

Batanghari, gatra.net - Kejaksaan Negeri (Kejari) Batanghari, Jambi, memanggil sejumlah Kepala Dinas atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam gelaran rapat koordinasi (Rakor) optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) daerah itu.
"Pandemi COVID-19 sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Batanghari. Semestinya PAD daerah ini sangat besar, namun akibat wabah COVID-19 pembangunan agak tersendat," ujar Kajari Batanghari Dedy Priyo Handoyo dalam sambutan dihadapan sejumlah Kepala OPD di Aula Kejaksaan, Jumat (7/8).
Menurut Priyo, Kejari Batanghari mempunyai fungsi salah satunya pengamanan investasi agar memberikan kenyamanan dan mendorong para pengusaha. Baik yang telah menanamkan atau yang akan menanamkan investasinya di Kabupaten Batanghari.
"Kejagung Agung (Kejagung) Republik Indonesia telah melaksanakan Memorandum of Understanding (MoU) bersama Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Pusat," katanya.
Ditengah relaksasi perpajakan dan restribusi yang ditawarkan pemerintah pusat, kata Priyo, Kejari Batanghari akan mencoba menggali kembali terkait dengan pajak daerah dan restribusi pajak. Pihaknya telah melakukan full data dan full baket terkait investasi sektor perkebunan dan pertambangan.
"Kami menemukan ada perusahaan-perusahaan yang sudah menanamkan investasinya di Kabupaten Batanghari, namun secara legalitas beserta regulasi yang ada, pengurusan izinnya belum efektif," ucapnya.
Ada beberapa perusahaan yang sudah dilisting. Ada yang sudah beroperasi tanpa ada HGU dan IUP, ada perusahaan yang memiliki IUP tapi HGU belum ada, atau telah memiliki IUP dan HGU namun potensi penerimaan pendapatan daerah belum optimal. Salah satu contoh misalnya PT Asiatik atau BSU saat ini sedang heboh masalah konflik pertanahan.
"PT Asiatik atau BSU memiliki kawasan perkebunan. Kami mengetahui kendala-kendala dilapangan sungguh berat untuk dijalankan secara maksimal. Tapi setidaknya apabila kita secara bersama-sama sesuai dengan kewenangan masing-masing, ada yang mengurus AMDAL, ada yang mengurus IUP, ada yang mengusung HGU atau rekomendasi teknis lainnya," ujarnya.
Dia ingin Kejari dan OPD terkait Pemkab Batanghari dapat sinergi bersama, sehingga harapan kedepan PAD Kabupaten Batanghari bisa meningkat. Kejaksaan tidak akan bisa bekerja tanpa bantuan dari instansi terkait.
"Pada saat kami melakukan full data dan full baket dilapangan, mohon kami dibantu dan diterima dengan tangan terbuka. Tujuan kami tidak akan membinasakan orang yang telah menanamkan investasi yang ada di Kabupaten Batanghari. Justru kami mendorong perusahan-perusahaan yang sudah menanamkan investasinya untuk mematuhi secara regulasi yang sudah ditentukan sesuai peraturan perundang-undangan," katanya.
Kalau upaya peningkatan PAD tidak bisa dilakukan bersama-sama, kata Priyo, maka penegakannya disatu sisi pihaknya bisa bergerak sendiri, tapi disektor penegakan hukum. Penegakan hukum sektor swasta itu sesuai dengan amanat Undang-undang Pasal 146, bahwa Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pembubaran PT apabila PT itu melanggar kepentingan umum dan melanggar ketentuan perundangan.
"Tetapi itu adalah langkah yang merupakan upaya terakhir, karena ini menyangkut dengan potensi penerimaan. Kami juga minta bantuan dengan bapak-bapak, misalnya terkait dengan potensi atau pajak terhutang yang belum tertagih, silahkan ajukan surat kuasa khusus ke Kejaksaan. Karena kita ada batuan hukum dalam rangka penagihan," ucapnya.
Priyo mencontohkan salah satu perusahaan, yakni PT BSU. Perusahaan ini sebelumnya bernama PT Asiatik Persada, salah satu perusahaan yang paling besar memiliki HGU di Kabupaten Batanghari. Dulu, perusahaan ini memiliki HGU seluas 19000 hektar, kini menyusut menjadi 15600 hektar.
"Kalau ada terkait dengan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) peralihan dari PT Asiatik ke PT BSU, apakah itu sudah masuk ke rekening kas daerah," kata Priyo.
Bisa juga terhadap perusahaan-perusahaan lain, seperti PT PAT, PT SJL, PT Indo Sawit Subur, potensinya besar. Mari bersama-sama untuk tidak membinasakan, tetapi mendorong iklim berinvestasi di Kabupaten Batanghari.
"Tujuannya, begitu terjadi resesi, kita hanya mengandalkan DAK, kemudian ada regulasi DAK untuk penanganan COVID-19, sehingga berdampak semua terhadap penanganan sektor kepentingan umum. Seperti pembangunan jalan, jembatan dan sebagainya. Bahkan saya dengar saat ini pada Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Batanghari malah nol tak ada kegiatan," katanya.
Sesuai dengan UU 28 Tahun 2009, ada beberapa hal yang bisa diraih. Optimalisasi ini tidak hanya melulu di sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan. Kejari Batanghari telah mengirim surat ke Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Batanghari minta data namun tidak ditemukan.
"Tetapi ketika kami berkoodinasi ke DPMPTSP Provinsi Jambi, ternyata ada data dari DPMPTSP Batanghari yang dikirim ke DPMPTSP Provinsi Jambi. Misalnya contoh kasus terkait dengan IUP PT BSU," ucapnya.
Karena BSU ada di dua lokasi, menurut pertimbangan dari Kepala DPMPTSP, maka kewenangannya ada di Provinsi. Apa upaya yang perlu didorong agar Kabupaten Batanghari bisa menikmati pajak dari BSU?.
"Kalau memang kewenangan provinsi, kami sudah berkoordinasi dan DPMPTSP Provinsi mau membantu. Ini juga tidak terlepas berkaitan dengan koperasi-koperasi, dalam hal ini menjadi kemitraan perusahaan-perusahaan," ujarnya.
Menurut Priyo, koperasi bisa menjadi mitra plasma perusahaan dan mereka bisa mendapatkan HGU dan IUP. Karena plasma plasma inilah nanti yang akan memasok produksi buah ke pabrik milik perusahaan.
"Saya jalan ke Bungku, kalau dari sini sebelah kanan, dalam lokasi Tahura. Ada perusahaan menanam sawit, tetapi apakah perusahaan itu tercatat atau tidak saya tidak tahu," kata dia.
Rakor Kejari Batanghari dengan OPD Pemkab Batanghari dihadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kepala Dinas Koperindag, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan, Kepala Bappeda, Kepala DPMPTSP dan Sekretaris Bakeuda Kabupaten Batanghari.