
Aksi siap mundur kembali dibuat kandidat dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Setelah sebelumnya Achmad Purnomo di Kota Solo, kini giliran Joko Sutopo di Wonogiri. Manuver atau pencitraan?
Bupati Wonogiri Joko Sutopo menyatakan akan mengundurkan diri jika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tetap digelar pada 9 Desember mendatang. Satu sisi, Joko sudah mendapatkan rekomendasi dari DPP PDIP bersama dengan Sriyono untuk maju pada periode kedua.
Pria yang akrab disapa Jekek tersebut juga menghadap ke DPP PDIP untuk menyerahkan surat pengunduran diri dan melakukan konsultasi ke DPP PDIP. Setelah surat pengunduran dirinya diserahkan, maka semua keputusan sepenuhnya diserahkan ke DPP PDIP.
Bagi Jekek, sikap itu sebagai penegasan atas konsistennya mengundurkan diri sebagai calon bupati jika Pilkada resmi dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 tahun ini. Apabila DPP PDIP mengabulkan permohonannya nanti, maka sepenuhnya Jekek akan menerima dan seluruh anggota partai siap memenangkan siapapun calon yang diusung melalui PDIP.
Hanya saja, saat ditanya apakah ketika nantinya DPP PDIP tak merespon pengunduran dirinya, namun justru malah merekomendasikan dirinya mencalonkan diri kembali, Jekek mengaku sebagai petugas partai akan siap mengikuti keputusan partai.
"Saya ini petugas partai, disuruh ke Utara ya ke Utara, disuruh ke Selatan ya ke Selatan. Disuruh berhenti ya berhenti, namanya juga petugas, dan saya tidak masalah akan diganti yang lain. Yang penting saya berusaha konsisten dengan apa yang menjadi sikap dan tindakan," tegasnya.
Hanya saja, dari keputusan Jekek itu, ada yang beranggapan jika gebrakan ini adalah sebuah pencitraan. Terlebih nanti apabila DPP PDIP tidak merespon pengunduran dirinya dan tetap merekomendasi untuk mencalonkan diri kembali.
Terkait tanggapan tersebut, pria yang akrab disapa Jekek tersebut menyikapinya dengan santai. Ia menyebut jika ada beberapa pihak yang beranggapan seperti itu, maka harus dilihat dulu momentumnya saat menyatakan pengunduran diri itu.
"Statmen yang saya ucapkan itu berada di dalam internal forum pemerintahan. Apa tujuannya? Itu untuk membangun optimisme, membangun semangat kebersamaan OPD dalam rangka dibentuknya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Wonogiri. Adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) harus dilakukan relokasi anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19. Maka perlu dirigen, agar semua OPD memiliki daya dorong yang kuat dan agar semuanya lebih fokus," ucapnya.
Menurut Jekek, gebrakan yang dia lakukan bukanlah sebuah pencitraan semata. Namun justru dengan semangat baru untuk mengajak seluruh OPD agar fokus terhadap pandemi di wilayahnya secara khusus. "Tidak perlu ada pemikiran-pemikiran yang politis, tidak perlu ada pemikiran-pemikiran iki gur go pencitraan pak Jekek (ini hanya untuk pencitraan pak Jekek) gak ada, saya pastikan itu. Kalau ada pemikiran pencitraan sudahlah saya pun tidak nyaman kalau Pilkada tetap diselenggarakan di 9 Desember," ujarnya.
Saat ditanya apakah dirinya akan konsisten dengan pernyataannya terkait pengunduran dirinya, Jekek menyebut bahwa konsisten dan tidak konsisten harus ada alat ukurnya. "Alat ukurnya apa? Kalau saya sebagai bupati menyampaikan statemen itu yang bertujuan untuk membangun optimisme secara etik disalahkan atau tidak? Secara tujuan dibenarkan atau tidak? Faktanya kita dapat Rp110 miliar dari refocusing," katanya.
Jekek menyampaikan, indikator konsisten atau tidak konsistennya terhadap pernyataan tersebut harus disepakati terlebih dahulu. Menurutnya, yang dimaksudkan tidak konsisten semisal dia saat ini masih menjabat sebagai Bupati tetapi mengundurkan diri untuk memburu jabatan baru, hal itu yang menurutnya tidak konsisten.
Jekek menambahkan, saat seseorang memiliki jabatan publik yang sudah diambil sumpah jabatannya dan jabatan tersebut tidak diselenggarakan secara periodesasi dengan baik, maka itu yang dinamakan tidak konsisten terhadap sumpah janji jabatannya.
"Eksekusinya saya akan tetap melangkah, secara etik saya menyadari tidak ada etik yang saya langgar pada jabatan saya. Tetapi akan menimbulkan interpretasi yang berbeda, maka akan saya selesaikan dengan sikap. Sikap saya apa? Saya akan konsultasikan dengan DPP terkait statmen yang pernah saya sampaikan," paparnya.
Ketua Bawaslu Wonogiri Ali Mahbub mengatakan, setelah lanjutan tahapan Pilkada 2020 ini digelar, Bawaslu Wonogiri diminta untuk melakukan restrukturisasi anggaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada di tengah Pandemi Covid-19.
Dalam restrukturisasi itu, Bawaslu Wonogiri merubah postur anggaran yang sudah ada dengan lebih mengefisiensikan guna menyesuaikan anggaran yang ada. Yakni anggaran kegiatan tatap muka, seperti rapat koordinasi (rakor), sosialisasi kepada masyarakat, dan sosialisasi kepada stakeholder, dan bimbingan teknis (bintek).
"Setelah kita lakukan restrukturisasi anggaran, Alhamdulillah Bawaslu Kabupaten Wonogiri tidak meminta tambahan, jadi tercukupi dengan melakukan realokasi anggaran yang sudah ada sesuai dengan NPHD," katanya.
Menurut Ali, seluruh kegiatan Bawaslu Wonogiri itu ditiadakan untuk menghemat anggaran. Namun, ada beberapa kegiatan rakor yang tetap digelar yang mana bersifat sangat penting. Pelaksanaannya pun akan disesuaikan dengan perkembangan kasus Covid-19.
"Anggaran kegiatan yang ditiadakan dialihkan untuk pengadaan APD bagi pengawas, seperti face shield, masker, sarung tangan dan hand sanitizer," tandasnya. Muh Slamet