Menteri Tenaga Kerja
Ida Fauziyah
Pengawasan ketat perlu dilakukan terhadap perusahaan penyalur tenaga kerja migran. Pemerintah membentuk satgas yang terdiri dari berbagai lembaga. Kesadaran calon tenaga migran juga diperlukan agar tidak jadi korban.
Kasus tewasnya anak buah kapal di kapal asing yang kemudian dibuang ke laut, menjadi salah satu indikasi kurang maksimalnya usaha negara menangani dan melindungi pekerja migran. Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sebenarnya sudah berkali-kali melakukan penggerebekan ke kantor penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural atau ilegal, untuk mereduksi tindak penyelundupan perusahaan penyalur tenaga kerja.
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, juga telah melaporkan beberapa perusahaan penyalur pekerja migran yang sering menyalahi aturan ini ke kepolisian. Namun pengiriman pekerja migran tanpa prosedur yang benar ini, masih saja terjadi.
Pemerintah juga sudah menyediakan beragam program mencegah PMI dikirim secara ilegal. Satgas Perlindungan bagi PMI pun juga sudah terbentuk di 22 lokasi. "Keanggotaan Satgas mencakup Dinas Tenaga Kerja, BP2MI, Imigrasi, Kepolisian, Dukcapil, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan Dinas Perhubungan," kata Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah.
Tindakan pengiriman PMI ilegal jelas merugikan negara. Apalagi jumlah PMI ilegal belum dipetakan secara pasti. Padahal, remitansi dari PMI 2019, kata Ida, mencapai Rp169 triliun. Berikut paparan tertulis Ida terkait penanganan pekerja migran ilegal kepada Wartawan GATRA, Ryan Puspa Bangsa:
Apa penyebab utama masih maraknya PMI ilegal?
Terdapat beberapa penyebab timbulnya PMI ilegal atau non-prosedural, antara lain masih banyaknya pencari kerja yang belum mengetahui proses penempatan yang sesuai prosedur untuk menjadi PMI. Sementara beberapa negara tujuan penempatan, mempermudah masuknya tenaga kerja asing dengan kemudahan konversi visa kunjungan ke visa kerja.
Lalu, belum optimalnya pelayanan penempatan di beberapa daerah yang sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI, oknum yang membujuk dengan iming-iming atau memfasilitasi penempatan secara non-prosedural, pencari kerja mudah tergiur proses penempatan secara instan, bantuan dana tinggalan untuk keluarga, dan adanya demand PMI di luar negeri.
Bagaimana membendungnya?
Kemnaker telah melakukan upaya-upaya untuk mencegah adanya PMI ilegal, antara lain melalui sosialisasi dan diseminasi informasi mengenai penempatan dan pelindungan PMI secara prosedural yang dilakukan di beberapa daerah kantong PMI dengan melibatkan aparatur pemerintah desa, kabupaten/kota, serta lembaga swadaya masyarakat, memperkuat kerja sama bilateral dengan negara tujuan penempatan melalui MoU, mendorong pembentukan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA), dan membentuk Desa Migran Produktif (Desmigratif).
Kemnaker sudah membentuk Satgas (Satuan Tugas) Pelindungan bagi PMI. Siapa saja anggotanya?
Satgas Pelindungan PMI ada di 22 lokasi embarkasi. Keanggotaan satgas mencakup Dinas Tenaga Kerja, BP2MI, Imigrasi, Kepolisian, Dukcapil, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan Dinas Perhubungan. Adapun di tingkat pusat beranggotakan Kemnaker dan BP2MI, yang mana pada tahun 2021 keanggotaan akan diperluas dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait lainnya.
Apa tindakan Kemnaker menangani masih maraknya pengiriman PMI ilegal?
