Home Laporan Khusus Rapid Test Bermanfaat untuk Screening

Rapid Test Bermanfaat untuk Screening

Bambang Wibowo

Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes

Kementerian Kesehatan menetapkan harga batas tertinggi pemeriksaan rapid test. Dilakukan untuk menjawab kebingungan masyarakat terkait perbedaan harga di lapangan. Rapid test belum tentu akurat untuk diagnostik, tetapi digunakan sebagai alternatif screening selama kebutuhan PCR belum tercukupi.


Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi. Dalam surat tersebut, mereka menetapkan batas tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi untuk mendeteksi virus corona sebesar Rp150.000. Surat itu ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Bambang Wibowo pada 6 Juli 2020.

Dalam SE dijelaskan, biaya tersebut berlaku untuk masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan secara mandiri. Pemeriksaan juga tetap dilakukan oleh petugas kesehatan yang memiliki kompetensi. Setiap fasilitas layanan kesehatan pun diminta mengikuti batasan tarif yang telah ditentukan oleh Kemenkes.

Untuk mengetahui lebih lanjut alasan penetapan batas tertinggi rapid test tersebut dan asumsi adanya komersialisasi dalam pelaksanaan rapid test di beberapa sektor, Wartawan GATRA M. Almer Sidqi mewawancarai Bambang Wibowo. Wawancara dilakukan secara tertulis pada Selasa, 14 Juli 2020 lalu. Berikut petikannya:

 

Mengapa Kemenkes perlu menerbitkan surat edaran tentang batasan tarif tertinggi rapid test?

Kementerian Kesehatan sebagai regulator, perlu menetapkan batas atas harga rapid test karena banyak beredar pemeriksaan rapid test dengan harga bervariasi dan mahal. Adapun bentuk yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dengan mengeluarkan SE, merupakan suatu diskresi yang dibolehkan di UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

SE dibuat dengan suatu iktikad baik, di mana di masyarakat telah terjadi kebingungan dengan bervariasinya tarif pemeriksaan rapid test antibodi. Apa yang dilakukan Kementerian Kesehatan merupakan suatu bentuk hadirnya pemerintah di masyarakat, untuk mengimbau pihak yang memberikan pelayanan pemeriksaan rapid test untuk dapat mengikuti tarif yang diimbau.

 

Mengapa nilainya Rp150.000? 

Kementerian Kesehatan menetapkan harga Rp150.000 setelah melalui perhitungan dan pertimbangan harga reagen yang ada. Kementerian Kesehatan mengharapkan agar fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pemeriksaan rapid test, dapat mencari alat rapid test dengan harga lebih terjangkau. Saat ini, telah terdapat beberapa jenis alat rapid test, baik buatan dalam negeri maupun produk impor yang memiliki harga kompetitif.

 

Mengapa SE tidak memuat soal sanksi?

SE yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan sifatnya merupakan imbauan, agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat menaati isi SE tersebut. Konsep SE memang tidak memiliki sanksi di dalamnya. Sanksi kepada pihak-pihak yang tidak menaati SE, dikembalikan kepada masyarakat. Masyarakat dapat memilih untuk tidak memeriksakan rapid test kepada pihak yang memberikan tarif lebih besar di luar SE.

 

Mengapa tidak sekalian dibuat Permenkes supaya ada konsekuensi sanksi?

SE ini merupakan diskresi yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan. SE ini juga dibuat untuk memberikan kepastian hukum guna kemanfaatan dan kepentingan umum. Dengan SE ini, diharapkan masyarakat dapat terbantu dan pihak yang memberikan pelayanan pemeriksaan rapid test antibodi dapat mengikuti SE.

 

Secara medis, bagaimana cara kerja rapid test ini?

Pemeriksaan untuk deteksi antibodi, misalnya seperti rapid test sendiri, berarti pemeriksaan yang dilakukan pada spesimen (serum) untuk mendeteksi adanya antibodi yang terbentuk terhadap mikroba tertentu. Seperti hal antigen, maka antibodi yang dideteksi sangat tergantung pada spesifisitas antigen yang digunakan dalam reagen. Spesifisitas akan menentukan antibodi yang terdeteksi benar-benar antibodi spesifik terhadap SARS-CoV-2 (virus penyebab Covid-19) atau tidak.

Apabila reagen yang digunakan bukan antigen yang spesifik SARS-CoV-2, maka antibodi yang terdeteksi bukan yang spesifik dibentuk untuk SARS-CoV-2. Reaksi silang sangat mungkin terjadi antara antibodi yang terbentuk akibat paparan tubuh terhadap spesies atau famili virus lain, atau bahkan mikroba lain.

 

Artinya belum bisa disebut akurat?

Perlu juga diketahui sensitivitas kit, yaitu konsentrasi minimal antibodi di dalam spesimen yang dapat atau mampu dideteksi oleh kit. Antibodi dapat dideteksi ketika sudah dibentuk oleh tubuh. Pada saat ini, belum ada literasi tentang waktu timbulnya antibodi pada pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2. Merujuk pada infeksi virus lainnya, maka antibodi biasanya mulai meningkat pada hari ketujuh setelah infeksi. Perlu dilakukan penelitian pada hari ke berapa setelah infeksi, kit dapat mendeteksi antibodi yang terbentuk dan kapan pemeriksaan kedua harus dilakukan.

 

Bukankah orang yang hasil rapid test-nya reaktif itu bagus, karena ia punya antibodi melawan virus? 

Betul. Seseorang yang memiliki kekebalan tubuh baik, akan mampu membentuk antibodi. Namun belum diketahui pada titer (konsentrasi) antibodi berapakah tubuh dapat terlindungi dari infeksi SARS-CoV-2.

 

Berapa lama antibodi dengan titer tersebut akan bertahan di dalam tubuh?

Yang dimaksud, tepatnya adalah rapid test antibodi. Bila ada antibodi, artinya sudah pernah terinfeksi dan sudah timbul antibodi. Untuk menentukan daya kekebalannya, masih perlu pemeriksaan maturitas dan daya netralitas antibodi tersebut. Karena kasus Covid-19 belum lama terjadi, maka belum banyak laporan penelitian yang dapat menyimpulkan dengan pasti. Diharapkan memang ada kekebalan, tetapi masih perlu kajian.

 

Beberapa ahli mengatakan, rapid test dinilai tidak efektif. Mengapa Kemenkes masih mempromosikannya?

Walaupun saat ini rapid test untuk diagnostik kurang akurat, paling tidak jika seseorang memiliki hasil rapid test reaktif, maka berarti orang tersebut memiliki antibodi terhadap virus tersebut dan rapid test masih bermanfaat untuk screening. Di sisi lain, saat ini pemeriksaan PCR belum dapat menjangkau masyarakat Indonesia secara luas, sehingga rapid test digunakan sebagai alternatif.