Home Politik Ada Museum Nabi Bukan Reklamasi

Ada Museum Nabi Bukan Reklamasi

Gubernur Anies Baswedan meneruskan proyek reklamasi di kawasan Ancol seluas 155 hektar. Untuk pembangunan masjid dan museum Nabi. DPRD DKI terbelah. Berbeda dengan janji kampanye yang anti reklamasi.


Kawasan Ancol Timur dan Barat mendadak ramai digunjingkan sejak Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020 diteken Anies Baswedan pada akhir Februari lalu. Bagaimana tidak, kawasan seluas 155 hektare ini mendapat restu langsung dari gubernur untuk ditimbun, yang dikatakannya demi kepentingan publik. Sebuah keputusan yang berlawanan dengan pernyataannya sejak awal berkampanye, yang menegaskan akan menghentikan reklamasi.

Namun Saefullah, Sekretaris Daerah DKI Jakarta, menepis semua tudingan bahwa Anies mengingkari janji anti-reklamasi. Kepgub ini, kata Saefullah, diteken Anies hanya untuk perluasan kawasan rekreasi, sekaligus mengetengahkan peradaban Islam di kawasan Ancol. Selain urusan peruntukan reklamasi, Saefullah juga berargumen bahwa penimbunan di Ancol Timur ini memanfaatkan material yang sudah ada dari tahun lalu. 

Materialnya, ia melanjutkan, merupakan hasil pengerukan di lima waduk dan 13 sungai di DKI. “Pengerukan sudah ada lebih dahulu dan terpisah dari reklamasi yang akhirnya dibatalkan,” ujar Saefullah.

Meski berlindung di balik kepentingan publik dan pembangunan peradaban Islam, seperti yang disampaikan Saefullah, toh sebuah aturan harus ditampilkan secara sah dan konstitusional. Sayangnya, Kepgub ini masih belum sinkron dengan aturan penunjang lain yang biasa disebut Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Pasalnya, Kepgub yang kemudian mengatur soal penataan ruang, apalagi soal penambahan total wilayah darat DKI, harus tercantum dalam Perda RTRW dan RDTR itu. 

Menurut Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI, Pantas Nainggolan, Perda ini pun belum dibahas oleh DPRD periode sekarang. “Karena tidak mungkin mendasarkan sesuatu pada Raperda, kepada rancangan. Harus berdasarkan aturan yang sudah berlaku,” katanya kepada Dwi Reka Barokah dari Gatra.

Tapi, dalam Kepgub tersebut, Anies sama sekali tidak menyebut Perda RTRW dan RDTR sebagai rujukan. Anies menggunakan dokumen dan beleid lain seperti surat permohonan dari PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA), UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, dan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Meski demikian, suka atau tidak, Anies sudah menetapkan keputusannya. Reklamasi Ancol tetap akan berjalan tanpa kepastian revisi Rancangan Perda RTRW dan RDTR akan dibahas DPRD. “Secara spesifik kita mungkin tidak membahas reklamasi Ancol. Tetapi, seyogianya itu harus masuk dalam bagian RTRW dan RDTR. Kalau tidak masuk, berarti [reklamasi Ancol] enggak boleh,” ujar Pantas.

Di luar sisi aturan, politis PDI Perjuangan ini menyayangkan sikap Anies yang kian menjauh dari janji politiknya dulu. Bagi Pantas, janji politik Anies yang akan menolak reklamasi tahun 2017 lalu justru menjadi biang keladi polemik reklamasi Ancol. “Kemudian tindakan-tindakan dia terhadap pulau-pulau reklamasi. Itu kan menjadi inkonsisten. Jadi, berbeda yang keluar dengan tindakan. Dan itu bukan suatu contoh yang baik buat pemimpin,” ia menegaskan.

Meski Fraksi PDI Perjuangan di DPRD DKI mati-matian menolak pembahasan reklamasi Ancol, Fraksi Partai Gerindra, yang memang pendukung setia Anies, tetap pasang badan. Syarif, anggota Fraksi Partai Gerindra, melihat bahwa persoalan reklamasi Ancol berbeda dengan keseluruhan proyek reklamasi Teluk Jakarta warisan Basuki Tjahaja Purnama. “Okelah kalau dibilang isinya reklamasi. Ya iya memang tebal-tipisnya itu pengerukan. Tapi riwayatnya berbeda. Apakah Anies ijinkan reklamasi? Tidak, kalau terkait 17 pulau,” ujar Syarif.

Menurutnya, reklamasi Ancol sudah menjadi kesepakatan, jauh sebelum Anies memimpin DKI. Jika dirunut, perjanjian reklamasi Ancol sudah diteken sejak era Fauzi Bowo dengan PJA tahun 2009 lalu. Perjanjian itu menghasilkan keuntungan lahan sebesar 5% dari total perluasan wilayah Ancol. “Itu latar belakang perjanjian kerja sama Pemprov dengan PT Pembangunan Jaya Ancol. Untuk menampung lumpur-lumpur," Syarif berkilah.

 

***

 

Memang, sebelumnya, tanah hasil pengerukan beberapa waduk, sungai dan juga pengerukan proyek Mass Rapid Transit ditumpuk di kawasan timur dan barat Ancol. Bagi Pemprov, penumpukan material kawasan ini dinilai strategis untuk menjaga ekosistem di pantai utara Jakarta. Menurut Saefullah, penimbunan ini pun juga sudah menjadi bagian kerjasama antara Pemprov DKI dan PJA.

Pemprov juga sudah meminta kepada pihak PJA untuk melakukan beberapa kajian teknis terkait penanggulangan dampak banjir, pemanasan global, perencanaan pengambilan material untuk perluasan kawasan, kajian pelaksanaan infrastruktur dasar, dan analisis mengenai dampak lingkungan.

Semua kajian ini akan dimasukkan Pemprov ke draf revisi Perda RTRW dan RDTR meski masih menunggu jadwal dari DPRD DKI. “Seingat saya, reklamasi Ancol itu sudah tergambar di RDTR dan RTRW. Sudah masuklah di dalam perencanaan kita,” kata Kepala Biro Hukum DKI Jakarta, Yayan Yuhanah, saat dihubungi Gatra.

Sebagai informasi, luas lahan 155 hektare yang tertera di dalam Kepgub ini terbagi atas dua areal, yakni 35 hektare yang untuk perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) dan 120 hektare untuk perluasan kawasan Taman Impian Jaya Ancol.

Beragam syarat dan permintaan kajian teknis oleh Pemprov DKI sebenarnya juga telah dilakukan PJA. Department Head Corporate Communication PJA, Rika Lestari, menjelaskan bahwa semua ketentuan yang tercantum dalam Kepgub akan segera dipenuhi oleh pihak PJA.

Secara umum, PJA akan melakukan penataan area pantai Ancol dengan tema "Symphony of The Sea", yang pembangunannya sebenarnya sudah dimulai sejak akhir tahun lalu dan hampir rampung. Bahkan sejak Februari lalu, PJA sudah memulai pembangungan masjid apung yang ditargetkan rampung akhir tahun ini. "Tapi karena ada pandemi jadi mundur,” kata Rika melalui pesan singkat kepada Qonita Azzahra dari Gatra.

Belum selesai sampai di situ, kawasan Ancol timur ini juga akan diperluas sebesar 20 hektare. Rencananya, PJA akan membangun Museum Rasulullah yang menjadi museum Nabi pertama setelah yang ada di Arab Saudi. Menurut Rika, proyek ini dapat berjalan karena kerja sama antara Pemprov DKI dan Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Aditya Kirana

19

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR