Covid-19 menyebar nyaris ke seluruh wilayah Indonesia. Baik sektor kesehatan maupun ekonomi sama-sama terpukul. Tak jarang upaya pemerintah daerah terbentur aturan pemerintah pusat.
Kota Semarang kemarin membuat rekor nasional. Data per 6 September, menempatkan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah (Jateng) tersebut sebagai kota dengan angka kasus aktif Covid-19 tertinggi tingkat nasional. Bayangkan saja, ada 2.591 kasus aktif atau pasien dalam perawatan. Statistik ini membuat penanganan Covid-19 di Jawa Tengah menjadi sorotan. Provinsi berpopulasi 34,9 juta jiwa ini menempati posisi ketiga daerah dengan angka kasus tinggi, setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Tak cuma itu, Jateng juga masuk lima besar provinsi dengan kematian tertinggi, yaitu 7,06%. Angka ini lebih besar dari fatality rate nasional, yaitu 4,1% dan global 3,26%.
Epidemiolog Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof. Suharyo Hadisaputro, menyatakan bahwa tingginya penularan disebabkan masyarakat Jateng kurang disiplin. Protokol 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan, memakai sabun, dan menjaga jarak, diabaikan. Tak heran banyak klaster baru bermunculan seperti klaster perkantoran, pesantren, sekolah, dan keluarga inti. "Untuk mendisplinkan masyarakat agar mematuhi 3M, perlu adanya punishment atau sanksi bila melanggar," kata Suharyo kepada GATRA.
Menurutnya, sanksi yang ada sekarang tak punya taji, lantaran Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, menyerahkan mekanisme hukuman tersebut kepada masing-masing bupati dan wali kota. Salah satu contohnya, Pemkot Semarang yang menghukum pelanggar dengan menyapu jalan. Sejak awal, Ganjar tak mengambil langkah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), karena PSBB akan memukul ekonomi warga makin terpuruk. PSBB juga dinilai tidak menjamin penekanan laju wabah. Selama belum ada vaksin Covid-19, Suharyo menyebut taat 3M adalah kunci utama menanggulangi pandemi.
Di tengah lonjakan kasus, Pemprov Jateng malah menggelar uji coba pembelajaran tatap muka di tujuh sekolah. Simulasi dilakukan di SMAN 1 Parakan, SMKN 1 Temanggung, SMAN 2 Wonosobo, SMKN 2 Wonosobo, SMAN 2 Kota Tegal, SMKN 2 Kota Tegal, dan SMA Pius Tegal. Ganjar memastikan simulasi ini dilakukan dengan aturan ketat. Siswanya pun dibatasi 100 orang, sisanya sekolah daring. Ia meminta perkembangan uji coba ini dilaporkan setiap hari, untuk kemudian dievaluasi sepekan sekali. Jika hasil evaluasi baik, maka kuota siswa yang mengikuti kelas tatap muka akan ditambah. Sebaliknya, kalau temuannya buruk, maka program tersebut akan dikaji lagi.
Terkait sekolah ini, Suharyo mengirim lampu kuning. Pemerintah diminta berhati-hati memutuskan agar tidak muncul klaster pendidikan lagi. "Pembukaan sekolah tatap muka harus dipertimbangkan secara cermat, jangan sampai terjadi klaster baru di sekolah," katanya.
***
Pemerintah daerah bisa belajar ke Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) soal mengadang wabah. Kasus Covid-19 di Sumbar melonjak sejak perayaan Iduladha, 31 Juli lalu. Pemicunya, arus mudik para perantau dari daerah lain. Angkanya makin meningkat hingga kini. Bahkan, muncul klaster perkantoran, seperti di Kota Padang yang berstatus zona merah. Kemunculan klaster ini disinyalir akibat banyaknya pejabat daerah dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melakukan perjalanan dinas ke luar kota.
Dalam catatan GATRA, sejumlah pejabat yang terkonfirmasi positif Covid-19, yaitu Wakil Wali Kota Payakumbuh Erwin Yunaz, Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni, Wali Kota Solok Zul Elfian, Wakil Wali Kota Padang Hendra Septa. Lalu ada Ketua Komisi III DPRD Sumbar Afrizal, General Manager PLN Sumbar Bambang Dwiyanto, serta dua calon kepala daerah pun positif Covid-19.
