
Jakarta, gatra.net - Film "Jejak Khilafah di Nusantara" baru saja diluncurkan secara virtual. Cendekiawan Muslim, Dr. TGH. M. Zainul Majdi yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB), mengatakan, konsep khilafah mengemuka setelah runtuhnya dinasti Ottoman pasca-Perang Dunia Pertama.
"Jadi ketika dinasti Ottoman pasca-Perang Dunia Pertama, itu terbagi, kekuasan itu menjadi negara-negara kecil," kata Tuan Guru Bajang dalam webinar bertajuk "Tiada Proklamasi tanpa Toleransi" pada Selasa (25/8).
Selanjutnya, pada awal abad 20-an setelah terjadinya Perang Dunia Pertama masuk ke tahun 1920-1930, berkembang romantisme karena merasa pada saat itu hanya menjadi negara-negara kecil yang lemah.
"Kok menjadi lemah. Maka munculah kembali membangun kekhalifahan. Itu di Timur Tengah," katanya.
Menurut Zainul Majdi, berbicara soal isu khilafah di Tanah Air banyak anak-anak muda yang terpengaruh tentang itu karena melihat dari permukaan atau tag line.
"Istilah khilafah itu bahasa Arab, lalu dikaitkan dengan istilah khilafah dalam Alquran. Padahal dalam Alquran jelas beda dengan teori politik dan konsep kekuasaan yang hendak diusung oleh para pengusung khilafah," katanya.
Agar mempunyai pemahanan yang utuh, perlu meningkatkan literasi soal ini. Sejumlah peneliti berbagai organisasi Islam, di antaranya Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah melakukan literasi ke dalam.
"Supaya anak muda kita itu tidak mudah terpengaruh dengan jargon-jargon yang menggunakan idiom-ideom keagamaan," ujarnya.
Sedangkan soal masih adanya pihak yang memimpikan khilafah di Indonesia, Tuan Guru Bajang, berpendapat, dari sisi pemikiran kita masih sebagai konsumen.
"Artinya, banyak sekali wacana keislaman di sini itu diambil mentah-mentah dari wacana yang ada di Timur Tengah. Padahal setiap wacana pemikiran kan punya lancap-nya sendiri. Jadi wacana di Timur Tengah belum tentu sesuai dengan wacana kita di Indonesia," katanya.