
Jakarta, gatra.net - Cendekiawan Muslim, Dr. TGH. M. Zainul Majdi yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB), mengatakan, munculnya wacana mendirikan khilafah di Timur Tengah berbeda konteks. Munculnya wacana khilafah setelah dinasti Ottoman jatuh kemudian menjadi negara-negara kecil.? Penerapan khilafah tidak valid di Indonesia.
"Jadi memang konteksnya sangat beda. Jadi memang di Timur Tengah national state yang lahir seperti kerajaan-kerajaan yang ada itu memang pembelahan dari Inggris dan Prancis," katanya dalam webinar bertajuk "Tiada Proklamasi tanpa Toleransi" pada Selasa (25/8)
Setelah itu, kemudian timbul romantisme dan banyak ditulis buku-buku tentang kekhalifahan. Adapun di Indonesia kondisinya sebaliknya. Berdirinya Negara Republik Indonesia ini bukan karena adanya pembelahan seperti yang terjadi di Timur Tengah.
"[Di Indonesia] justru penyatuan. Justru di Indonesia ini, kerajaan-kerajaan Islam, kerajaan-kerajaan di daerah-daerah semua menyatu," katanya.
Karena itu, lanjut TGB, sangat tidak relevan kemudian mewacanakan mendirikan khilafah di Indonesia seperti di Timur Tengah. Ide-ide atau gagasan yang ada di Timur Tengah yang bernuansa keagaamaan, sosial budaya, atau apapaun yang diterima mentah-mentah akan menimbulkan ketegangan.
Sedangkan kenapa banyak yang terpesona soal khilafah, lanjut TGB, karena banyak sekali buku soal khilafah di Timur Tengah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, itu kemudian dianggap sebagai wacana keislaman.
"Memang ada satu kelompok, terus terang Hizbut Tahrir yang sangat gigih untuk menggunakan seluruh flatform media yang ada, termasuk utamanya medsos dan bahkan kemarin baru buat film juga yang membuktikan gagasan khilafah," katanya.
Sebenarnya, lanjut TGB, ada satu hal yang ironi membicarakan khilafah, apalagi mengaitkannya dengan? dinasti Ottoman. Turki tempat dinasti Ottoman bercokol, pusatnya itu melarang Hizbut Tahrir berorasi.
"Jadi Turki sendiri tidak mau khilfah karena mereka sudah mempunyai kesepakatan negara bangsa. Lah kalau Turki sendiri menganggap bahwa khilafah itu bukanlah pilihan baik bagi mereka, kemudian kenapa kita sebagai anak-anak bangsa di Indonesia, mohon maaf ya bahasa termehek-mehek mencoba menghubung-hubungkan membicarakan romantisme khilafah seakan-akan itu doktrin agama," ujarnya.
Menurut TGB, khilafah bukan doktrin agama, melainkan suatu epidose sejarah dan merupakan eksperimen politik yang mungkin valid pada masa itu. Namun ini tidak valid bagi bangsa Indonesia karena sudah mempunyai kesepakatan.
"Kita sudah punya kesepakatan, yaitu kesepakatan yang lahir dari puncak-puncak kebudayaan dan kearifan seluruh anak bangsa," ujarnya.
Sedangkan konsep khilafah dalam Alquran bahwa ayat yang berbicara tentang kekhalifahan Adam sangat jelas bahwa Allah SWT memberikan kepada manusia, dalam hal ini Adam AS atau seluruh manusia untuk amanah dalam membangun bumi ini dengan mendasarkan diri pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan kebaikan.
"Jadi nilai-nilai Illahiah. Jadi khilafah dalam Alquran itu adalah amanah untuk manusia memimpin proses peradaban, kebudayaan, dan pembangunan, bukan sistem politik," ujarnya.
"Ini yang kemudian ditarik dan digunakan untuk menjadi cover bagi suatu agenda untuk mendapatkan suatu dominasi kekuasaan oleh suatu kelompok. Wallahu a'lam," ujarnya.