Untuk menekan laju infeksi, Pemprov Sumbar memperketat pengawasan di jalur masuk. Mulai dari pembatasan jalur darat, laut, dan udara, yakni Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Dalam pantauan Satuan Gugus Tugas Covid-19 Sumbar, mayoritas kasus positif Covid-19 berasal dari luar Sumbar, kemudian terjadi transmisi lokal.
Meski ada pengetatan, Pemprov Sumbar tidak mungkin menerapkan PSBB. Apalagi, penerapan PSBB harus mengantongi restu pemerintah pusat. Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, mengatakan bahwa apabila PSBB diberlakukan kembali, angka pengangguran akan bertambah. Masyarakat tidak bisa beraktivitas sehingga berimbas pada penghasilan. Itulah mengapa PSBB tak menjadi pilihan.
Sumbar hanya mengencangkan pengawasan, masyarakat tetap beraktivitas dengan menjalankan protokol kesehatan. "Syaratnya, patuhi protokol kesehatan, ketika hendak keluar rumah. Pandemi bisa kita rem, produktivitas harus kita gas," ujar Irwan.
Pemprov Sumbar sempat mengizinkan pembelajaran tatap muka di Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Sawahlunto, dan Pasaman Barat. Namun, berselang beberapa hari setelah dibuka, sekolah di empat daerah itu akhirnya ditutup kembali. Gara-garanya, ditemukan guru tertular virus corona. Angka kasus pun terus naik. "Jangan sampai terjadi klaster baru di sekolah, seperti guru dan siswa," ujar alumnus Psikologi Universitas Indonesia itu. Sampai sekarang, sekolah maupun kampus melaksanakan kelas daring.
Irwan mengakui masih banyak masyarakat yang melanggar protokol kesehatan dan menganggap remeh Covid-19. Warga enggan memakai masker, sehingga transmisi lokal tak terhindarkan. Padahal, mematuhi protokol kesehatan merupakan bagian dari pemutusan rantai penyebaran virus corona tersebut.
Kini, Sumbar sedang mengebut penyelesaian Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Adaptasi Baru Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Raperda ini krusial dan dibutuhkan dalam menghadapi wabah virus corona saat ini. Kalau regulasi ini terbit, pemerintah kabupaten/kota tidak perlu membuat peraturan lagi. Raperda Adaptasi Baru ini ditargetkan berlaku 11 September.
Ini merupakan payung hukum untuk menertibkan orang agar patuh protokol kesehatan. Raperda ini mengatur sanksi denda maupun kurungan bagi pelanggar, untuk memunculkan efek jera. "Pemerintah sudah berupaya memutus penyebaran corona ini, tapi nyatanya kasus Covid-19 terus melonjak. Jadi, kita buatkan perda agar masyarakat disiplin. Apabila melanggar, tentu ada sanksi dan dendanya," tutur Irwan.
Dalam hal pemeriksaan tes Covid-19, rapor Sumbar tergolong cemerlang. Pasalnya, baru Sumbar dan DKI Jakarta yang memenuhi target tes Polymerase Chain Reaction (PCR) 1 per 1.000 penduduk per minggu, sesuai target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sumbar mampu melakukan tracing pada 4.000 spesimen per hari. Kecepatan pelacakan ini sangat berguna untuk mengetahui kondisi maupun perkembangan kasus.
Pemprov Sumbar bahkan menggratiskan uji usap (swab) bagi pendatang yang masuk melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Uji usap gratis seperti ini baru pertama di Indonesia. Mereka yang telah menjalani uji usap diminta melakukan isolasi mandiri. Jika hasilnya positif, maka isolasi dilakukan di lokasi karantina yang disediakan. Tingginya rasio tes tidak terlepas dari kemampuan Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand) Padang. Lalu, komitmen pemerintah kabupaten/kota dalam mengirim sebanyak mungkin sampel ke laboratorium juga membantu kerja pemprov.
Kepala Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi FK Unand, Andani Eka Putra, menjelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan di dua laboratorium, yakni FK Unand serta Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Wilayah II Baso, Agam. Per hari, mereka mampu melakukan tes PCR di atas 3.000 sampel.
