Home Politik Jebakan Jaksa Mengunci Calon Terdakwa

Jebakan Jaksa Mengunci Calon Terdakwa

Cara kerja Kejaksaan memeriksa pihak-pihak yang telibat kasus Jiwasraya, dianggap serampangan dan merugikan. Pengelola Manajemen Investasi yang jadi tersangka, merasa kena jebakan. Beberapa investor mengecam aksi sita aset yang tidak ada hubungannya dengan perkara.


Untuk melengkapi berkas penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya, beragam siasat dilakukan para penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung). Tiga belas manajemen investasi (MI), yang mengelola produk reksa dana Jiwasraya, jadi sasaran tembak tim yang berkantor di Gedung Bundar, Kompleks Kejaksaan Agung, kawasan Blok M Jakarta itu.

Para MI tersebut, yaitu PT Sinarmas Asset Management, PT Maybank Asset Management, PT MNC Asset Management, PT Pinnacle Persada Investama, PT Prospera Asset Management, dan PT Corfina Capital. Ada pula PT Pan Arcadia Capital, PT Pool Advista Aset Manajemen, PT Treasure Fund Investama, PT Jasa Capital Asset Management, PT GAP Capital, PT OSO Manajemen Investasi, dan PT Millenium Capital Management.

Bermula pada 24 Februari 2020, para MI diminta jaksa penyidik untuk menandatangani surat pernyataan bermaterai Rp6.000. Isinya, 13 MI harus bersedia mengembalikan semua keuntungan yang diperolehnya dari hasil pengelolaan investasi Jiwasraya. Untuk menentukan nominal keuntungan, jaksa meminta MI melakukan perhitungan sendiri (self-assessment).

Berdasarkan hitungan ke-13 MI, diketahui rata-rata MI mendapat surplus sekitar Rp700 juta sampai Rp800 juta. Kemudian masing-masing MI mentransfernya ke rekening virtual Kejagung pada Maret 2020. Belakangan MI baru sadar, uang yang mereka berikan ke Kejagung dianggap barang sitaan, yang nantinya dijadikan bukti untuk menjadikan mereka tersangka.

Dengan mengembalikan keuntungan itu, artinya mereka dianggap mengakui keterlibatannya dalam perkara Jiwasraya. Benar saja, pada 25 Juni 2020, semua MI tadi ditetapkan sebagai tersangka. "Jebakan Batman," kata kuasa hukum salah satu MI, Posko Simbolon.

Ke-13 MI tersebut dianggap telah ikut bersekongkol menggarong uang Jiwasraya bersama enam orang terdakwa, Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro, Joko Hartomo Tirto, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan.

Sebenarnya sejak awal, para pengelola MI ini sudah mencium ada aroma jebakan dalam proses penyidikan yang dilakukan jaksa penyidik. Salah satunya, PT Millenium Capital Management. Direktur Millenium, Fahyudi Djaniatmadja, sempat menolak mengembalikan hasil keuntungan yang diperoleh perusahaannya dari pengelolaan investasi Jiwasraya.

Menurut sumber GATRA yang terlibat dalam peristiwa tersebut, karena penolakan itu, sampai-sampai Fahyudi diasingkan ke ruangan lain. Karena terus didesak, Fahyudi akhirnya menyerahkan hasil perhitungan keuntungan Millenium dan mengembalikannya melalui rekening Kejagung. "Akhirnya ikut juga dia," ujarnya.

Ada lagi MI lain, menurut sumber GATRA tadi, berencana berkonsultasi ke pimpinan BPK tentang adanya permintaan pengembalian keuntungan MI. "Tapi enggak jadi akhirnya ketemu pimpinan BPK," ujarnya.

Menurut Posko, penetapan 13 MI sebagai tersangka korporasi adalah taktik jaksa agar hakim sulit mengeluarkan vonis bebas kepada enam terdakwa Jiwasraya. "Jaksa menyandera hakim. Ini masih ada tersangka MI, ini. Kalau ini bebas, MI masih ada tersangka ini. Jadi, dikunci terdakwanya," katanya.

Posko juga mempertanyakan cara kerja Kejaksaan memeriksa para MI. Menurutnya, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) 13 MI, hanyalah salin ulang dari pemeriksaan di BPK. "Mungkin BPK lebih paham," katanya.

