidak akan mempengaruhi masyarakat. Untuk itu gesekan-gesekan yang terkait dengan theologis itu harus dihindari, jangan sampai terjadi perselisihan karena perbedaan. Harus saling menghargai," tegasnya.

Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Aditya Ramadhan mengakui, masih banyaknya ditemukan berita hoaks hingga adu domba yang berlandaskan politik indentitas saat ini memang masih beredar di masyarakat.

Padahal politik identitas ini menumpulkan rasionalitas pemikiran masyarakat. Sehingga sistem demokrasi berpotensi dilumpuhkan. ”Tak jarang politik identitas ini membuat retak kondisi di masyarakat. Karenanya, mahasiswa bisa turut serta untuk mengawal Pilkada kali ini dengan nilai integritas,” katanya.

Direktur Riset Setara Institute, Halili mengatakan, mahasiswa memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas demokrasi. Mahasiswa harus berfungsi sebagai kontrol terhadap kekuasaan agar tidak menyimpang. ”Peran mahasiswa ini sangat urgen untuk membantu fungsi kontrol pada kekuasaan. Sebab kontrol pengawasan di tingkat elit sangat lemah,” jelasnya.

Selain itu mahasiswa juga berfungsi untuk menjaga soliditas dan kohesi sosial di masyarakat. Apalagi selama ini dalam pelaksanaan kontestasi politik, baik pemilu maupun pilkada, yang paling berbahaya adalah politisasi agama. ”Politisasi agama ini bersifat destruktif dan merusak kebhinekaan yang menjadi pondasi tegaknya negara,” tegasnya. Muh Slamet

 

268