Home Laporan Khusus Dua Gugatan Setelah Hilang Suara

Dua Gugatan Setelah Hilang Suara

Otoritas Jasa Keuangan digugat Bosowa karena dianggap mengeluarkan kebijakan cacat hukum. Private placement, yang dianggap tak lazim, mengobral saham Bukopin di bawah nilai buku. Porsi saham pemerintah di Bukopin makin menciut pasca-RUPSLB.


Drama seputar akuisisi saham Bukopin masih berlanjut. Kali ini, pertarungan akan berlangsung di lembaga peradilan. Setelah PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) melaksanakan Penawaran Umum Terbatas V (PUT V) dan private placement, PT Bosowa Corporindo menggugat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dua kali. Satu perkara perdata dan satu lagi perkara Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Gugatan perdata Bosowa diajukan 24 Agustus lalu dengan nomor perkara 480/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst. Gugatan ini persis sehari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bukopin berlangsung. RUPSLB tersebut membahas aksi private placement, alias Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) yang dilakukan Kookmin Bank ke Bukopin.

Di gugatan tersebut, Bosowa menilai OJK telah memaksa pihak mereka memberikan surat kuasa ke PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, selaku tim technical assistance, untuk mewakili Bosowa di RUPSLB. Gugatan tersebut tidak memengaruhi RUPSLB. Besoknya di RUPSLB, tetap saja Bosowa dilarang mengikuti RUPSLB karena diwakilkan BRI dan tidak memiliki suara.

Di gugatan kedua, Bosowa menggugat OJK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan nomor perkara 163/G/2020/PTUN.JKT per tanggal 27 Agustus 2020. Menurut Direktur Utama Bosowa, Rudyantho Deppasau, keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 64/KDK.03/2020 melanggar Peraturan OJK Nomor 34 Tahun 2018 Pasal 1 ayat 3, mengenai definisi pemegang saham pengendali (PSP).

Rudyantho menjelaskan, Bosowa bukan PSP sejak Juli 2018. Pasalnya mengacu pada POJK, yang disebut PSP adalah pemegang saham minimal 25% dan atau melakukan kontrol. Faktanya, kata eks pengacara terpidana mati kasus Narkoba asal Filipina Mary Jane itu, Bosowa hanya memegang saham 23%. "Kita menggugat dua kali dengan dua objek yang berbeda," ujarnya kepada GATRA, Senin lalu.

Berdasarkan keputusan Dekom Nomor 64/2020 tersebut, OJK melarang Bosowa menjadi pihak utama pengendali dan menjalankan hak selaku pemegang saham Bank Bukopin. Saham Bosowa juga tidak diperhitungkan dalam di RUPS Bukopin.

OJK juga mewajibkan Bosowa untuk mengalihkan seluruh kepemilikan saham dalam jangka waktu paling lambat satu tahun sejak ditetapkan dengan predikat tidak lulus.

***

Sejak Rudyantho ditetapkan menjadi Dirut Bosowa menggantikan Sadikin Aksa yang mengundurkan diri pada 23 Juli lalu, Bosowa memang langsung tancap gas melancarkan gugatan terhadap OJK.

Bagi Rudyantho, urusan peradilan korporasi bukan hal baru. Bahkan dari 2015, Rudyantho merupakan kuasa hukum Bukopin. "Saya biasanya menolong Bukopin me-recovery NPL-nya, melawan debitur nakal dan macet," ujarnya.

Menurut orang dekat Erwin Aksa ini, ada pihak-pihak yang melakukan hostile takeover atau pengambilalihan secara paksa Bank Bukopin. Jika keputusan hukum atas gugatan Bosowa sudah keluar, apa pun hasilnya, kata Rudyantho, harus menjalankannya. "Ini harus digugat karena komunikasi sudah buntu, karena pada dasarnya dunia usaha itu butuh ketenangan," ujarnya.

Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo, menjelaskan tentang gugatan Bosowa tentang private placement. Ia menilai, dalam membuat kebijakan itu, OJK tidak melihat kepentingan pemegang saham mana pun, tetapi nasib para nasabah perbankan.

Sebelum PUT V, kondisi likuiditas dan permodalan Bukopin kering. "Ini [private placement] dilakukan untuk melindungi kepercayaan nasabah terhadap perbankan, utamanya Bank Bukopin," ujarnya kepada Wartawan GATRA, Qonita Azzahra.

Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot, menambahkan bahwa OJK menyadari penuh peran Bosowa sebagai salah satu pemegang saham Bank Bukopin. "Kami menghormati penuh langkah hukum yang diambil Bosowa, karena mereka pemegang saham Bukopin juga," katanya.

Meski demikian, menurut Sekar, OJK tidak akan sembarangan dalam mengambil setiap keputusan, terkait izin akuisisi Bukopin kepada Kookmin Bank. Bahkan, sebelumnya OJK telah memberikan kesempatan yang sama, baik kepada Bosowa maupun Kookmin Bank untuk menyelesaikan masalah perusahaan sebelum resmi mengakuisisi Bukopin.

"OJK punya pertimbangan data dan fakta untuk mengukur kemampuan keuangan dan komitmen mereka, termasuk untuk segera menyelesaikan masalah yang masih terjadi di perusahaannya," ujar Sekar.