Anehnya, lanjut Posko, Kejagung malah tidak melibatkan OJK. "Karena curiga OJK juga main," ucapnya.

Ketika dikonfirmasi tentang penyitaan hasil keuntungan 13 MI, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Ali Mukartono, dan Direktur Penyidikan Jampidsus, Febrie Adriansyah, tidak memberi tanggapan. Pesan yang dikirim GATRA hanya dibaca.

 

***

 

Mantan pengurus PT Pool Advista Finance Tbk, Nie Swe Hoa, tak kuasa menahan tangis ketika memelas kepada hakim di sidang perkara Jiwasraya bulan lalu. Nie meminta agar rekening efeknya senilai Rp20 miliar yang disita Kejagung, bisa dikembalikan. "Itu saya beli dari hasil kerja saya 30 tahun, keringat, darah saya sendiri," katanya.

Dari awal, Nie sudah menjelaskan ke Jaksa penyidik bahwa dirinya tidak pernah menerima imbalan terkait Jiwasraya dari Heru Hidayat. Beberapa kali Nie mengajukan keberatan atas penyitaan rekening efeknya, tak pernah digubris. "Tetap saja, setuju enggak setuju, disita secara sepihak," ucapnya.

Dalam kesaksiannya, Nie juga menantang jaksa untuk membuktikan jika dirinya menerima imbalan dari Heru. "Mau diperiksa sampai PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), silakan diperiksa. Saya enggak pernah menerima aliran dana dari Pak Heru atau dari saya ke Pak Heru," tuturnya.

Korban lain yang diduga salah sita, yaitu Vice President PT Pan Brothers Tbk, Anne Patricia Sutanto. Kejagung menyita 10 rekening efek milik sepupu Benny Tjokrosaputro itu. Dari 10 tadi, ada tiga rekening yang diketahui digunakan Bentjok untuk bermain di Jiwasraya. Isi tiga rekening itu berupa efek senilai Rp63 miliar.

Menurut Anne, sepupunya itu menggunakan single investor identification (SID) miliknya untuk membuka tiga rekening, tanpa sepengetahuan Anne. Modusnya, mirip seperti membuka rekening bank dengan NIK orang lain. "Tiga rekening, bukan rekening yang dibuka saya," katanya kepada GATRA.

Anne tidak habis pikir, mengapa Kejagung juga menyita efek di tujuh rekening miliknya. Menurutnya, per Januari 2020, nilai efek di tujuh rekening itu lebih dari setengah triliun rupiah. Ia sudah berkali-kali mengajukan keberatan dan tolak sita atas efek miliknya ke Kejagung. Tetap saja, aset Anne di tujuh rekeing efek tadi disita Kejagung. "Saya berharap negara bijak," ucapnya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia itu juga meminta agar hakim bisa lebih arif memisahkan barang bukti yang berkaitan dengan terdakwa dan bukan. "Kan ada ratusan pemegang efek lain," katanya.

Dugaan salah sita juga terjadi kepada PT Batutua Waykanan Minerals (PT BWKM). Anehnya yang disita adalah badan hukumnya, bukan aset BWKM. Sitaan tersebut dititipkan ke Kementerian BUMN. Jaksa menduga, BWKM berkaitan dengan Heru Hidayat. Para penyidik korps adhyaksa meyakini PT Kalimantan Pancar Sejati, perusahaan milik Heru, memiliki saham mayoritas di BWKM.

Dalam kesaksiannya, Direktur Utama BWKM, Christopher Ben Farmer, mengatakan bahwa BWKM bukanlah milik Heru. Pihak BWKM juga beberapa kali menolak aksi sita serampangan jaksa penyidik. Direksi BWKM bahkan telah menandatangani Berita Acara Menolak Menandatangani Berita Acara Penyitaan, pada 12 Maret lalu.

Menurut Christopher, karena penyitaan serampangan ini, investor ogah masuk ke BWKM. Kondisi perusahaan juga di ujung tanduk, terancam bangkrut. "Ini juga menghambat kemajuan masyarakat sekitar. Paling parah, berdampak ke pendapatan negara dari pajak. Apalagi di tengah Covid-19 sekarang," katanya.

