
Petahana Bupati Kendal Mirna Annisa gagal maju lagi pada pilkada Kendal 2020. Partai yang memberinya tiket untuk mempertahankan jabatan, tak cukup memenuhu syarat yang ditentukan untuk mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Manuver kuat memang dibutuhkan dalam dunia politik.
Partai Gerindra yang semula bakal mengusung Mirna, memutuskan bergabung dengan PKB mengusung pasangan Ali Nurudin dan Yekti Handayani. Hal ini karena Partai Gerindra hanya memiliki 6 kursi di DPRD Kendal tidak dapat mengusung calon sendiri, karena batas minimal bisa mengusung calon sendiri 10 kursi.
Sekretaris DPD Partai Gerindra Jateng, Sriyanto Saputro tak memungkiri kondisi tersebut. Partainya pun bergerak cepat untuk segera menentukan pilihan. “Kami akhirnya gabung dengan PKB dan Nasdem mengusung pasangan ustad Ali Nurudin dan Yekti Handayani,” katanya.
Menurut Sriyanto, PKB merupakan partai yang intensif berkomunikasi di saat menit-menit terakhir atau injury time menjelang pendaftaran pilkada Kendal. “PKB juga berkomitmen untuk meneruskan program yang sudah dijalankan mbak Mirna (Bupati Kendal Mirna Annisa,” ujarnya.
Sementara, pengamat politik Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Joko J. Prihatmoko mengatakan hal penyebab kegagalan petahana Bupati Kendal Mirna maju lagi pilkda, karena terlalu percaya diri (over confidence).
Padahal kinerja Mirna memerintah Kendal selama lima tahun 2015-2020 tidak bagus, sehingga tidak ada yang bisa dibanggakan. “Jalan-jalan di Kendal banyak yang rusak. Itu menjadi masalah serius karena Kendal strategis dan berbatasan dengan ibu kota Provinsi Jateng,” ujar dia.
Di samping itu, lanjut Joko, loby-loby atau hubungan dengan partai politik (parpol ) lain di Kendal selama ini juga tidak terlalu lentur. “Hal ini yang menyebabkan petahana Bupati Kendal Mirna kesulitan mendapatkan dukungan dari parpol pada pilkada 2020,” tandasnya.
Meski sebenarnya menurut Joko, dari hasil beberapa lembaga survey elektabilitas petahan bupati Kendal tidak terlalu rendah karena masih berkisar sebesar 39,9%. “Untuk ukuran incumbent, elektabilitas sebesar 39,9% tidak istimewa. Elektabilitas itu akan menurun kalau tidak punya terobosan program. Lha ini, program dan janji-janji lima tahun lalu tidak kunjung direalisasikan,” terangnya.
Ribuan masyarakat dari berbagai kecamatan tampak memenuhi Kantor KPU Sukoharjo. Kedatangan mereka yakni ingin mengawal proses pendaftaran pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Sukoharjo Joko Santosa - Wiwaha Aji Santosa atau JosWi di hari terakhir pendaftaran, Minggu (6/9).
Menyikapi kondisi itu, dalam keterangan pers rilisnya, Joko Santosa mengapresiasi masyarakat yang hadir tersebut. Ia mengaku, mengaku jumlah simpatisan yang hadir mengantar JosWi ke KPU diluar dugaan. "Persiapan kita sebenarnya tidak sebanyak ini, sekitar 150 orang, tapi berapa ribu yang datang ini memang antusias aura yang menginginkan perubahan Bupati dan Wakil Bupati Sukoharjo," terang pria yang akrab disapa Joko Paloma itu.
Menurut Joko Paloma, masyarakat yang datang sebanyak ini merupakan aksi solidaritas dan spontanitas menyambut Pilkada Sukoharjo 2020. "Massa bergerak spontan, mereka ikhlas lahir batin dengan pembiayaan sendiri, tanpa diperintah mereka sudah tahu kalau ada pendaftaran dan bergerak menyengkuyung JosWi," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Tim Kemenangan JosWi, Eko Sapto Purnomo. Dia tidak menyangka akan banyak simpatisan yang ikut mengantar Paslon JosWi ke KPU. Sehingga bisa diartikan kondisi itu melebihi ekspetasi. "Terus terang ini penganugerahan bagi kami, tapi dengan jumlah massa yang sekian banyak semua ingin ada perubahan," tandasnya. Muh Slamet