Jika melihat keuangan Bosowa, kondisinya memang lagi goyang. Bosowa bahkan punya kredit macet sebesar Rp4 triliun di Bank BRI. Ketika dikonfirmasi, Rudyantho berdalih bahwa isu ini sengaja disebarkan di tengah Bosowa memperjuangkan haknya di Bukopin. "Pertanyaan saya, kenapa kredit macet BRI dimunculkan? Kenapa bukan kredit macet di Bukopin, yang membuat Bukopin kelabakan likuiditas," ucapnya.

***

Kookmin resmi menjadi PSP di Bukopin dengan mengakuisisi saham 67%. Sebagai pemilik saham mayoritas, Kookmin menempatkan orang-orangnya hampir di semua posisi komisaris dan direksi. Di direksi, misalnya, sebelum jadi mayoritas, Kookmin hanya menempatkan satu orang. Sekarang, ada empat orang Kookmin yang duduk di bangku direksi.

Di jajaran komisaris, Kookmin menambah dua orang, sehingga total ada tiga komisaris yang diusulkan Kookmin. Tentunya, manajemen baru harus lulus fit and proper test dari OJK. Dalam acara "Townhall Meeting" pada Jumat pekan lalu, Bukopin memperkenalkan jajaran manajemen barunya.

Bersamaan dengan terpilihnya manajemen baru, tugas tim technical assistance dari BRI yang berjumlah sembilan orang di Bukopin, telah berakhir, walaupun penyertaan modal langsung Kookmin masih berlangsung. Nantinya, Bukopin akan memperoleh suntikan modal sebesar Rp3,11 triliun dari private placement.

Rudyantho menduga, sejak awal ada yang janggal dalam aksi private placement. Jika hanya memperkuat permodalan dan meningkatkan likuiditas, Bukopin hanya perlu melakukan rights issue di PUT V kemarin. Setelah itu, manajemen menyelesaikan persoalan kredit macet Bukopin. "Bukopin kan kelabakan karena kredit macetnya. Ini yang harusnya dibongkar," ujarnya.

Kejanggalan lain, menurut Rudyantho, harga nilai buku (price to book value/PBV) Bukopin terlalu kecil, di bawah 0,5 kali PBV. Jika dibandingkan dengan akuisisi Bank Permata oleh Bangkok Bank, nilai bukunya sebesar 1,63 kali PBV. "Bukopin jauh di bawah, padahal ini kan transaksi sejenis. Jadi, ini seperti ke hostile takeover, pengambilalihan paksa," katanya.

Jika pengambilalihan Bukopin ke Kookmin terlalu murah, bukan Bosowa saja yang kecele. Nilai saham dan porsi kepemilikan pemerintah Indonesia di Bukopin pun ikut terdilusi. Sebelum PUT V, pemerintah Indonesia memiliki porsi 8,9% saham di Bukopin. Setelah PUT V, porsi saham pemerintah di Bukopin menciut ke 6,37%.

Karena private placement, porsi saham pemerintah kembali tergerus ke 3,18%. Adapun porsi kepemilikan Kookmin Bank naik menjadi 67% setelah private placement disepakati 25 Agustus lalu, dengan suntikan modal yang kabarnya dalam bentuk tunai semua.

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Achsanul Qosasi, angkat bicara soal seringnya saham pemerintah terdilusi di perusahaan swasta. Walaupun jumlah sahamnya sedikit, pemerintah harus tetap memberi perhatian terhadap saham-saham negara tersebut. "Karena bagaimanapun, itu adalah uang negara yang harus dipantau manfaat dan fungsinya untuk negara," ujarnya.

Achsanul juga menyarankan agar pemerintah memiliki kajian terukur atas terdilusinya saham negara di sejumlah perusahaan swasta, seperti di Bukopin. "Jangan sampai terus terdilusi, sehingga peran negara lama-lama menjadi hilang tak bermanfaat," katanya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun GATRA, Kookmin memang berhasrat akuisisi bank BUKU III di Indonesia sejak 2017, bahkan dengan status pemilik saham mayoritas. Selain Bukopin, opsi Kookmin ketika itu adalah Bank Permata. Cocok harga dengan Bukopin, Kookmin menggelontorkan Rp1,46 triliun melalui rights issue pada Juli 2018.

Harganya waktu itu masih Rp570 per saham atau 0,75 kali PBV. Lebih mahal dibandingkan harga PUT V dan private placement Bukopin terakhir.

Dalam kesempatan wawancara GATRA dengan Direktur Utama Bukopin, Rivan Achmad Purwantono, pada beberapa waktu lalu, ia mengatakan bahwa pemerintah berharap, komposisi saham pemerintah di Bukopin tidak tergerus. "Pemerintah minta ambil right, ya, supaya tidak turun," katanya.

Namun, menurut pihak Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, pemerintah tidak mengambil hak partisipasinya dalam penawaran PUT V kemarin. Akibatnya, saham pemerintah di Bukopin terdilusi. "Sampai saat ini, pemerintah tidak mengalokasikan anggaran untuk menambah kepemilikan di Bukopin," kata Kepala Subdirektorat Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Bernadette Yuliasari, ketika dikonfirmasi GATRA.

Hendry Roris Sianturi

Komposisi Pemegang Saham Bukopin Setelah PUT V

Kookmin Bank: 33,90%

Bosowa: 23,40%

Pemerintah Indonesia: 6,37%

Publik: 36,33%

Setelah Private Placement

Kookmin Bank: 67%

Bosowa: 11,68%

Pemerintah Indonesia: 3,18%

Publik: 18,14%

Sumber: Hasil PUT V dan RUPSLB Bukopin