
Jakarta, gatra.net - Kementerian Pertahanan (Kemhan) tengah menjajaki kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kerjasama tersebut dimaksudkan guna merekrut mahasiswa untuk terlibat dalam latihan militer melalui program Bela Negara.
Namun rencana tersebut nyatanya mendapat berbagai kecaman dan penolakan. Salah satunya dari Setara Institute yang menerangkan jika Kemebdikbud dan Kemhan gagal paham dalam memaknai merdeka belajar.
"Kemendikbud yang dipimpin Nadiem Makarim, gagal paham dalam melihat kebutuhan dan prioritas dunia pendidikan. Dengan sejumlah persoalan beberapa waktu kebelakang yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap kebebasan akademik kampus, alih-alih menjamin kebebasan mimbar akademik Kampus, Kemendikbud malah mengafirmasi militerisasi sektor pendidikan. Hal ini juga bertentangan dengan nafas Kampus Merdeka yang digagas Nadiem," ucap Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie saat diskusi daring, Jakarta, Minggu (23/8).
"Kan begini sebenarnya, konteks ketahanan itu telah terjadi perubahan dari landscap perang, sekarang berada di generasi proxy war, di mana musuh tidak lagi face to face, sudah masuk teknologi perang," kata Ikhsan.
Selain itu, Ikhsan menyebut Undang-Undang PSDN juga tidak mengakomodir kedaulatan hati nurani, sebab ada sebagian orang menolak menjalani pendidikan militer. Ikhsan menyebut persoalan-persoalan seperti patriotisme, nasionalisme, dan radikalisme di Indonesia masih mengedepankan militerisme untuk menyelesaikannya.
Ia pun menyarankan, persoalan tersebut sebaiknya diselesaikan di lembaga-lembaga sipil, misalnya organisasi kemasyarakat NU, Muhammadiyah, BPIP, dan lainnya. "Ini lebih relevan dikait-kaitkan dengan hal ini ketimbang pendekatan militer," pungkasnya.