Home Ekonomi Petani Bawang Putih Minta Aturan Impor Diubah

Petani Bawang Putih Minta Aturan Impor Diubah

Slawi, gatra.net – Petani bawang putih di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah mengeluhkan perubahan aturan terkait impor bawang putih yang dikeluarkan Kementerian Pertanian. Perubahan aturan itu dinilai membuat bawang putih hasil panen petani tak terserap.

Salah satu petani bawang putih di Desa Tuwel, Kecamatan Bojong, Ahmad Maufur (37) mengatakan, adanya perubahan aturan terkait impor bawang putih membuat petani kesulitan untuk menjual hasil panen.

“Petani bawang putih sedang lesu, semangatnya berkurang karena tidak ada serapan sama sekali. Kalau kebijakannya masih seperti ini tahun depan tidak ada lagi yang mau nanam bawang putih,” kata Maufur usai panen bawang putih double chromosome di Desa Tuwel, Rabu (2/9).

Perubahan aturan yang dimaksud Maufur yakni pelonggaran syarat wajib tanam bagi importir bawang putih. Pelonggaran itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pengembangan Komoditas Hortikultura Strategis.

Dalam aturan yang lama, importir harus menanam bawang putih sebesar lima persen dari kuota impor sebelum mendapatkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH). Dalam menanam bawang putih, importir bekerja sama dengan petani lokal.

Setelah Permentan Nomor 46 tahun 2019 terbit, importir bisa langsung mendapatkan RIPH tanpa harus terlebih dahulu menanam bawang putih sebesar lima persen dari kuota impor. Kewajiban itu boleh dilaksanakan setelah impor dilakukan.

Maufur yang merupakan Ketua Kelompok Tani Berkah Tani Desa Tuwel mengatakan, sebelum adanya pelonggaran ketentuan bagi importer tersebut, bawang putih hasil panen dari petani di Desa Tuwel ditampung kelompok tani dan selanjutnya dijual kepada delapan importir dalam bentuk bibit untuk ditanam kembali di sejumlah daerah yang membutuhkan. Tahun ini, kelompok tani hanya bekerja sama dengan satu importir tanpa ada kepastian kapan bawang putih yang sudah dipanen diserap.

“Dua tahun ke belakang hasil panen terserap semua. Kami hanya sisakan untuk ditanam di Kabupaten Tegal. Tahun ini, bibit yang tahun kemarin saja banyak tidak terserap. Di gudang masih ada sekitar 30 ton bibit harusnya awal tahun sudah bisa ditanam tapi saat ini tidak terserap. Kalau sampai akhir tahun tidak terserap, akan rusak semua. Itu menjadi kerugian bagi kelompok tani,” ujar Maufur.

Untuk itu, Maufur berharap pemerintah mengubah kebijakan terkait impor tersebut agar bawang putih hasil panen para petani bisa terserap sehingga mereka juga kembali bersemangat menanam bawang putih. “Harapan kami kebijakannya berubah. Tadinya cuma wajib tanam, ada wajib beli. Tanpa ada kebijakan pemerintah untuk mendukung petani, bawang putih kita tidak bisa bersaing dengan bawang putih impor,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Tegal Muhammad Taufik Amrozy berpendapat senada. Menurut dia, peraturan impor bawang putih yang baru menjadikan kewajiban tanam lima persen dari kuota impor menjadi longgar.

“Dengan peraturan baru menjadi agak longgar, tidak harus menanam dulu tapi boleh mengimpor dulu, nanti baru tanam. Tanamnya dikasih waktu satu tahun. Ini yang menimbulkan kegalauan petani,” ujarnya.

Menurut Taufik, pemerintah perlu berpihak kepada petani bawang putih lokal dengan cara memberikan jaminan penyerapan hasil panen dan memperluas lahan tanam. Sehingga, target swasembada bawang putih bisa tercapai.

“Kami bertekad akan sampaikan ini sampai ke kantor BI pusat karena bawang putih ini komoditas penyumbang inflasi. Harus kita upayakan bagaimana agar ada pemihakan kepada petani. Petani harus dilindungi dulu,” ujar dia.

688