Andani menjelaskan, tingginya kapasitas tes karena Sumbar menerapkan metode pengetesan kelompok (pool test). Namun, metode ini tak bisa diterapkan di semua daerah. Bagi daerah yang positivity rate-nya di atas 15% maka tidak tepat memakai pengetesan kelompok. Positivity rate adalah rasio jumlah kasus positif dibandingkan total tes di suatu wilayah. Positivity rate Sumbar per 7 September adalah 2,5%.
Cara kerjanya, sampel yang melibatkan 60-100 orang digabungkan. Jadi, cairan mukus yang berasal dari pangkal hidung atau tenggorokan, dimasukkan dalam tabung terpisah, kemudian digabungkan untuk dites. "Misalnya sampel tabung T1 digabungkan dengan T2 dan T3, lalu dites. Kalau negatif, berarti semuanya negatif. Kalau positif, diuji ulang dari T2," Andani memaparkan.
***
Berbeda dengan Sumbar, Pemprov DKI Jakarta sebagai provinsi dengan kasus tertinggi, memilih jalan PSBB. Per 8 September, jumlah kumulatif kasus mencapai 48.811. Tingkat kesembuhannya 74,4% dan tingkat kematian sebesar 2,7%. Pemprov DKI Jakarta mengeklaim lonjakan kasus berbanding lurus dengan jumlah tes PCR yang dilakukan.
Setiap harinya, Pemprov DKI Jakarta melaksanakan ribuan tes dengan rate test PCR total per 1 juta penduduk sebanyak 66.213. Adapun, jumlah orang yang dites PCR dalam sepekan terakhir, sebanyak 55.424. Karena kurva tak juga landai, diterapkanlah PSBB Transisi. Setiap dua minggu sekali, hasilnya dievaluasi. Kalau kasus meningkat, PSBB diperketat.
PSBB pertama kali diberlakukan pada 10-23 April 2020. Mobilitas warga dibatasi dan ada pembatasan jam operasional transportasi umum. Kegiatan perkantoran dan sekolah pun diminta untuk dilakukan di rumah. Setelah 23 April, PSBB diperpanjang secara berkala hingga 4 Juni 2020. Pada masa ini, tempat hiburan dan wisata makin banyak yang ditutup, jumlah pengunjung hotel pun dibatasi.
Kala itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat mengajukan metode lockdown kepada pemerintah pusat. Pengajuannya ditolak. Sebagai gantinya, diterapkan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) Jakarta untuk membatasi pergerakan masyarakat dari dan keluar Jakarta.
Pada 5 Juni, DKI Jakarta mengenalkan PSBB Transisi. Aktivitas warga tidak terlalu dibatasi, bisa masuk kantor dan tempat wisata dibuka bertahap. Hingga kini, PSBB transisi sudah kali keenam diperpanjang. Anies sadar, perpanjangan PSBB tak ampuh menekan penularan. Ia berjanji meningkatkan fasilitas kesehatan. "Kita terus tambah fasilitas kesehatan di Jakarta untuk bisa memastikan yang membutuhkan pelayanan kesehatan, bisa terlayani dengan baik," ucapnya seperti dilaporkan Wartawan GATRA, Dwi Reka Barokah.
Putri Kartika Utami, Insetyonoto, dan Wahyu Saputra
Kabupaten/Kota dengan Kasus Aktif Tertinggi per 6 September 2020
1. Kota Semarang: 2.591 kasus
2. Kota Medan: 1.454 kasus
3. Jakarta Timur: 1.429 kasus
4. Jakarta Barat: 1.372 kasus
5. Kota Makassar: 1.363 kasus
Sumber: Satgas Penanganan Covid-19
Provinsi dengan Kasus Terkonfirmasi Positif Tertinggi per 8 September 2020
1. DKI Jakarta: 47.379 kasus positif
2. Jawa Timur: 35.941 kasus positif
3. Jawa Tengah: 15.615 kasus positif
4. Jawa Barat: 12.709 kasus positif
5. Sulawesi Selatan: 12.695 kasus positif
Sumber: Satgas Penanganan Covid-19