Dalam menangani penempatan PMI Ilegal, Kemnaker juga melakukan tindakan pemberian sanksi administratif kepada P3MI yang melakukan tindakan penempatan atau pengiriman PMI secara ilegal, serta melakukan koordinasi secara intensif dengan Kepolisian RI jika terjadi penempatan dilakukan oleh perorangan atau terjadi pelanggaran yang menimbulkan sanksi pidana bagi P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia).
Bagaimana mendeteksi penyalur bodong tanpa izin?
Biasanya berdasarkan laporan masyarakat dan berdasarkan adanya kasus atau permasalahan PMI di luar negeri. Apabila pelaku penempatan secara non-prosedural terungkap dari dua hal tersebut, maka Kemnaker akan melakukan koordinasi dengan Kepolisian RI, khususnya Bareskrim.
Jika ada perusahaan terdaftar dan memiliki izin, tetapi diduga terlibat dalam pengiriman PMI ilegal, seperti yang baru saja digerebek, PT Sentosa Karya Aditama (SKA), bagaimana tindak lanjut Kemnaker?
PT Sentosa Karya Aditama adalah salah satu P3MI yang terdaftar di database kami. Namun demikian, pencabutan izin P3MI mempunyai mekanisme dan dilaksanakan oleh tim yang dibentuk.
Tim ini juga terdiri dari berbagai unsur unit teknis, yaitu Sekjen, Itjen, Ditjen Binwasnaker & K3, dan BP2MI. Sanksi itu sendiri juga ada tahapannya, yaitu dimulai dari sanksi peringatan tertulis, sanksi skors, dan sanksi pencabutan izin. Tim inilah yang akan menilai sanksi mana yang tepat untuk dijatuhkan kepada P3MI.
Bagaimana prosesnya? Apakah menunggu laporan dari BP2MI dahulu baru Kemnaker periksa dan cabut?
Terkait dugaan penempatan atau pengiriman PMI Ilegal yang dilakukan oleh PT SKA, Kemnaker akan menunggu laporan dari BP2MI untuk menetapkan tindak lanjutnya. Apabila PT SKA terbukti melanggar atau melakukan proses penempatan secara ilegal, akan kami kenakan sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ada mekanisme lain dalam memberi sanksi perusahaan penyalur tenaga migran ilegal?
Penting untuk saya sampaikan juga terkait sanksi ini bahwa Pasal 2 ayat (2) Permenaker Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif, bahwa sanksi itu dapat berdasarkan rekomendasi pimpinan unit yang membidangi pengawasan ketenagakerjaan, rekomendasi BP2MI, dan laporan Atase Ketenagakerjaan/pejabat yang ditunjuk pada perwakilan RI. Dengan demikian, maknanya rekomendasi BP2MI itu tidak mutlak, melainkan merupakan salah satu bahan pertimbangan.
Sebagai contoh lainnya, ketika kami mendapatkan brafak (berita faksimili) dari KBRI/KJRI dan setelah dirapatkan dalam tim, ditemukan bahwa P3MI telah memenuhi syarat pelanggarannya untuk dicabut, maka kami akan mencabut P3MI tersebut tanpa menunggu rekomendasi dari BP2MI. Namun, dalam kasus PT SKA, karena yang terjun ke lapangan adalah BP2MI, maka kami akan menunggu laporan dari BP2MI terlebih dahulu sebelum menetapkan sanksinya.
Dengan masih maraknya PMI ilegal, berapa potensi ekonomi yang hilang?
Kami tidak dapat menghitung berapa potensi ekonomi yang hilang sebagai akibat PMI ilegal, karena tidak memiliki data jumlah PMI ilegal. Namun Menteri Keuangan, Sri Mulyani, ketika menjabat sebagai Direktur World Bank sempat mengatakan, uang hasil keringat para TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dipungut oleh lembaga keuangan pengirim remitansi sebesar 15%.
Jadi, kalau sekarang remitansi kita Rp169 triliun pada tahun 2019, maka sekitar Rp25 triliun sampai Rp30 triliun yang hilang sia-sia, dipungut oleh lembaga keuangan pengiriman uang TKI.