Ketika dikonfirmasi GATRA, Ali Mukartono tidak memberi tanggapan. Hanya saja beberapa waktu lalu, dalam RDP dengan Komisi III DPR, Ali berkata akan menyita aset yang berkaitan dengan tersangka dan terdakwa perkara Jiwasraya, sebanyak-banyaknya. "Kejaksaan diminta menyita aset sebanyak-banyaknya, nanti yang menghitung Ibu Menkeu," katanya.

 

Hendry Roris Sianturi

 

- - - - - -

 

Quote

"Jaksa menyandera hakim. Ini masih ada tersangka MI, ini. Kalau ini bebas, MI masih ada tersangka ini. Jadi, dikunci terdakwanya."

- Posko Simbolon

 

Highlight

Belakangan MI baru sadar, uang yang mereka berikan ke Kejagung dianggap barang sitaan, yang nantinya dijadikan bukti untuk menjadikan mereka tersangka.

 

- - - - - -

 

Boks

 

Mempercepat Restrukturisasi Jiwasraya

 

Defisit ekuitas PT Asuransi Jiwasraya makin dalam. Per 31 mei 2020, tercatat minus Rp36 triliun. Ini akibat dari nilai liabilitas yang mencapai Rp53 triliun, sedangkan aset hanya Rp17 triliun. Yang lebih memprihatinkan lagi, jika opsi penyelamatan restrukturisasi mandek, liabilitas Jiwasraya makin membengkak. Pasalnya, bunga dari produk Jiwasraya terus berjalan.

Meskipun Jiwasraya membutuhkan Rp36 triliun, toh pemerintah hanya memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) 2021 sebesar Rp20 triliun. Penyaluran PMN melalui PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) sebagai induk holding asuransi.

Nantinya, pemegang polis di Jiwasraya akan dipindahkan ke perusahan baru bernama Nusantara Life. Modalnya akan diambil dari PMN tadi. Sudah tiga bulan ini, izin produk Nusantara Life masih macet di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berdasarkan info yang dihimpun GATRA, bukan tidak mungkin dengan PMN Rp20 triliun tadi, Bahana membeli Jiwasraya Putra, anak perusahaan Jiwasraya yang sedang bernego dengan PT Taspen. Skenario ini bisa dilakukan, kalau OJK mengubah kebijakan sehingga menghambat Nusantara Life.

Sebenarnya Direktur Utama Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko, sudah menyampaikan kebutuhan perseroan ke pemegang saham, dalam hal ini Kementerian BUMN sebesar Rp36 triliun. Sayangnya usulan pemegang saham dipotong Kementerian Keuangan. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara hanya mengesahkan Rp20 triliun.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Isa Rachmatarwata, mengatakan bahwa PMN Rp20 triliun yang diterima Bahana akan dialokasikan dalam rangka penataan asuransi. Ia menjelaskan, pemerintah memiliki pertimbangan sendiri memberikan PMN ke Bahana lebih kecil dari kebutuhannya. "Alokasi APBN tentunya dengan berbagai pertimbangan," katanya.

Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga, mengatakan bahwa konsep distribusi PMN Rp20 triliun belum selesai dibahas. Hal ini karena masih menunggu keputusan Panitia Kerja Jiwasraya di DPR, mengenai skema penyelesaian Jiwasraya.

Arya juga menilai, jika tidak segera direstrukturisasi, lubang utang Jiwasraya makin dalam. Meskipun ia sadar, menstrukturisasi Jiwasraya merupakan pekerjaan rumit. "Memang tidak mudah menyelesaikan Jiwasraya yang dikelola dengan tidak baik sejak tahun 2006," ujarnya.

Pihak Jiwasraya sendiri sudah mulai melakukan proses restrukturisasi secara bertahap. Nasabah korporasi jadi prioritas pertama. Maklum, dananya besar dan beberapa merupakan perusahaan BUMN. Untuk nasabah ritel dan bancassurance, masih menunggu antrean.

"Menunggu hasil rapat antara pemerintah bersama Panja Komisi VI DPR terkait komitmen pendanaan," ucap Sekretaris Perusahaan Jiwasraya, Kompyang Wibisana.

 

Hendry Roris Sianturi